logo Kompas.id
Ilmu Pengetahuan & TeknologiLarang Iklan Rokok, Lindungi...
Iklan

Larang Iklan Rokok, Lindungi Generasi Muda

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Rokok yang mengandung candu nikotin dan ribuan zat berbahaya lain tidak layak diiklankan di media penyiaran, apalagi iklan dan promosi rokok terutama ditujukan untuk remaja dan anak muda bangsa ini. Pihak yang tidak setuju dengan pelarangan total iklan rokok di media penyiaran tidak pro pada perlindungan.Demikian pesan inti yang disampaikan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi; anggota Dewan Pengurus Bidang Hukum Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Muhamad Joni; dan anggota Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP), Muhamad Heychael, dalam temu media di Jakarta, Kamis (15/6).Joni mengatakan, rokok adalah barang legal yang tak normal karena mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan. Itu sebabnya, rokok dikenai cukai. Produk lain yang dikenai cukai adalah minuman keras, dan tidak ada iklan minuman keras di media penyiaran."Meletakkan argumen rokok sebagai barang legal sehingga berhak beriklan tidak tepat. Ada beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa rokok bersifat adiktif dan generasi muda harus dilindungi dari pengaruh produk adiktif ini. Misalnya, pada putusan soal peringatan kesehatan bergambar," ujar Joni.Berbagai studi memperlihatkan, iklan rokok mendorong tumbuhnya perokok pemula di kalangan anak muda. Iklan rokok menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda bangsa ini.Tulus menambahkan, dalam konteks yang normatif, rokok yang mengandung zat adiktif dan berbahaya bagi kesehatan tidak layak diiklankan. Dengan memberikan hak beriklan rokok, pemerintah telah memberikan kebebasan kepada industri rokok untuk menjual candu kepada masyarakat. "Dalam Undang-Undang Kesehatan sudah jelas bahwa rokok bersifat adiktif. Zat adiktif, kok, diiklankan. Dalam konteks perlindungan konsumen, iklan rokok sangat manipulatif," ujarnya.Anak-anak dan remajaStudi Universitas Muhammadiyah Prof DR Hamka (Uhamka) bersama Komisi Nasional Perlindungan Anak tahun 2007 menunjukkan, 97 persen anak mengaku melihat iklan rokok di televisi dan 46,3 persen remaja mengaku mulai merokok karena terpengaruh oleh iklan rokok. Lalu, 50 persen remaja perokok merasa dirinya seperti yang dicitrakan dalam iklan rokok.Saat ini, selain Badan Legislasi DPR yang telah mengubah klausul pelarangan menjadi pembatasan iklan rokok, industri penyiaran melalui Asosiasi Televisi Swasta Seluruh Indonesia juga mendukung pembatasan iklan rokok (Kompas, 5 Mei dan 14 Juni 2017).Sikap tersebut, kata Tulus, adalah sebuah kemunduran mengingat mayoritas negara di dunia telah melarang iklan rokok di media penyiaran. Di ASEAN pun hanya Indonesia yang belum melarang iklan rokok di media penyiaran.Heychael menambahkan, pelarangan iklan rokok sebenarnya merupakan bentuk perlindungan terhadap kelompok yang rentan, yakni anak-anak dan remaja, dari bahaya kesehatan akibat rokok. Jika iklan rokok hanya dibatasi, perlindungan terhadap kelompok rentan dari bahaya rokok menjadi minim, bahkan bisa dibilang tidak ada lagi.Dalam Revisi Undang-Undang Penyiaran, Komisi I DPR dinilai telah berperan maksimal dengan memasukkan klausul pelarangan total iklan di media penyiaran. Namun, Baleg justru menghilangkan klausul itu dan hanya menetapkan pembatasan iklan rokok. Baleg seharusnya hanya menjalankan fungsi harmonisasi, bukan mengubah substansi.Padahal, ujar Heychael, dalam lanskap media yang mengarah pada konvergensi, pembatasan iklan rokok tidak lagi relevan. Siaran televisi berikut iklan rokoknya masih bisa disaksikan di Youtube, misalnya, di luar pukul 21.30-05.00. (ADH)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000