JAKARTA, KOMPAS — Seiring dengan perkembangan zaman, radikalisme memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Pendekatan yang sama, yaitu memanfaatkan kemajuan teknologi informasi, diperlukan untuk melawan wacana radikalisme yang tersebar.
”Dalam beberapa tahun terakhir, sosial media dibanjiri propaganda Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS). Bahkan, mereka memiliki divisi media resmi yang secara reguler menyebarluaskam video, berita, nasyid, ataupun pesan audio. Produk mereka dikemas dengan baik,” ujar pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP) Noor Huda Ismail di Jakarta, Rabu (14/3).
Noor mengatakan, wacana radikal tersebut harus diimbangi dengan berbagai wacana alternatif yang juga menggunakan media sosial. Kampanye antiradikalisme dapat juga dikemas dengan baik oleh media sosial.
”Hari ini, kami mengadakan lokakarta dengan peserta yang terdiri dari ustaz dan mantan narapidana teroris. Tujuannya agar mereka dapat berkomunikasi tanpa adanya batasan stigma,” ujar Noor.
Dalam salah satu sesi lokakarya tersebut, peserta diajak menyusun film pendek dengan tema dakwah yang jauh dari pesan radikalisme. Berbagai mazab dan ajaran agama coba dikemas lebih menarik melalui film.
Muhammad Ali Ghifar, pendiri Film Maker Muslim, mengatakan, film dapat lebih efektif menyampaikan pesan kepada masyarakat.
”Melalui film, seseorang lebih mudah belajar karena mereka tidak merasa diajari secara langsung,” kata Ali. (DD14)