Peta yang menunjukkan dekatnya lokasi pertambangan emas Poboya di kawasan konservasi Taman Hutan Raya Sulawesi Tenggara dengan Kota Palu.
JAKARTA, KOMPAS — Kota Palu, Sulawesi Tengah, dinyatakan berada dalam kondisi darurat merkuri oleh Jaringan Advokasi Tambang. Berdasarkan penelitian, kandungan merkuri yang berasal dari pertambangan emas Poboya di kawasan konservasi Taman Hutan Raya Sulteng telah mencemari air, udara, dan tanah, hingga menjalar ke pusat permukiman kota.
Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah Ismail menyatakan, sekitar 400.000 warga hidup dalam paparan merkuri di Kota Palu, yang letaknya hanya sekitar 7 kilometer dari kawasan pertambangan Poboya, pada sebuah diskusi yang diinisiasi oleh Jatam, di daerah Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (22/9).
”Kandungan merkuri pada air di sejumlah titik pada 2010 tercatat 0,0036 ppm, jauh di atas ambang batas 0,0005 ppm. Data dari dinas kesehatan tahun 2014 menyatakan, 7 dari 10 sampel sumur baku mutu air bersih memiliki kadar merkuri 0,005 atau lima kali lipat di atas standar normal,” ujar Merah.
”Ditambah lagi, daerah resapan air dan pipa PDAM juga berada di daerah Poboya, di dalam kawasan tambang itu,” lanjutnya.
Kandungan merkuri pada air di sejumlah titik pada 2010 tercatat 0,0036 ppm, jauh di atas ambang batas 0,0005 ppm.
Sementara itu, paparan merkuri di udara Palu tercatat berkisar 20 hingga 5.900 nanogram/m³, sementara standar di Jepang sebesar 400 nanogram/m³. Penyebab udara mudah tercemar adalah lokasi pertambangan yang terletak di dataran tinggi sehingga merkuri terbawa angin ke permukiman yang terletak di dataran rendah.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Aktivitas tambang emas liar marak di hampir sepanjang sungai-sungai di wilayah Kabupaten Bungo, Jambi, seperti tampak dari udara, Minggu (27/8). Penegakan hukum mendesak dilakukan demi mengatasi pencemaran lingkungan dan kerusakan sungai dari praktik liar tersebut.
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Budi Haryanto, menyebutkan, tanah yang telah tercemar oleh merkuri akibat pertambangan baru bisa berfungsi normal kembali setelah 150 tahun.
Kita memproduksi racun sendiri, digunakan sendiri, hingga akhirnya mencemari diri dan lingkungan sendiri.
Gunung Poboya merupakan salah satu lokasi penambangan emas tradisional yang beroperasi sejak tahun 2009 hingga sekarang. ”Kita memproduksi racun sendiri, digunakan sendiri, hingga akhirnya mencemari diri dan lingkungan sendiri,” ucap Merah. (DD13)