TAKENGON, KOMPAS — Loyang Mendale, tempat penemuan kerangka manusia prasejarah, di Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh diusulkan sebagai situs cagar budaya. Penetapan sebagai situs cagar budaya sangat penting agar pengelolaannya lebih baik dan pemanfaatan hasil penelitiannya lebih maksimal.
Ketua Tim Peneliti Balai Arkeologi Medan Ketut Wiradnyana, Senin (21/5/2018), di lokasi penelitian Loyang Mendale mengatakan, bukti kehidupan prasejarah yang ditemukan di Loyang Mendale merupakan sejarah dan peradaban bangsa yang perlu dirawat.
Bukti kehidupan prasejarah yang ditemukan di Loyang Mendale merupakan sejarah dan peradaban bangsa yang perlu dirawat.
Terakhir, tim peneliti menemukan dua kerangka manusia prasejarah dalam kondisi utuh. Baik tengkorak, gigi, tulang rusuk, hingga tulang kaki dalam kondisi baik. Kerangka yang diperkirakan berusia 3.000 tahun itu diduga ras Mongolid penutur Austronesia.
Dengan demikian total kerangka manusia prasejarah yang ditemukan di Loyang Mendale menjadi 15 kerangka.
Kemarin, belasan anggota tim peneliti masih melakukan penggalian di tepi Danau Lut Tawar, Takengon. Lokasi penggalian berjarak 200 meter dari lokasi penelitian tahun sebelumnya.
Para peneliti juga menemukan gerabah dengan corak hias sapuan cat merah seperti yang pernah ditemukan di Ban Chiang, Thailand. Diduga manusia prasejarah yang hidup di Loyang Mendale adalah imigran dari Asia Tenggara.
Diduga manusia prasejarah yang hidup di Loyang Mendale adalah imigran dari Asia Tenggara.
Pecahan gerabah corak hias vertikal dan horizontal juga banyak ditemukan di lokasi penelitian. Pola hias pada gerabah itu menunjukkan manusia prasejarah memiliki seni yang tinggi. Tim juga menemukan gerabah dengan pola hias daun yang terlihat lebih rumit. Pola hiasnya hampir sama dengan gerabah Dongson, Cina bagian selatan.
Wiradnyana mengatakan, manusia prasejarah itu diduga menetapkan lama di Loyang Mendale. Pemilihan tinggal di tepi Danau Lut Tawar sangat logis, sebab ketersediaan air mencukupi. Diduga sepanjang tepi danau itu menjadi tempat aktivitas manusia prasejarah kala itu. "Masih banyak ceruk yang belum diteliti di sepanjang danau," kata Wiradnyana.
Tiga ras
Hingga kini di Loyang Mendale telah ditemukan tiga ras kerangka manusia prasejarah dengan usia 8.000 tahun, 4.000 tahun, dan 3.000 tahun. Ketiga ras tersebut hidup bersama. Meski berbeda ras mereka hidup rukun. Hal itu dikuatkan oleh temuan kerangka dalam posisi yang teratur, bukan serampangan.
"Artinya mereka mati bukan karena perkelahian, tetapi dikuburkan dengan baik," kata Wiradnyana.
Wiradnyana mengatakan penelitan masih akan dilanjutkan tahun depan dengan fokus pada aspek geologi dan manusia.
Meskipun ada temuan kerangka bersejarah, kondisi lokasi penelitian Loyang Mendale terlihat tidak terawat dengan baik. Kotak penggalian hanya dipagar menggunakan jaring bekas. Tidak ada petugas khusus yang menjaga lokasi tersebut. Karena itu, Wiradnyana berharap Loyang Mendale ditetapkan sebagai cagar budaya sehingga perawatan dan pemanfaatan dilakukan lebih tertata.
Kepala Bagian Pendidikan dan Penelitian Majelis Adat Aceh Tengah Joni mengatakan, hasil penelitian di Loyang Mendale sangat penting bagi sejarah perjalanan peradaban orang Gayo karena manusia prasejarah di Loyang Mendale diduga merupakan nenek moyang orang Gayo. Joni berharap Loyang Mendale dijadikan situs cagar budaya selain sebagai destinasi wisata dan lokasi penelitian.
Dihubungi terpisah, Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh - Sumatera Utara Bambang Sakti Wiku Atmojo mengatakan, Loyang Mendale sangat layak dijadi situs cagar budaya. Saat ini keberadaan tempat tersebut sedang dikaji oleh tim ahli cagar budaya nasional untuk kelayakan penetapan sebagai situs cagar budaya.
Penetapan sebagai situs akan membuat pemeliharaannya lebih intensif karena pemerintah akan menunjuk juru pelihara khusus. Sementara untuk pemanfaatan, kata Bambang, tanpa ditetapkan sebagai situs, pemerintah setempat dapat menjadikannya destinasi wisata dan pusat penelitian.