BOGOR, KOMPAS – Xylarium Bogoriense 1915 atau Perpustakaan Kayu yang berada di Bogor, Jawa Barat, kini menyimpan 185.647 spesimen kayu dari berbagai daerah di Indonesia. Keberadaannya menjadi dokumentasi berbagai koleksi keragaman jenis kayu Indonesia yang bermanfaat bagi identifikasi kayu untuk keperluan riset maupun penegakan hukum.
Dalam identifikasi sementara pada spesimen tersebut tercatat ada 3.667 spesies dari 785 marga dan 110 suku. Jumlah spesimen akan terus ditambah dari kontribusi perguruan tinggi, perusahaan kayu, lembaga riset, pemerintah daerah, LSM, dan pengelola kesatuan pemangku hutan.
Asal spesimen yang sangat dibutuhkan saat ini yaitu berasal dari pulau-pulau kecil dan Papua karena masih sangat minim koleksinya. “Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sangat mendukung pengembangan koleksi Xylarium Bogoriense 1915 ini dengan meminta seluruh gubernur untuk berkontribusi menambah koleksi spesimen di xylarium,” kata Dwi Sudharto, Kepala Pusat Litbang Hasil Hutan, Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Selasa (18/9/2018) di Bogor, Jawa Barat.
Permintaan kepada gubernur melalui surat Menteri LHK pada 10 Agustus 2018 itu ampuh meningkatkan arus pengiriman spesimen ke Xylarium Bogoriense 1915. Pada Juli 2018, xylarium mengoleksi 67.864 spesimen kini melonjak menjadi 185.647 spesimen.
Jumlah spesimen kayu Xylarium Bogoriense ini telah dilaporkan ke IAWA (International Association of Wood Anatomis). Dengan demikian, menempatkan Xylarium Bogoriense 1915 pada peringkat empat dunia di bawah Leiden, Belanda dengan 125.000 spesimen, Forest Product Laboratory USDA di Amerika Serikat sebanyak 105.000 spesimen, dan the Royal Museum of Central Africa di Belgia sebanyak 69.000 spesimen.
Selain dari internal KLHK, dukungan pun datang dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang meminta seluruh kampus berfakultas/berprogram studi kehutanan mendirikan xylarium serta mengirimkan spesimen ke Xylarium Bogoriense 1915.
Hal itu dilakukan mengingat database kayu dalam xylarium menjadi tulang punggung dalam pembuatan Alat Identifikasi Kayu Otomatis (AIKO) yang dikembangkan Balitbangnov KLHK bersama Pusat Penelitian Informatika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dengan biaya riset dari Kemristekdikti sejak dua tahun terakhir.
Krisdianto Sugiyanto, peneliti pada Laboratorium Anatomi Kayu Puslitbang Hasil Hutan KLHK mengatakan sebagian tambahan spesimen kayu saat ini masih dalam ruang karantina. Pihaknya bersama peneliti anatomi kayu lain masih mengecek ulang identifikasi jenis kayu sebelum masuk ke xylarium.
Ia pun menyarankan agar spesimen kayu nonkomersial juga dilengkapi spesimen bunga/daun yang sekaligus melengkapi koleksi herbarium setempat. Spesimen bunga/daun ini bermanfaat untuk tambahan acuan data bila petugas kesulitan menentukan jenis kayu.
Menurut rencana, pada kegiatan Festival Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Tingkat Nasional dan Pameran Usaha Kehutanan pada 23 September 2018 di Lintang Sewu Mangunan, Yogyakarta,Menteri LHK mendeklarasikan Xylarium Bogoriense sebagai xylarium nomor satu di dunia yang ditandai dengan penandatangan prasastinya oleh Presiden.
Di Indonesia, Xylarium Bogoriense merupakan satu-satunya xylarium yang telah tercatat dalam Index Xylariorum, Institutional Wood Collection sejak 1975 dengan kode BZFw. Perpustakaan kayu (Xylotheque) yang terdapat di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan ini dibangun sejak tahun 1914 oleh lembaga Proef station voor het Boschweze (Stasiun Penelitian Kehutanan) selama penjajahan Belanda. Xylarium Bogoriense ini satu dari 184 xylarium di dunia yang terdapat di 60 negara.
Koleksi kayu Xylarium Bogoriense tersimpan dalam pangkalan data dengan ciri-ciri anatomi makro dan mikro untuk penyusunan kunci identifikasi kayu. Nantinya, diharapkan xylarium ini menjadi penunjang bagi penelitian DNA, struktur nano, dan kandungan aktif selulosa nano.
Selama ini, xylarium ini telah menjadi rujukan identifikasi kayu bagi penegak hukum, bea cukai, industri perkayuan, praktisi dan akademisi. Diharapkan, xylarium juga menjadi pusat data citra kayu terintegrasi dari berbagai wilayah di Indonesia sehingga bisa menjadi acuan dalam pendataan dan pemetaan jenis-jenis kayu di Indonesia.