logo Kompas.id
Ilmu Pengetahuan & TeknologiKendalikan Perdagangan Burung ...
Iklan

Kendalikan Perdagangan Burung Hantu

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Riset terbaru menunjukkan, film Harry Potter meningkatkan permintaan burung hantu sebagai satwa peliharaan di Indonesia. Para peneliti berharap perdagangan burung nokturnal ini dikendalikan sebagai langkah penyelamatan ekosistem di alam.Dalam film Harry Potter, burung hantu bernama Hedwig- jenis burung hantu salju-bertugas mengantar surat-surat. Di Indonesia, burung hantu yang hidup di alam liar telurnya diambil dari sarangnya untuk dipelihara.Sebelum cerita Harry Potter, masyarakat di Indonesia jarang memelihara burung hantu. Namun, kini, berbagai jenis burung hantu lokal diperjualbelikan di pasar burung. Hal itu diungkapkan Vincent Nijman dan Anne-Isola Nekaris dari Oxford Wildlife Trade Research Group di Inggris dalam jurnal Global Ecology and Conservation edisi 11 bulan Juli 2017, berjudul The Harry Potter effect: The rise in trade of owls as pets in Java and Bali, Indonesia.Di Indonesia, memelihara burung merupakan hobi populer tradisional, terutama masyarakat di Jawa dan Bali. Di Amerika Serikat, hanya 3 persen rumah tangga yang memelihara burung, sementara di Indonesia mencapai 20 persen. Nijman, profesor bidang antropologi di Oxford Brookes University, Inggris, mempelajari pasar burung di Indonesia selama 20 tahun. Sebelum tahun 2000, ia menjumpai 1-2 burung hantu, "(kini) Sering kami melihat lusinan hingga 30, 40, sampai 50 burung hantu," katanya dalam Livescience, 26 Juni 2017.Tujuh kali lipatUntuk mengetahui relasi peningkatan perdagangan burung hantu dengan popularitas Harry Potter, Nijman dan Nekaris menyurvei 109 populasi burung di 20 pasar di Indonesia dari tahun 2012 hingga 2016. Mereka menganalisis 30 tahun laporan pasar dan menghitung perdagangan pada periode 1979-2010. Dari data sekitar 400.000 burung hantu, Nijman dan Nekaris menemukan, sebelum 2001, tahun peluncuran film Harry Potter and the Sorcerer\'s Stone, burung hantu hanya 0,06 persen dari seluruh penjualan burung. Sejak 2008, menjadi lebih dari 0,43 persen atau lebih tujuh kali lipat. Ini diduga karena meningkatnya komunitas pencinta burung hantu di media sosial. Dari statistik, diperkirakan sekitar 12.000 burung hantu liar dijual tiap tahun. Jika tidak dikendalikan, Nijman khawatir ekosistem kehilangan predator hama pertanian, seperti tikus dan serangga. Untuk mengatasi perdagangan burung hantu, Nijman dan Nekaris mengusulkan, Pemerintah Indonesia menempatkan burung hantu pada daftar spesies yang dilindungi. Di Indonesia, hanya burung hantu Otus migicus beccarii (burung hantu biak) yang dilindungi melalui PP No 77 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. (ICH)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000