JAKARTA, KOMPAS — Upaya pengurangan emisi karbon pada Perjanjian Paris akan mulai berlaku tahun 2020. Untuk mencapainya, masyarakat dilibatkan dalam upaya pengurangan emisi karbon melalui aksi Rise for Climate. Aksi ini terutama untuk mendorong pemerintah agar menggunakan energi terbarukan, seperti angin, air, dan surya.
Sebanyak 326 organisasi di 71 negara akan bergabung dalam aksi global serentak, Rise for Climate, pada 8 September 2018. Di Indonesia, ada lebih dari 18 aksi yang akan dilakukan di 11 kota, seperti Jakarta, Malang, Samarinda, dan Bogor. Aksi tersebut antara lain berupa diskusi publik dan penanaman pohon.
Sebanyak 326 organisasi di 71 negara akan bergabung dalam aksi global serentak, Rise for Climate, pada 8 September 2018.
”Kami ingin para pemimpin memilih energi bersih dalam menanggulangi perubahan iklim. Kita menyatukan semua elemen masyarakat di Indonesia untuk bergerak,” kata penanggung jawab Rise for Climate sekaligus Juru Kampanye Komunitas 350.org Indonesia Devin Maeztri, di Jakarta, Selasa (28/8/2018).
Menurut Devin, upaya pengurangan emisi karbon harus dilakukan semua pihak sebab isu perubahan iklim merupakan masalah lintas sektor. Perubahan iklim dapat memengaruhi beberapa hal, seperti pertanian, perikanan, dan politik. Hal ini bahkan dapat memicu terjadinya migrasi penduduk yang terdampak oleh krisis lingkungan atau dapat disebut climate refugee.
Aksi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan memicu terjadinya gerakan akar rumput terhadap isu perubahan iklim. Dengan begitu, masyarakat dapat menjadi agen perubahan dari skala mikro dan memiliki posisi tawar terhadap pemerintah.
”Kalau banyak yang bergerak, pemerintah akan melihat ini sebagai suatu permintaan. Pemerintah dapat didorong untuk melakukan sesuatu,” kata Devin.
Mendorong pemerintah
Aksi ini dilakukan dalam rangka menyambut Konferensi Iklim Global yang akan berlangsung pada 12-14 September 2018 di California, Amerika Serikat. Selain itu, aksi Rise for Climate ini juga mendorong pemerintah untuk memenuhi Perjanjian Paris.
Aksi Rise for Climate ini juga mendorong pemerintah untuk memenuhi Perjanjian Paris.
Perjanjian Paris merupakan komitmen internasional untuk mengurangi emisi karbon. Perjanjian ini telah ditandatangani oleh 171 negara, termasuk Indonesia.
”Aksi ini adalah momentum yang bagus sebagai panggilan untuk bangun (wake up call) kepada semua orang,” kata wakil dari World Wildlife Fund (WWF) Indonesia, Achmed Shahram.
Program energi terbarukan Indonesia berencana untuk mencapai target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025. Namun, persentase yang berhasil dicapai hingga tahun ini 7-8 persen. Angka ini dilihat dari sejumlah variabel, salah satunya panas bumi.
Menurut Devin, ada tiga energi terbarukan yang potensial di Indonesia, yaitu angin, air, dan surya. Ketiga energi tersebut dianggap bersih, berkelanjutan, dan lebih murah apabila dibandingkan dengan energi nuklir.
Selain itu, ketiga energi terbarukan tersebut dianggap lebih ramah lingkungan apabila dibandingkan dengan energi fosil, seperti minyak bumi dan batubara, dalam memproduksi listrik.
Ada tiga energi terbarukan yang potensial di Indonesia, yaitu angin, air, dan surya. Ketiga energi tersebut dianggap bersih, berkelanjutan, dan lebih murah apabila dibandingkan dengan energi nuklir.
Data dari Pusat Data dan Teknologi Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian ESDM Tahun 2016 mencatat, emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor energi meningkat 2,43 persen per tahun pada 2000-2015.
Pada 2015, emisi GRK sektor energi mencapai 261,89 juta ton karbon dioksida. Angka ini dihasilkan sejumlah variabel, yaitu BBM sebesar 64 persen, batubara 16 persen, gas 12 persen, dan LPG sebesar 8 persen. (SEKAR GANDHAWANGI)