SURABAYA, KOMPAS — Guru Besar Ilmu Antropologi Ragawi Universitas Airlangga, Surabaya, Habil Josef Glinka, yang tutup usia pada Kamis (30/8/2018) malam, mewariskan kekayaan berharga pengabdiannya seumur hidup sebagai ilmuwan berupa koleksi buku kepada Unair. Warisan berupa buku itu sudah dituliskan almarhum dalam surat wasiat pada 2016.
Pada Juni tahun itu, Glinka, pria Kaukasus bertubuh tinggi besar kelahiran Polandia, sudah memutuskan bahwa ia ingin menghibahkan koleksi bukunya kepada Unair. Demi memperkaya Unair sebagai pusat studi antropologi ragawi, yang ia sendiri menjadi perintis dan pendirinya.
Suko Widodo dari Humas Unair menjelaskan, Jumat (31/8/2018), di Surabaya, Prof Glinka, demikian ia dipanggil, memberi jejak mendalam pada studi antropologi ragawi saat bersama koleganya mendirikan Pusat Studi Antropologi Sosial FISIP Unair pada 1985. Koleganya adalah Lie Gwan Liong, yang kemudian dikenal sebagai Guru Besar Antropologi Budaya dengan nama ”nasional” Adi Sukadana. Bersama-sama, keduanya merintis berdirinya studi antropologi di Unair.
Pada minggu-minggu awal, bersama Adi Sukadana, Prof Glinka mengajar hingga 14 jam per minggu. Ia mengajar bukan hanya di FISIP, melainkan juga di Fakultas Kedokteran (FK) dan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Unair. Prof Glinka lantas dikenal sebagai antropolog ragawi, sementara Adi Sukadana sebagai antropolog budaya.
Selama 27 tahun mengembangkan antropologi di Unair, tepatnya pada 2012, Prof Glinka meminta pensiun karena alasan fisik yang tak lagi kuat untuk naik turun tangga. Meski begitu, ia masih sering dimintai dosen ataupun mahasiswa untuk konsultasi, sharing keilmuan, penguji eksternal dalam ujian doktor, hingga mengisi seminar. Habil Josef Glinka SVD tutup usia pada Kamis (30/8/2018) malam di Rumah Sakit Katolik Vincentius A Paulo, Surabaya.
Semasa hidup, Prof Glinka banyak memberikan sumbangsih akademik untuk perkembangan antropologi bukan hanya di Unair, melainkan di Indonesia. Bersama Adi Sukadana, Prof Glinka merintis berdirinya Program Studi Antopologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair pada 1985.
Prof Glinka meraih gelar profesor dari Universitas Jagiellonian, Krakow, Polandia, pada 1977. Ia adalah antropolog lulusan Adam Mickiewicz University, Poznań, Polandia, yang secara kebetulan menulis disertasi doktoral mengenai Indonesia. Pastor lulusan Seminari Tinggi SVD di Pieniezno, Polandia, pada 1957 itu mengajar di Seminari Tinggi Ledalero, Flores, sejak tahun 1966 sampai 1985.
Tahun 1984, atas persetujuan Prof Glinka, Adi Sukadana menulis surat untuk pimpinan Prof Glinka yang ditujukan di Roma. Setelah disetujui, pada Februari 1984, Prof Glinka lantas pindah ke Surabaya hingga tutup usia pada umur 86 tahun, Kamis kemarin.
Prof Glinka juga dikenal sebagai seorang poliglot, menguasai lebih dari satu bahasa. Ada sembilan bahasa yang Prof Glinka mengerti. Ada empat di antara sembilan bahasa itu yang benar-benar ia kuasai. Adalah bahasa Jerman dan Polandia yang didapatnya sejak bayi. Selain itu, ada bahasa Indonesia, Inggris, Ibrani, Yunani, dan Perancis.