JAKARTA, KOMPAS — Pencahayaan yang pas akan membuat hasil foto menjadi lebih baik. Namun, cahaya alami (cahaya matahari) tidak selalu memberikan terang yang sesuai dengan hasil foto.
Menurut fotografer senior Kompas, Arbain Rambey, cahaya buatan dipakai ketika cahaya alami yang tersedia tidak mencukupi. Selain itu, cahaya buatan juga digunakan untuk membuat efek sesuai keinginan fotografer.
”Apabila menggunakan cahaya alami, fotografer tidak dapat mengarahkan dan mengubah cahaya. Namun, dengan cahaya buatan, fotografer dapat mengatur sendiri tentang arah, kekuatan lampu, warna, serta waktu memotretnya,” kata Arbain, dalam kelas fotografi pencahayaan buatan, di Gedung Kompas, Jakarta, Sabtu (21/7/2018).
Ada tiga jenis pencahayaan buatan elektronik. Pertama, flash yang merupakan kumpulan dari lampu-lampu terang dalam satu titik. Kedua, continue light, contohnya, bohlam. Ketiga, semi-continue, misalnya lampu neon tunggal.
Menurut Arbain, pencahayaan buatan tidak hanya memberi terang, tetapi juga dapat menampilkan sisi tegas, galak, bahkan lembut dari obyek yang difoto. Dengan kata lain, cahaya akan membangun karakter dari obyek tersebut.
Teori Ember
Untuk mendapatkan pencahayaan yang pas, perlu adanya pengaturan secara manual. Dalam memotret, diperlukan pengaturan ISO, speed, dan diafragma sesuai dengan kebutuhan foto.
ISO merupakan sensitivitas kamera untuk menangkap cahaya. Speed adalah kecepatan kamera menangkap cahaya. Sementara diafragma adalah bukaan kamera untuk banyaknya cahaya yang masuk.
Arbain menjelaskan teknik segitiga ISO, speed, dan diafragma melalui Teori Ember. Analoginya, ISO sebagai ember, speed adalah kecepatan air yang keluar, dan keran sebagai diafragma.
Untuk memenuhi ember tersebut, maka semakin lebar keran dibuka, waktu yang dibutuhkan pun semakin singkat. Begitu pun sebaliknya.
”Sama dengan foto, semakin tinggi speed-nya, maka untuk membuat cahaya yang masuk semakin banyak, harus memperbesar diafragma,” kata Arbain.
Misalnya, memotret orang saat malam di puncak dengan latar belakang lampu-lampu dari bangunan. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengunci ISO di tingkat rendah, yaitu 100-400. Kemudian, apabila speed di 60 dan diafragma 5,6, maka hasilnya orang akan terlihat jelas. Namun, latar belakang menjadi gelap.
”Untuk membuat orang dan latar belakangnya terlihat, maka yang perlu dilakukan adalah mengurangi speed. Dari speed awalnya 60, maka dikurangi menjadi 30 hingga 15. Dengan pengaturan ini, orang dan latar belakangnya akan terlihat,” kata Arbain.
Meningkat
Agassi (29), peserta, mengatakan bahwa ia ingin mendapat teknik bagaimana cara memotret lukisan dengan baik. Ia pun sudah sering meminta saran kepada Arbain Rambey dalam memotret.
”Dulu saya kerja memotret lukisan-lukisan. Tapi, menurut bos saya, hasilnya selalu jelek. Akhirnya saya berhenti kerja dan mulai menekuninya sendiri,” kata Agassi.
Hal ini senada dengan yang dikatakan peserta lain, Erry (50). Menurut dia, kelas fotografi ini telah menambah teknik fotografinya, khususnya mengenai pencahayaan.
Salah satu kunci foto bagus adalah kewajaran. Jika menggunakan flash, hasil foto harus tetap natural dan tidak terlihat menggunakan flash.
”Foto bagus adalah foto yang sesuai dengan target pembuatannya. Misalnya, apabila memotret makanan, maka hasilnya harus membuat orang tertarik untuk makan. Hal ini berarti foto makanan harus memberi rasa lewat mata,” kata Arbain. (SHARON PATRICIA)