Penggunaan Produk Digital Berlebih Beri Pengaruh Buruk Bagi Anak
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Jam tangan pintar yang berfungsi sebagai GPS dan panggilan telepon darurat untuk anak-anak. Dengan jam tangan ini, orang tua bisa mengetahui keberadaan anak, dan anak bisa menelepon orang tua. Namun, bila penggunaan produk digital terlalu berlebihan, justru rentan memberi pengaruh buruk pada anak.
JAKARTA, KOMPAS - Sikap orang tua yang menghabiskan waktu bersama keluarga dengan telepon genggam atau menonton televisi rentan mempengaruhi hubungan jangka panjang dengan anaknya. Anak-anak berpotensi lebih sering frustrasi, hiperaktif, merengek, merajuk atau tantrum.
Demikian hasil kajian Brandon T. Mc Daniel dari Illinois State University dan Jenny S. Radesky dari University of Michigan Medical School, Amerika Serikat. Kajian keduanya di jurnal Pediatric Research bisa diakses dari Springer Nature pada 13 Juni 2018.
Daniel dan Radesky menggunakan istilah, technoference untuk kebiasaan menggunakan produk digital secara berlebih ini. Istilah yang pertama kali dipopulerkan Daniel dan Coyne (2016) ini bisa dimaknai sebagai interupsi perangkat teknologi terhadap interaksi tatap muka sehari-hari.
Responden orang tua dalam kajian ini rata-rata menggunakan perangkat digital selama sembilan jam per hari. Sepertiga dari waktu ini dihabiskan untuk telepon pintar, yang karena portabilitasnya sering digunakan selama aktivitas keluarga seperti makanan, bermain, dan waktu jelang tidur. Padahal, semua waktu ini sangat penting dalam membentuk perilaku sosial-emosional anak. Orang tua memiliki lebih sedikit percakapan dengan anak-anak mereka dan rentan marah ketika anak-anak mencoba mendapatkan perhatian mereka.
Penelitian ini melibatkan 172 keluarga atau total 337 orang tua yang memiliki anak usia lima tahun atau lebih muda. Orang tua menilai perilaku internalisasi anak mereka seperti seberapa sering merajuk atau betapa mudahnya perasaan mereka terluka, serta perilaku eksternal mereka, seperti betapa marah atau mudahnya frustrasi mereka. Orang tua juga melaporkan tingkat stres dan depresi mereka sendiri, dukungan yang mereka terima dari mitra mereka, dan penggunaan media untuk anak mereka. Dalam hampir semua kasus, satu perangkat atau lebih mengganggu interaksi orang tua-anak pada tahap tertentu di siang hari.
Perangkat digital biasanya diberikan pada anak agar lebih tenang. Namun, hasil survei menunjukkan bahwa taktik ini memiliki kekurangan. Penggunaan perangkat elektronik justru menghalangi orang tua untuk memberikan dukungan emosional dan umpan balik positif kepada anak-anak mereka. Perangkat digital ini pada akhirnya menambah tingkat stres orang tua, yang kemudian mengarah pada pelarian penggunaan lebih banyak teknologi, dan siklus terus berlanjut.
"Hasil penelitian ini mendukung gagasan bahwa hubungan orang tua penganut technoference dan perilaku anak yang sulit diatur bersifat timbal balik dan saling mempengaruhi sepanjang waktu,” ujar McDaniel. “Dengan kata lain, orang tua yang memiliki anak dengan persoalan sulit diatur menjadi lebih gampang stres, di mana hal ini akan membuat mereka memberikan perangkat digital, padahal hal itu akan menambah masalah.”
Raddesky menambahkan, anak-anak yang berperilaku buruk seringkali dalam rangka mendapatkan perhatian orang tua. Pemberian perangkat digital itu akan semakin menjauhkan mereka dari kasih sayang orang tua sehingga akan terlihat semakin sulit diatur.
Dalam kajian Daniel dan Coyne di jurnal Psychology of Popular Media Culture (2016) ditemukan bahwa, pasangan yang terpapar technoference juga lebih sering mengalami konflik, depresif, dan jarang merasa bahagia. Kajian tersebut dilakukan terhadap 143 pasangan. Berdasarkan dua kajian ini disimpulkan bahwa, penggunaan teknologi digital secara berlebihan, terutama saat waktunya beraktivitas dengan keluarga akan berdampak buruk secara psikis, baik terhadap anak maupun pasangan hidup.