JAKARTA, KOMPAS — Kanker paru masih menjadi penyebab kematian terbesar di dunia dibandingkan dengan jenis kanker lain. Di Indonesia, kanker paru jadi penyebab kematian utama laki-laki. Situasi itu terjadi karena kanker paru umumnya baru terdeteksi saat stadium lanjut sehingga sulit diobati.
Agus Dwi Susanto, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jumat (9/11/2018), di Jakarta, mengatakan, kanker paru tidak menimbulkan gejala khusus dan belum ada metode yang efektif untuk mendeteksinya. Kondisi itu membuat kanker paru umumnya baru diketahui saat sudah dalam stadium lanjut sehingga sulit disembuhkan.
Kanker paru menjadi penyebab kematian terbesar laki-laki dan nomor lima untuk perempuan Indonesia pada 2014. Dari 35.000 kematian akibat kanker paru, 73 persennya adalah laki-laki. Pasien kanker paru yang bisa disembuhkan di Indonesia pada 2017 hanya 1-2 persen (Kompas,15/1/2018).
”Setiap orang punya risiko terkena kanker paru. Kewaspadaan perlu ditingkatkan untuk memeriksakan diri secara rutin agar kanker terdeteksi sejak dini. Dampaknya, pengobatan dapat dilakukan lebih cepat,” ucapnya.
Setiap orang punya risiko terkena kanker paru. Kewaspadaan perlu ditingkatkan untuk memeriksakan diri secara rutin agar kanker terdeteksi sejak dini.
Sulit dideteksi
Namun, kesadaran masyarakat untuk deteksi dini kanker paru masih minim karena kurangnya edukasi dan takut berobat. Selain itu, gejala kanker paru yang mirip dengan sakit pernapasan lain mempersulit deteksi dini oleh tenaga kesehatan. Untuk itu, pemerintah menerbitkan pedoman pengendalian risiko kanker paru guna mencegah dan meningkatkan keberhasilan pengobatan.
Pengendalian risiko
Salah satu upaya mengatasi kanker paru adalah pengendalian faktor risiko kanker paru, yaitu faktor yang dapat dikendalikan dan faktor yang tidak bisa dikendalikan. Dengan memahami faktor risiko tersebut, maka itu dapat dilakukan usaha pencegahan kanker paru.
Faktor yang tidak dapat dikendalikan adalah usia lebih dari 40 tahun, riwayat kanker dalam keluarga, dan pernah menderita kanker lain sebelumnya. Sementara faktor yang dapat dikendalikan adalah terpapar asap rokok (perokok aktif dan pasif), tinggal atau bekerja di pertambangan atau pabrik yang memakai bahan pemicu kanker (karsinogen), dan daerah dengan polusi tinggi.
Elisna Syahruddin, dokter spesialis paru dan pernapasan dari Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, mengatakan, tiap orang harus menyadari faktor risiko yang bisa dikendalikan. Itu merupakan salah satu upaya pencegahan dengan meningkatkan kewaspadaan pada penyakit saluran pernapasan, infeksi paru, tuberkulosis (TB), dan lainnya yang gejalanya sama dengan kanker paru.
”Kewaspadaan itu melalui pemeriksaan secara rutin jika terserang penyakit, khususnya pernapasan. Apabila tidak kunjung sembuh atau pengobatan tidak menunjukkan hasil, perlu dilakukan diagnosis kanker paru,” katanya.
Beberapa gejala penyakit pernapasan yang perlu pemeriksaan lanjutan, yakni batuk yang lama atau batuk darah, sesak napas, dan nyeri dada. Selain itu, penurunan berat badan, suara serak, sakit kepala hebat, kejang, lemah anggota gerak terutama kaki, benjolan di leher, pangkal leher, dan ketiak serta bengkak di wajah, leher, dan kadang-kadang di lengan.
Namun, masyarakat kerap mengabaikan sejumlah gejala itu. Padahal, gejala kanker paru baru muncul ketika sudah menyerang organ lain, seperti selaput saraf, merusak dinding dada, dan saluran pernapasan. ”Jika terkena kanker paru, penanganan dan pemeriksaan dilakukan dokter sesuai kompetensinya,” ujarnya.
Pemeriksaan meliputi foto toraks (kerongkongan, paru-paru, dan organ tubuh yang ada di dada), dan pemindaian toraks dengan kontras untuk mengetahui anatomi dan kelainan. Juga pemeriksaan dengan bronkoskop untuk memvisualisasikan bagian dalam saluran pernapasan, laring dan paru-paru.
Selain itu, tindakan untuk mendapat bahan atau spesimen dalam menentukan jenis sel kanker perlu dilakukan. Contohnya, biopsi atau pemeriksaan jaringan tubuh di laboratorium dan pada keadaan tertentu diperlukan pemeriksaan lain, seperti pemindaian otak dan tulang. (FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY)