Anak-Anak pun Antusias Menyaksikan Gerhana Bulan Total
JAKARTA, KOMPAS -- Fenomena Gerhana Bulan total terus memikat warga. Masyarakat dari dewasa hingga anak-anak masih terbangun untuk menyaksikan fenomena ini.
JAKARTA, KOMPAS -- Fenomena Gerhana Bulan Total ada Sabtu (28/7/2018) dini hari memikat masyarakat untuk menyaksikannya secara langsung. Masyarakat dari dewasa hingga anak-anak tetap terjaga untuk menyaksikan fenomena ini.
Semakin malam, pengunjung yang datang ke Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan Teknologi (PP-Iptek) di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur semakin ramai. Anak-anak pun masih semangat untuk menyaksikan fenomena Gerhana Bulan Total (GBT).
Alif (5), salah satu pengunjung di PP-Iptek mengatakan sangat senang dapat melihat bulan melalui teropong. Ia pun menyukai benda-benda langit sejak satu tahun lalu ketika berkunjung ke Sky World bersama ibunya, Hermita (35).
"Ini datang karena Alif yang mau. Meski sudah waktunya tidur, Alif tetap mau datang ke PP-Iptek buat lihat bulan," kata Hermita.
Tidak sekadar menyukai, Alif pun dengan lancar menyebutkan nama-nama planet secara berurutan. Menurut ibunya, kemampuan anaknya ini akan terus ia arahkan dengan mendaftarkannya pada klub-klub astronomi.
Selain hafal urutannya, Alif pun tau ciri-ciri planet. "Aku mau jadi astronot. Nanti aku mau tinggal di planet yang paling dingin, Neptunus," kata Alif.
Selain Alif, ada juga Alogo (10) yang bercita-cita menjadi astronot. Ia datang bersama ibunya, Yunita (47).
"Aku suka liat benda-benda langit. Kalau dudah besar nanti, aku mau jadi astronot," kata Alif sambil menunggu antrean melihat bulan lewat teropong.
Terlama
Ketua Asosiasi Science Center Indonesia PP-Iiptek, Mochammad Syachrial Annas, mengatakan bahwa fenomena GBT merupakan fenomena masuknya bulan ke dalam bayangan bumi (umbra). Dalam posisi ini, bulan akan masuk ke dalam bayangan bumi dalam waktu terlama yaitu sekitar 103 menit.
"Fenomena GBT pada 28 Juli merupakan gerhana bulan kedua yang terjadi tahun 2018, sebelumnya terjadi pada bulan Januari," kata Syachrial, Jumat (28/7/2018).
Pada saat gerhana, penampakan bulan menjadi berwarna merah. Hal ini disebabkan adanya pembiasan cahaya matahari oleh atmosfer bumi.
Fenomena GBT berlangsung sejak pukul 00.14 WIB hingga pukul 06.28 WIB. Sedangkan Puncak gerhana terjadi pada pukul 02.30 WIB hingga 04.13 WIB.
Puncak gerhana pada GBT kali ini berdurasi terlama. Hal ini dikarenakan bulan berada pada jarak terjauh dari bumi (apogee). Selain itu, dalam posisi ini, bulan dikatakan minimoon.
Jarak yang jauh menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk melintasi umbra menjadi lebih lama. Selain itu, jarak yang jauh menyebabkan penampakan bulan terlihat berukuran lebih kecil (bulan mini atau mikro).
Menurut Staf Sub Divisi Program Pendidikan PP-Iptek, Sri Wahyu Cahya Ningsih, GBT kali ini merupakan gerhana dengan durasi terlama di abad ke-21. Sebelumnya pernah terjadi sejak tahun 2001 dan akan kembali terjadi pada tahun 2100.
Selain itu, pada tahun 2019 juga akan terjadi fenomena lain, yaitu Gerhana Cincin. Fenomena ini terjadi karena piringan bulan akan menjadi lebih kecil dibandingkan piringan matahari.
Perbedaan antara GBT kali ini dengan GBT bulan Januari adalah ukuran penampakan bulan. GBT pada Januari terjadi pada saat bulan berada dekat dengan bumi sehingga penampakannya menjadi lebih besar (bulan super).
"Fenomena GBT kali ini termasuk istimewa, durasi puncak yang lama terjadi lagi kurang lebih 100 tahun lagi," kata Sri saat konferensi pers, di gedung PP-IPTEK, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Jumat (27/7/2018).
Fenomena GBT kali ini termasuk istimewa, durasi puncak yang lama terjadi lagi kurang lebih 100 tahun lagi
Pada fenomena GBT kali ini, tidak hanya bulan yang terlihat namun ada juga Venus, Jupiter, dan Saturnus. Kesempatan ini pun dapat dinikmati masyarakat dengan mata telanjang.
Menurut Sri, tempat paling bagus untuk menyaksikan GBT adalah di tempat yang polusi cahayanya sedikit. Jika dibandingkan dengan kota, maka GBT akan terlihat lebih bagus di pegunungan atau pantai.
"Misalnya, di kota-kota besar yang memiliki banyak bangunan dengan intensitas lampu tinggi, polusi cahaya pun semakin tinggi sehingga langit akan terlihat redup," kata Sri.
Menurut Sri, selain untuk melihat fenomena GBT, PP-IPTEK juga ingin mengedukasi anak-anak agar dapat tertarik pada sains. Harapannya, anak-anak yang menjadi penerus bangsa dapat tertarik dan mempelajari ilmu pengetahuan alam. (Dionisia Gusda Pramidita Putri / Sharon Patricia)