JAKARTA, KOMPAS — Pasar perangkat gim di Indonesia menjanjikan. Hal ini terutama dipengaruhi menjamurnya komunitas penggemar dan pemain gim profesional di kota-kota besar.
Bisnis perangkat gim di Bhinneka bisa menjadi salah satu contoh. CEO Bhinneka Hendrik Tio di sela-sela acara Bhinneka e-Sports Zone, Sabtu (10/6) petang, di Jakarta, mengungkapkan, setiap tahun rata-rata pertumbuhan pendapatan Bhinneka dari hasil penjualan perangkat gim mencapai 40 persen.
”Bermain gim daring via komputer telah menjadi bagian gaya hidup kekinian. Penjualan komputer PC ataupun komputer jinjing sebenarnya tidak terlalu bagus. Akan tetapi, aksesori perangkat pendukung bermain gim daring justru meningkat,” ujarnya.
Menurut Hendrik, jumlah pemain gim di Indonesia mencapai puluhan juta orang. Itu termasuk pemain gim daring melalui perangkat komunikasi bergerak, seperti ponsel pintar.
Bhinneka e-Sport Zone merupakan kompetisi gim daring yang berlangsung di Ratu Plaza, Jakarta, mulai tanggal 5 Juni hingga 10 Juni. Kompetisi ini fokus pada gim Dota 2. Peserta kompetisi berjumlah 24 tim, setiap tim beranggotakan 5 orang. Dota 2 dipilih karena populer dan memiliki komunitas pemain profesional dalam jumlah besar.
Lembaga riset yang fokus pada gim, olahraga elektronik, dan kecerdasan digital, Newzoo, menyebutkan, industri gim Indonesia mencapai 321 juta dollar AS pada 2015 dan sekitar 600 juta dollar AS saat 2016. Pada tahun 2014 sendiri nilainya baru 180 juta dollar AS.
”Harga aksesori pendukung gim daring, seperti kibor, dijual mulai Rp 10 juta. Ada pula kursi seharga Rp 20-an juta. Untuk memenuhi kebutuhan pasar itu, kami jalin kemitraan dengan MSI global untuk menjual produk mereka, misalnya VR One yang dicari-cari komunitas pemain gim,” kata Hendrik.
Meski Indonesia tergolong pasar perangkat gim yang menjanjikan, kondisi industri konten gim lokal belum mampu bertumbuh pesat.
Deputi Akses Jaringan dan Permodalan Asosiasi Game Indonesia (AGI) Cipto Adiguno dalam acara Bekraf Financial Club yang digelar akhir Februari 2017 menyebut bahwa sumber permodalan pelaku industri konten gim paling banyak berasal dari dana pribadi. Sumber pendanaan dari bank hampir tidak pernah ada.
AGI memperkirakan, konten gim buatan industri lokal hanya menguasai kurang dari 10 persen dari total pangsa pasar Indonesia. Sisanya dikuasai asing.