JAKARTA, KOMPAS – Bencana kekeringan melanda 11 provinsi di Indonesia sejak bulan Januari sampai bulan September 2018. Pemerintah daerah perlu mengantisipasi kekeringan dengan memetakan sumber-sumber air untuk cadangan saat musim kemarau di masa mendatang. Sumber air cadangan perlu dikelola agar mencukupi kebutuhan air masyarakat ketika dilanda kekeringan saat musim kemarau.
Provinsi yang dilanda kekeringan sampai saat ini adalah Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara.
“Antisipasinya, pemerintah daerah bekerja sama dengan dinas-dinas terkait agar sumber-sumber mata air cadangan terpetakan. Kajiannya bisa dari dinas irigasi,” kata Kepala Seksi Pengorganisasian Pos Komando Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Senin (11/9/2018).
Pembangunan tampungan air perlu dilakukan karena menurut studi yang dilakukan Bappenas tahun 2007, sekitar 77 persen kabupaten dan kota di Indonesia defisit air bersih. Studi itu menunjukkan, dalam setahun, defisit air terjadi antara satu hingga delapan bulan di berbagai wilayah di Indonesia.
Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan, pembangunan penampungan air perlu dilakukan agar kekeringan bisa diantisipasi dengan baik. Sutopo mengatakan, upaya jangka panjang untuk mengatasi kekeringan, antara lain dengan membangun waduk. Waduk berfungsi sebagai sumber pengairan sawah saat musim kemarau. Hal ini diharapkan mampu menekan puso saat musim kemarau.
Pemerintah daerah di Jawa Timur akan membuat instalasi pipa dari sumber air ke tempat yang setiap tahun dilanda kekeringan. Selain itu, akan dibuatkan pompa air dan geomembran yang bisa digunakan ketika masa kering.
“Selain itu, pemerintah mengupayakan rehabilitasi hutan dan daerah aliran sungai. Pembangunan jaringan air bersih dan meningkatkan pembangunan embung dilakukan untuk mengantisipasi kekeringan di masa mendatang,” ujar Sutopo.
Upaya jangka pendek
Pemerintah daerah telah mengirim air bersih melalui mobil tangki. Jika dijumlahkan, total air bersih yang dikirim untuk wilayah yang dilanda kekeringan di 11 provinsi sebanyak 32.415.915 liter.
Jawa Tengah merupakan wilayah dengan titik kekeringan terbanyak, yakni 28 kota/kabupaten yang mengalami kekeringan. BNPB memperkirakan lebih dari 850.000 orang terdampak kekeringan.
Di NTB, diperkirakan lebih dari 1,2 juta jiwa terdampak kekeringan di Sembilan kota. Namun, jumlah air yang disalurkan sebanyak 50.000 liter. Menurut Sutopo, gempa bumi turut merusak jaringan pipa air bersih sehingga pasokan air berkurang.
“Saat ini di pengungsian mengandalkan pada bantuan distribusi air dari mobil tangki air, bak penampungan air dan sumur bor yang dibangun pemerintah. Wilayah NTB, sesungguhnya sudah mengalami kekeringan dan krisis air sebelum terjadi bencana gempa bumi. Dengan adanya bencana gempa, maka dampak kekeringan bagi penduduk menjadi lebih meningkat,” kata Sutopo.
BNPB menyiapkan anggaran dana siap pakai Rp 50 miliar untuk mengatasi kekeringan di seluruh Indonesia. Bantuan itu bersifat darurat seperti suplai air, pengadaan tandon air, sewa mobil tangki air, pembangunan bak penampung air, pembangunan sumur bor dan hal lain yang bersifat darurat.
Sutopo mengatakan, kekeringan pada tahun 2018 ini tidak berdampak signifikan terhadap ketahanan pangan. Pertanian yang mengalami puso jumlahnya tidak banyak, sehingga tidak berdampak pada produksi pangan secara nasional. (SUCIPTO)