Kontrol Faktor Risiko untuk Cegah Stroke
JAKARTA, KOMPAS-- Serangan stroke umumnya terjadi mendadak dan sangat cepat. Untuk itu, lebih baik mencegahnya dengan mengontrol faktor risiko yang memicu penyebab stroke.
Faktor risiko stroke antara lain, hipertensi, diabetes melitus, kolesterol tinggi, gangguan irama jantung, kurang olahraga, konsumsi alkohol, merokok, dan obesitas.
“Semakin banyak faktor risiko yang dimiliki, semakin rentan pula seseorang terkena stroke,” ujar Direktur Utama Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta, Mursyid Bustami, seusai konferensi pers “Strike Back at Stroke” di Jakarta, Sabtu (24/2).
Dari faktor risiko tersebut, kata Mursyid, hipertensi dan diabetes yang paling banyak memicu terjadinya stroke. Hal ini karena kualitas gaya hidup masyarakat yang semakin menurun. Tingkat stres yang semakin tinggi dan konsumsi makanan yang tidak terkontrol juga dapat memicu stroke.
Untuk itu, menjalankan pola hidup yang sehat harus dilakukan untuk mengontrol faktor risiko dari stroke, terutama bagi orang yang memiliki faktor keturunan stroke. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang bisa diturunkan.
Mursyid mengatakan, stroke terjadi saat pembuluh darah yang mengangkut oksigen dan bahan makanan ke otak tersumbat atau pecah. Menurut cara terjadinya, ada dua macam stroke, yaitu stroke iskemik (penyumbatan) dan stroke hemoragik (pendarahan).
“Untuk stroke iskemik, 13 persen pasiennya meninggal, sementara stroke hemoragik, angka kematiannya lebih tinggi yaitu 25-30 persen,” katanya.
Untuk stroke iskemik, 13 persen pasiennya meninggal, sementara stroke hemoragik, angka kematiannya lebih tinggi yaitu 25-30 persen
Stroke iskemik terjadi ketika aliran darah ke otak tiba-tiba terhambat, sedangkan stroke hemoragik terjadi akibat pembuluh darah di otak pecah sehingga darah mengalir ke rongga di sekitar jaringan otak. Kedua jenis stroke ini menyebabkan sel-sel dan jaringan otak mati karena tidak menerima oksigen dan bahan makanan dari darah.
Stroke termasuk jenis penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian di Indonesia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan, kasus stroke terus meningkat. Pada 2007 prevalensi penyakit stroke sebesar 8,3 per 1.000 penduduk, pda 2013 meningkat menjadi 12,1 per 1.000 penduduk.
Ketua Yayasan Indonesia Stroke Society, Adin Nulkhasanah, mengatakan, stroke menjadi penyebab kematian nomor tiga dan penyebab cacat permanen terbesar di Indonesia. Bahkan, menurutnya, usia penderita stroke ditemukan semakin lebih muda. “Stroke usia muda itu di bawah usia 44 tahun. Saat ini, usia sekitar 30 tahun sudah banyak yang ditemukan dengan stroke,” ujarnya.
Stroke menjadi penyebab kematian nomor tiga dan penyebab cacat permanen terbesar di Indonesia. Bahkan, usia penderita stroke ditemukan semakin lebih muda.
Adin mengatakan, waktu emas (golden time) penyakit stroke itu hanya sekitar 4,5 jam. Jika ada tanda-tanda peringatan terjadinya stroke, seperti tiba-tiba merasa lemas, sulit berbicara, gangguan penglihatan, gangguan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan, sakit kepala berat yang tiba-tiba, penderita harus segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan yang tepat.
Brain check-up
Untuk mendeteksi terjadinya stroke, salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan brain check-up atau pemeriksaan otak secara keseluruhan. Pemeriksan ini untuk mengetahui status kesehatan otak seseorang serta untuk mengantisipasi pengobatan yang harus diberikan setelah pemeriksaan.
Mursyid menuturkan, awalnya, dokter akan menanyakan riwayat kesehatan pasien dan dilanjutkan dengan pemeriksaan fungsi vital, seperti pengukuran tekanan darah, detak jantung, denyut nadi, kecepatan pernapasan, serta suhu tubuh. Setelah itu, pemeriksaan neurologi akan dilakukan, meliputi tes kesadaran, rangsangan saraf otak, motorik, sensorik, autonom, koordinasi, dan kemampun refleks.
Selanjutnya, pemeriksaan neurobehavior juga dilakukan. Pemeriksaan ini secara spesifik dapat melihat kemampuan fungsi otak. Baru setelah itu, pemeriksaan laboratorium dijalankan untuk mengidentifikasi faktor risiko stroke seperti penyakit gula, tinggi kolesterol, tinggi asam urat, kekentalan darah, atau faktor resiko lain. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) dan Computerized Tomography (CT) scan juga diberikan.
“Ketika dalam pemeriksaan ini teridentifikasi adanya faktor risiko, maka pengobatan bisa langsung dilakukan. Semakin cepat terdeteksi, waktu pengobatan semakin singkat dan obat yang diberikan juga semakin sedikit,” kata Mursyid. (DD04)