PEMALANG, KOMPAS – Proses sengketa yang terjadi di setiap pemilihan umum biasanya membutuhkan biaya yang besar. Berbagai alat bukti perlu dikirimkan ke Mahkamah Konstitusi, seperti kotak suara berisi form plano hasil hitungan turus dan berita acara salinan rekap hasil dari tiap tempat pemungutan suara yang sengketa. Agar lebih efisien, sistem plano elektronis yang saat ini dikembangkan bisa menjadi solusi.
Dalam peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan secara Elektronik menyebutkan, peradilan perlu dilakukan dengan sederhana, cepat, dan berbiaya ringan. Untuk itu, pembaruan sistem pelayanan administrasi perkara di pengadilan perlu dilakukan jika ada hal yang menghambat tujuan tersebut. Salah satunya dengan administrasi perkara elektronis.
“Pengiriman form plano bertanda tangan digital sudah menjadi bukti hukum yang sah pada proses sengketa hasil pemilu di MK (Mahkamah Konstitusi). Pengirimannya dengan cara, foto form C1 diunggah langsung dan ditanda tangani digital oleh KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) yang bertanggung jawab di TPS terkait perhitungan tally (turus),” ujar Ketua Program Sistem Pemilu Elektronik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Andrari Grahitandaru di sela-sela peninjauan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Kabupaten Pemalang di Pemalang, Jawa Tengah, Minggu (23/9/2018).
Pengiriman form plano bertanda tangan digital sudah menjadi bukti hukum yang sah pada proses sengketa hasil pemilu di MK (Mahkamah Konstitusi).
Melihat kasus sengketa pemilu pada 2014 lalu, lanjut Andrari, area Gedung Mahkamah Konstitusi sempat dipenuhi banyak truk berisi kotak-kotak pemilu. Kotak pemilu itu berisi form Plano, daftar hadir, dan bukti lain seperti berita acara salinan rekap hasil berupa form C1 dari berbagai daerah. Proses sengketa pemilu ini pun mengakibatkan penyelenggaraan pemilu menjadi lebih mahal.
Ia menambahkan, teknologi informasi dan komunikasi dapat mendukung sengketa pemilu, secara lebih cepat, transparan, dan akuntabel. Saat ini, proses e-plano atau plano elektronis ini sudah diterapkan untuk sebagian TPS pada saat Pilkada di Sulawesi Selatan dan Pilkades Kabupaten Pemalang yang berlangsung di 172 desa. Rencananya, sistem ini akan dilakukan kembali pada Pilkada 2023 di Sulawesi Selatan dan Jawa Barat.
Lebih efektif
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir menyampaikan, sistem pemungutan suara secara elektronis akan terus didorong. Selain e-plano, penerapan e-voting, e-verifikasi, dan e-rekapitulasi juga sangat efektif dan efisien dalam mewujudkan pemilu yang jujur, adil, dan cepat.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE telah memastikan, segala aktivitas dan proses yang memakai teknologi informasi dan komunikasi dengan tujuan memberi rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi penggunanya dilindungi hukum. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 menyebutkan, informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya adalah alat bukti hukum yang sah dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.
“Pemanfaat teknologi informasi untuk pemungutan suara yang sudah berlangsung di beberapa Pilkades ini membuktikan pemilihan bisa menjadi lebih cepat, mudah, transparan dan akuntabel,” kata Nasir.
Bupati Pemalang Junaedi berpendapat, sistem pemungutan suara dengan elektronis tak banyak menimbulkan masalah. Jumlah daftar pemilih tetap (DPT) yang terlibat dalam Pilkades di Kabupaten Pemalang justru meningkat. “Jumlah DPT naik dari sebelumnya sekitar 60 persen jadi lebih dari 70 persen,” ujarnya.
Ia menambahkan, sosialisasi sejak jauh hari serta pelatihan bagi sumber daya manusia yang bertugas menjadi kunci utama agar pelaksanaan berjalan lancar. Selain itu, sistem elektronis ini juga dinilai menjadi sarana edukasi masyarakat untuk melaksanakan pemilihan umum yang bersih dan adil.