Narasikan Kearifan Lokal agar Masyarakat Siap Hadapi Bencana
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Lemahnya pengetahuan masyarakat dalam upaya penyelamatan saat terjadi bencana alam dinilai berpengaruh terhadap banyaknya korban yang tidak selamat. Perlu dilakukan literasi bencana dengan mengangkat kearifan lokal agar masyarakat dapat lebih siap dalam merespon bencana.
Hal itu mengemuka dalam diskusi bertajuk Berdamai dengan Bencana yang diadakan Komunitas Kebaya Kopi dan Bukudi Jakarta, Jumat (23/11/2018) malam. Diskusi ini menghadirkan tiga narasumber, yaitu Ketua Umum Asosiasi Persatuan Penulis Indonesia (Satu Pena) Nasir Tamara, wartawan senior Frans Padak Demon, dan Koordinator Lembaga Lingkungan Hidup dan Penganggulangan Bencana Pimpinan Pusat A’isyiah Hening Parlan.
Nasir mengatakan, Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap bencana alam. Masyarakat sebaiknya mempersiapkan diri dengan membangun ilmu pengetahuan terkait cara merespon bencana. Menurutnya, terjadinya bencana yang tidak bisa diprediksi itu, tidak boleh membuat masyarakat lengah tanpa melakukan antisipasi.
“Bencana datang di saat tak terduga. Namun, respon kita dalam menghadapinya sangat menentukan dalam upaya penyelamatan diri,” ujar Nasir.
Berkaca pada banyaknya bencana alam yang terjadi di Indonesia, kata Nasir, warga perlu melakukan literasi dengan membaca buku-buku tentang beragam bencana alam sehingga dapat melakukan antisipasi dini. Ia mencontohkan, buku yang bercerita tentang pengalaman korban akan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat. Harapannya, masyarakat dapat belajar dari pengalaman orang lain dan tidak mengulangi cara yang kurang efektif.
Hening menambahkan, masyarakat harus berdamai dengan bencana. Artinya, selalu bersiap dan mengenali beragam tanda bencana di lokasi mana pun mereka berada. Pemahaman tentang bencana perlu dibangun dengan mempelajarinya. Juga dengan melakukan simulasi dan mengenali tanda-tanda peringatan dini.
“Pada prinsipnya saat terjadi bencana, semua orang harus bisa menyelamatkan dirinya terlebih dulu dibandingkan orang lain. Oleh sebab itu, setiap individu harus memiliki pengetahuan tentang menyelamatkan diri dari bencana alam,” kata Hening.
Nasir menambahkan, nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki suatu daerah perlu diangkat ke dalam bentuk narasi, misalnya buku atau karya sastra. Hal tersebut akan membuat masyarakat lebih mempelajari dan mengenali tanda-tanda peringatan dini di daerahnya.
Menyembuhkan trauma
Menurut Hening, terjadinya musibah bencana alam akan menimbulkan trauma bagi korbannya. Bentuk trauma itu beragam antara lain, perubahan sikap menjadi tertutup, penyendiri, sering menangis, dan ada yang takut untuk memasuki suatu bangunan.
Ada sejumlah cara sederhana yang disarankan oleh Hening dalam penyembuhan trauma yaitu, melakukan proses penerimaan diri, selalu berpikir positif dan yakin pengharapan itu ada, serta membangkitkan keyakinan diri.
Sementara itu, kata Nasir, proses penulisan pengalaman ke dalam tulisan akan membantu korban dalam menyembuhkan trauma. Karya yang dilahirkan dari pengalaman korban dapat bermanfaat ke depan saat dibaca oleh warga lain. Harapannya, para pembaca akan memaknai suatu bencana alam dan mempersiapkan jika bencana terulang kembali. (MELATI MEWANGI)