JAKARTA, KOMPAS Pencarian pasien tuberkulosis yang tak tercatat di masyarakat dan membawanya ke fasilitas kesehatan untuk diobati sampai tuntas diintensifkan. Hal itu bertujuan memutus rantai penularan penyakit dan mencapai status eliminasi tahun 2030.
Menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono, dalam temu media, di Jakarta, Rabu (22/3), temuan kasus baru tuberkulosis dilakukan fasilitas milik pemerintah dan swasta. Layanan TB dilakukan terpadu dengan layanan kesehatan lain.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Wiendra Waworuntu menambahkan, pemerintah memiliki Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK). Itu dilakukan tenaga puskesmas dengan turun ke lapangan melakukan promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pencatatan, dan penelusuran kasus kesehatan.
“Penjangkauan kasus TB yang tak terlaporkan salah satunya dengan PIS-PK,” ujarnya. Kini baru ada 2.926 dari sekitar 9.000 puskesmas menjalankan PIS-PK. Namun sistem pelaporan terbangun belum optimal, sehingga berapa kasus TB ditemukan petugas belum tampak dengan baik.
Selain itu, organisasi masyarakat sipil yang mendampingi warga bisa berperan dalam pencarian kasus TB yang belum terlaporkan. Penjangkauan oleh ormas ini perlu disinergikan dengan sistem pencatatan di pemerintah.
Ada 1,02 juta kasus baru TB di Indonesia, dan 420.000 orang di antaranya dilaporkan. Ada 600.000 kasus belum terlaporkan, karena antara lain pasien belum berobat, berobat di fasilitas kesehatan swasta tapi tak terlaporkan ke sistem di pemerintah.
Lebih lama
Dari total kasus TB, ada 0,3 persen atau 32.000 kasus TB kebal obat (multidrug resistant/ MDR) yang membutuhkan terapi lebih rumit dan waktu lebih lama. Selain fasilitas kesehatan dan ormas sipil, dukungan pengelola transportasi juga penting.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, Zulmafendi, menyatakan, pemanfaatan sarana transportasi publik, khususnya kereta api, untuk edukasi TB mendukung upaya pemerintah mengeliminasi TB 2030. Dalam catatan Kompas, tahun 2016 pengelola bus Transjakarta berpartisipasi dalam edukasi TB.
Penyakit TB termasuk infeksi disebabkan Mycobacterium tuberculosis. Penularan TB terjadi lewat percikan di udara. Pada bayi, TB bisa dicegah dengan vaksinasi BCG. Pencegahan juga bisa dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan, berperilaku hidup bersih dan sehat, memastikan rumah mendapat sinar matahari, dan memakai air bersih.
“Meski ada kuman kebal, TB bisa disembuhkan dengan berobat secara teratur dan menjaga kebersihan lingkungan. Pencegahan di ruang publik penting dengan tak batuk dan meludah sembarang,” kata Anung.
Sepekan lalu, perwakilan negara yang berada di wilayah kerja Organisasi Kesehatan Dunia Regional Asia Tenggara (WHO-SEARO) berkumpul di New Delhi, India, dalam rangka Delhi TB Summit. Dalam pertemuan yang dihadiri Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus itu, semua negara yang hadir bersepakat untuk melakukan akselerasi dan intensifikasi penemuan kasus guna mencapai target eliminasi tahun 2030.
Asia Tenggara yang dihuni seperempat populasi dunia justru juga menjadi rumah bagi 46 persen kasus TB global. Oleh karena itu, kemajuan dalam menggulangi penyakit TB di wilayah ini akan memiliki dampak yang besar untuk dunia.
“Terlalu banyak yang dipertaruhkan. Kita tidak boleh gagal. Harus diingat, perang melawan TB akan dimenangkan di level komunitas oleh perawat, dokter, masyarakat, tenaga dan kader kesehatan. Kita harus siapkan sumber daya yang mereka perlukan untuk menemukan setiap penderita TB, memeriksanya, dan membawanya berobat hingga tuntas,” tutur Tedros dalam pernyataan tertulisnya seperti dilansir di searo.who.int.
Di wilayah kerja WHO-SEARO, terdapat lebih kurang 2 juta kasus TB yang tidak terlaporkan dan 150.000 kasus TB resisten obat. Jumlah itulah yang secara tegas akan dijangkau tuntas oleh negara-negara di wilayah WHO-SEARO pada tahun 2020. Untuk mendukung itu, sumber daya manusia dan pendanaan pun ditingkatkan.