Sasaran Imunisasi Difteri di Lamongan dan Bojonegoro Capai 740.000 Orang
Oleh
ADI SUCIPTO KISSWARA
·4 menit baca
LAMONGAN, KOMPAS — Sasaran penerima imunisasi massal difteri di Kabupaten Lamongan dan Bojonegoro, Jawa Timur, mencapai 740.000 orang lebih. Besarnya angka sasaran karena Lamongan dan Bojonegoro dinyatakan dalam status kejadian luar biasa difteri.
Bupati Lamongan Fadeli, Rabu (7/2), menyatakan, pihaknya mencanangkan imunisasi massal, untuk warga berusia 0-19 tahun. Seiring hal itu, pemkab juga menggencarkan sosialisasi agar masyarakat menyadari pentingnya imunisasi dan bersedia diimunisasi
Tokoh agama dan masyarakat dilibatkan untuk meyakinkan warga bahwa imunisasi tidak bertentangan dengan agama. Ia berharap imunisasi difteri bisa menjangkau semua target sasaran sebagaimana imunisasi campak dan rubella (MR). Imunisasi MR di Lamongan mencapai 269.997 atau 110 persen dari target 247.233 anak usia 9 bulan-15 tahun.
Menurut Fadeli, selama ini masih ada masyarakat yang belum menyadari pentingnya imunisasi. Padahal, imunisasi dapat memperkuat kekebalan tubuh dari serangan penyakit.
Kepala Dinas Kesehatan Lamongan Taufik Hidayat mengatakan, di Lamongan ada 8 suspect difteri, 5 kasus pada 2017 dan 3 kasus pada 2018. ”Setelah ditetapkan KLB, akan ada tiga putaran ORI pada 2018, yakni Februari, Juli, dan Oktober,” katanya.
Target ORI di Lamongan lebih kurang 317.000 anak-anak usia 0-19 tahun. Imunisasi diberikan secara gratis dengan skema pendanaan 50 persen dibiayai pemerintah pusat dan 50 persen oleh Pemkab Lamongan. ”Jika di luar usia tersebut ingin imunisasi, dapat dilakukan dengan biaya sendiri,” kata Taufik.
Pemkab Bojonegoro juga mengambil langkah preventif menyusul status KLB difteri. Bahkan, pada ORI, Selasa (6/2) lalu, Bupati Bojonegoro Suyoto menjadi orang pertama yang mendapatkan imunisasi difteri.
Suyoto menyebutkan, imunisasi bisa dilakukan ke semua kalangan. Namun, khusus usia 0-19 tahun bebas biaya. Bagi yang berusia 19 tahun lebih bisa melakukan imunisasi secara mandiri, baik di rumah sakit maupun puskesmas yang menyediakan vaksin difteri.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro Ninik Susmiarti menyebutkan, sasaran ORI di Bojonegoro mencapai 326.130 anak usia 0-19 tahun. Imunisasi difteri dilakukan di pos pelayanan imunisasi, seperti posyandu, sekolah, ponpes, polindes, ponkesdes, pustu, dan puskesmas. Imunisasi massal digelar pada 1-28 Februari (putaran 1), 1-31 Juli (putaran 2), dan 1-30 November (putaran 3).
Menurut Ninik, penyebaran difteri bisa dicegah dengan vaksin atau imunisasi. Apabila ada gejala difteri seperti demam, keluar lendir atau dahak yang disertai bau, dan jumlahnya terus meningkat, pasien bisa segera diperiksakan ke puskesmas atau rumah sakit.
Di Gresik, berdasarkan data Dinas Kesehatan setempat, dalam kurun Januari-November 2017 tercatat ada 26 kasus suspect difteri.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Gresik Mukhibatul Khusnah menambahkan, rata-rata yang terjangkit penyakit adalah anak-anak. Pihaknya melakukan sosialisasi dan penyuluhan terkait imunisasi melibatkan kader posyandu dan organisasi masyarakat, seperti muslimat, fatayat, dan melibatkan tokoh agama. ”Yang terpenting harus ada kesadaran dari diri sendiri dan lingkungan terdekatnya,” katanya.
Namun, tim juga kerap menghadapi kendala dari pihak keluarga akibat ketidakpahaman tentang imunisasi. Bidan Desa di Gedang Kulut, Kecamatan Cerme, Aini Hidayah, mencontohkan, ayah ibu setuju anaknya diimunisasi, tetapi kakek neneknya melarang.
Ada juga yang memang menolak karena terkait keyakinan. ”Ada yang kakek neneknya marah-marah karena seusai diimunisasi anaknya main hujan-hujanan. Akhirnya demam sehingga mengira anak diimunisasi malah sakit. Padahal, demamnya karena main hujan. Akhirnya apabila ada imunisasi lagi menolak, tetapi dengan pendekatan dan penjelasan akhirnya mau juga,” kata Aini.
Di Desa Morudi, Kecamatan Cerme, ada 21 orangtua siswa di SD swasta menolak anaknya diimunisasi. Oleh bidan desa, surat pernyataan penolakan itu dikirim ke Puskesmas Cerme.
Pada November 2017, di Desa Suci, Kecamatan Manyar, ada anak usia lima tahun positif terkena penyakit yang disebabkan bakteri corynebacterium, tetapi yang bersangkutan sudah sembuh.
Kepala Dinas Kesehatan Gresik Nurul Dholam menyatakan, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501 Tahun 2010, jika ditemukan kasus difteria klinis (positif), pemerintah daerah menetapkan status kejadian luar biasa (KLB).
Pihaknya menggelar imunisasi massal di wilayah yang berpotensi terjadi penularan untuk mencegah penyebaran penyakit. Tahun ini lebih dari 300.000 anak usia 0-19 tahun menjadi sasaran imunisasi.