Indonesia Perlu Memiliki Satelit Pemantau Kebencanaan
Oleh
Yuni Ikawati
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kondisi kebencanaan hidrometeorologi dan gempa tsunami di Indonesia tergolong sangat berat sehingga banyak menimbulkan korban jiwa. Untuk menekan kerugian harta benda dan korban jiwa perlu pengembangan sistem pemantauan dan skenario peringatan dini bencana. Sarana efektif yang diperlukan dalam hal ini adalah satelit pemantau kebencanaan.
Hal ini disampaikan Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam The 9th Asia/Oceania Meteorological Satellite Users Conference (AOMSUC), di Jakarta, Senin (8/10/2018).
Konferensi yang diadakan hingga Kamis (11/10/2018) ini diikuti oleh operator dan pengguna satelit observasi dari 41 negara. Tujuannya untuk meningkatkan kapasitas pengguna satelit dalam pengolahan data untuk keperluan meteorologi dan oseanografi. Dalam konferensi ini juga ditampilkan perkembangan teknologi satelit terkini.
Lebih lanjut Dwikorita mengatakan, pada Mei telah dilaksanakan pertemuan di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang dihadiri pimpinan dari Badan Informasi Geospasial (BIG), BMKG, dan lembaga lain yang bergerak di bidang bencana.
“BMKG mengusulkan pengoperasian satelit khusus untuk bencana. Ini sudah saatnya. Dengan munculnya beragam bencana ada jutaan jiwa yang berpotensi terdampak. Diperlukan teknologi yang dapat mengamankannya,” tuturnya.
Dwikorita mengatakan, satelit dapat memberikan rekonfirmasi melalui pemantauan kemunculan dan penjalaran gelombang pasang yang muncul pascagempa tektonik yang bersumber di zona subduksi lempeng di laut. Satelit juga dapat memverifikasi kemunculan gelombang untuk memastikan kebenaran peringatan dini yang dikeluarkan.
Di darat, katanya, sudah terpasang sensor pemantau gempa. Namun, saat kejadian bencana sensor itu kadangkala rusak sehingga tidak bisa memberikan data. Pada kejadian gempa Palu, sensor berfungsi namun tidak dapat mengirim informasi.
Apabila di-back up dengan satelit khusus yang dapat mendeteksi penjalaran gelombang, ini dapat mengatasi persoalan. Idealnya, satelit yang diperlukan tidak hanya yang dapat memantau data spasial, tetapi juga satelit komunikasi yang bisa mem-back up apabila jaringan antena Base Transceiver Station (BTS) rusak karena guncangan gempa.
“Harusnya ini (pengadaan satelit ) dapat dipercepat,” kata Dwikorita.
Saat ini, untuk peringatan dini bencana cuaca, satelit yang sering digunakan BMKG adalah satelit Himawari. Satelit ini untuk memberikan peringatan dini cuaca ekstrem tiga hingga enam jam sebelum kejadian. Satelit ini juga dapat memberikan peringatan dini potensi siklon tropis selama beberapa hari sebelum kejadian. Ini contoh penerapan data satelit dalam melindungi masyarakat.
BMKG mulai bergabung dengan AOMSUC mulai tahun 2016. Keterlibatan BMKG dalam organisasi ini sesuai dengan Undang-Undang Nomer 31 Tahun 2009. BMKG bertanggung jawab untuk memberikan layanan informasi terkait meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika. Ini dalam rangka untuk memenuhi amanah pembukaan UUD 1945 melindungi bangsa dan tumpah darah Indonesia.
Untuk dapat melindungi jutaan warga Indonesia dari ancaman bencana hidrometerologi dan geofisika, diperlukan teknologi termasuk persatelitan yang maju dan berkembang.
Dengan bergabung dengan AOMSUC, BMKG dapat meningkatkan kapasitas SDM di BMKG 70 persen generasi milenial diharapkan dapat mengejar lompatan teknologi ini untuk meningkatkan layanan bagi masyarakat.