JAKARTA, KOMPAS – Pengenalan tokoh nasional menjadi agenda rutin untuk pameran temporer di museum. Perjuangan tokoh-tokoh tersebut diharapkan dapat menjadi teladan bagi masyarakat, khususnya generasi muda.
Sarmidi Mangunsarkoro adalah salah satu tokoh pendidikan nasional yang ditampilkan di Museum Sumpah Pemuda, Jakarta. Sarmidi adalah Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan pertama di Indonesia yang menjabat pada 1949-1950. Pada masa jabatannya, ia merumuskan undang-undang pendidikan nasional pertama di Indonesia. Itu tercantum dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia.
Sarmidi lahir di Surakarta pada 1904. Ia adalah salah satu tokoh Sumpah Pemuda. Pada Kongres Pemuda ke-II pada Oktober 1928, ia menyampaikan pidato berjudul Pentingnya Pendidikan Kebangsaan bagi Pemuda. Perhatian dan perjuangannya terhadap pendidikan nasional dianggap sebagai nilai yang dapat diteladani.
“Generasi muda perlu mengenal tokoh bangsanya, nilai-nilai perjuangannya, sepak terjangnya, dan juga buah pemikirannya. Pada era Sumpah Pemuda, Sarmidi juga adalah pemuda berusia 24 tahun. Kami harap generasi muda bisa terinspirasi darinya,” kata Kepala Subdirektorat Permuseuman Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dedah Rufaedah Sri Handari. Ia menyampaikan itu pada Pembukaan Pameran Tokoh Sarmidi Mangunsarkoro di Jakarta, Rabu (3/10/2018).
Pameran tokoh Sarmidi Mangunsarkoro berlangsung di Museum Sumpah Pemuda pada 3 Oktober hingga 3 November 2018. Pameran ini adalah bagian peringatan Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada 28 Oktober.
Sebelumnya, pameran serupa juga digelar untuk mengenalkan tokoh-tokoh nasional. Pada 2016, tokoh yang ditampilkan adalah Bapak Kepanduan Indonesia, Moewardi. Selain itu, tokoh perempuan di Kongres Pemuda II, Emma Poeradiredja juga ditampilkan pada 2017.
“Tokoh nasional patut diteladani oleh generasi muda untuk membangun karakter bangsa yang kuat,” kata Dedah.
Agar pesan tersebut sampai ke masyarakat, pengelola Museum Sumpah Pemuda bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan DKI Jakarta. Dari kerja sama itu, 213 SMP dan SMA di DKI Jakarta diberi surat rekomendasi untuk mengunjungi Museum Sumpah Pemuda.
Menurut Kepala Museum Sumpah Pemuda Huriyati, target jumlah pengunjung untuk pameran ini adalah 8.000 orang. Pada 2016, target 5.000 pengunjung berhasil dicapai. Karenanya, Ia optimistis target jumlah pengunjung tahun ini akan tercapai.
“Biasanya di Hari Sumpah Pemuda, para siswa dan masyarakat ramai berkunjung ke museum, terlebih di hari Sabtu dan Minggu,” kata Huriyati.
Menurut Huriyati, ada sekitar 90 tokoh Sumpah Pemuda. Rencananya, pameran serupa akan dilakukan setiap tahun dengan menampilkan tokoh-tokoh yang berbeda.
Tempat belajar
Minat para siswa terhadap museum masih tergolong tinggi. Siswa SMA Fons Vitae 1 Jakarta, Ditha Angelica Anindtiha (17), Valencia (16), dan Paula Dolorose (17) misalnya. Mereka bertiga mengaku masih sering mengunjungi museum. Rata-rata, mereka dapat mengunjungi museum sebanyak satu hingga tiga kali dalam sebulan.
“Biasanya ada tugas kelompok dari sekolah karena itu kami ke museum. Tapi, saya pun suka ke museum. Menurut saya itu seru,” kata Ditha. Beberapa museum yang telah mereka kunjungi antara lain dalah Museum Bank Indonesia, Naskah Proklamasi, dan Bank Mandiri.
Menurut Dedah, minat pemerintah telah berupaya agar museum semakin diminati oleh masyarakat. Salah satu upaya itu adalah dengan menerapkan museum virtual. Hal ini sudah diterapkan di Museum Nasional dan Museum Kepresidenan RI Balai Kirti. Menurut rencana, Museum Sumpah Pemuda akan menerapkannya pada 2019. (SEKAR GANDHAWANGI)