Pemerintah Daerah Diharapkan Membuat Peta Mikrozonasi
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah daerah yang wilayahnya rawan gempa diharapkan membuat peta mikrozonasi gempa. Peta ini mesti dijadikan dasar dalam perencanaan tata ruang kota sehingga risiko bencana bisa diminimalkan.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, belum semua jalur sesar di wilayah Indonesia terpetakan. Padahal, ini perlu diketahui agar risiko gempa bisa dikurangi.
“Pemerintah daerah yang daerahnya rawan gempa harus membuat peta mikrozonasi. Dengan peta mikrozonasi, akan diketahui berapa potensi terjadinya gempa,” kata Sutopo di Jakarta, Senin (1/10/2018).
Menurut Sutopo, peta mikrozonasi ini perlu dijadikan dasar dalam perencanaan tata ruang kota. Jika ingin membangun di jalur gempa, konstruksinya harus disesuaikan. Pilihan ini memang lebih mahal, tetapi lebih aman.
Sutopo merujuk kepada dua lokasi perumahan padat yang rusak parah akibat gempa-tsunami di Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9/2018) sore. Perumnas Balaroa dan Perumnas Patobo di Kota Palu dibangun sangat dekat dengan jalur sesar Palu-Koro.
Perumnas Balaroa berjarak 2,6 kilometer dari jalur sesar Palu-Koro. Perumnas Patobo lebih dekat lagi ke jalur itu, yaitu sekitar satu kilometer dari jalur sesar. Akibatnya, 1.747 unit rumah di Balaroa dan 744 unit rumah di Patobo rata dengan tanah akibat gempa.
Tidak hanya itu, di Perumnas Balaroa terjadi tanah amblas. Sementara itu, di Perumnas Patobo terjadi likuifaksi (pencairan) tanah yang menyebabkan banyak rumah tertimbun lumpur hitam. Kondisi ini juga menyulitkan tim pencarian dan penyelamatan (SAR) gabungan dalam mengevakuasi para korban.
“Perumnas Balaroa dan Perumnas Patobo berada di jalur gempa. Harusnya tidak boleh kompleks perumahan yang begitu padat berada di jalur sesar. Dengan konstruksi bangunan yang masih sangat terbatas. Terjadi gempa besar, ancamannya tinggi,” kata Sutopo.
Sutopo menambahkan, pihaknya selalu mengimbau pemerintah daerah untuk memprioritaskan penanggulangan bencana dalam kebijakannya. Mitigasi yang baik akan mengurangi jumlah korban dan kerugian akibat bencana.
Banyak hilang
Tiga hari setelah gempa dan tsunami melanda Sulawesi Tengah ada 90 orang yang dilaporkan masih hilang. Tim SAR gabungan terus melakukan evakuasi, pencarian, dan penyelamatan terhadap korban.
“Sembilan puluh orang tersebut dilaporkan hilang, takni di Kelurahan Pantoloan Induk 29 orang, Kabupaten Donggala 17 orang, dan Kecamatan Tawaeli 44 orang,” kata Sutopo.
Berdasarkan data BNPB hingga Senin siang, korban jiwa mencapai 844 orang, yaitu Kota Palu sebanyak 821 orang (744 orang terindentifikasi), Kabupaten Donggala 11 orang, Kabupaten Parigi Moutong 12 orang. Adapun di Kabupaten Sigi belum diketahui karena komunikasi masih terputus.
“Korban meninggal dimakamkan secara massal setelah dilakukan identifikasi cepat dengan difoto wajah dan ciri-ciri tubuh korban,” ujarnya.
Prosesi pemakaman tetap sesuai kelaziman, yaitu laki-laki dan perempuan dipisahkan. Lokasi pemakaman massal disiapkan di TPU Paboya Kota Palu yang bisa menampung 1.000 kantong jenazah.
Sebanyak 632 orang korban luka berat dirawat di rumah sakit. Sementara itu, di Palu, 48.025 orang berada di tempat pengungsian yang tersebar di 103 titik. Jumlah pengungsi di daerah lainnya belum diketahui. (YOLA SASTRA)