logo Kompas.id
Ilmu Pengetahuan & TeknologiDeteksi Dini Talasemia
Iklan

Deteksi Dini Talasemia

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Beban ekonomi, medis, dan psikososial penyakit talasemia di Indonesia amat besar. Namun, penyebaran kelainan sel darah merah itu terus terjadi. Untuk memutus mata rantai penyebaran penyakit itu, pencegahan menjadi jalan terbaik melalui pemeriksaan talasemia secara masif.Pengajar Divisi Hematologi-Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Pustika Amalia Wahidiyat, memaparkan itu, pada temu media terkait Hari Talasemia Sedunia, Senin (8/5), di Jakarta. Hari Talasemia Sedunia diperingati setiap 8 Mei. Pencegahan bisa dilakukan pada keluarga pasien talasemia, pasangan akan menikah, pasangan sudah menikah, dan ibu hamil. "Menikah dan punya anak adalah hak. Namun, jika mengetahui status talasemia sebelum menikah, saat menikah dan punya anak bisa lebih siap," ujarnya. Talasemia ialah kelainan sel darah merah, diturunkan dari orangtua ke anak dan keturunannya. Pada pasien talasemia, rantai protein pembentuk sel darah merah tak diproduksi sehingga sel darah merah mudah pecah. Pasien talasemia jadi anemia sehingga butuh transfusi darah rutin untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi.Jika orangtua membawa sifat talasemia, potensi lahir anak pembawa sifat talasemia 50 persen, anak sehat 25 persen, dan anak dengan talasemia mayor 25 persen. Jika salah satu orangtua membawa sifat, kemungkinan lahir anak sehat 50 persen dan 50 persen kemungkinan membawa sifat. Jika salah satu orangtua talasemia mayor, semua anak dilahirkan membawa sifat.Transfusi darahPenderita talasemia mayor butuh transfusi darah seumur hidup. Mereka umumnya diketahui sejak bayi dengan gejala pucat, lemah, lesu, kerap sakit, dan kadang perut buncit. Adapun pembawa sifat talasemia biasanya tak bergejala dan tampak normal. "Tantangan periksa talasemia ialah mengajak orang tampak sehat untuk diperiksa dan membayar sendiri pemeriksaannya," ujarnya. Menurut Ketua Yayasan Thalasemia Indonesia Ruswandi, data YTI menunjukkan, ada 8.011 penderita talasemia mayor di Indonesia. Jika tak dicegah, beban Indonesia kian berat. "Dengan 8.011 pasien talasemia mayor saja, kebutuhan darah 18 juta cc per tahun. Bagaimana jika ada 100.000 penderita," katanya. Namun, banyak warga tak tahu soal talasemia dan warga yang tampak sehat sulit diajak menjalani pemeriksaan. Padahal, biaya pemeriksaan Rp 400.000 per orang, jauh lebih rendah dibandingkan biaya terapi talasemia tanpa komplikasi mencapai Rp 400 juta per orang per tahun.Amalia menambahkan, di negara lain seperti Inggris, Italia, Yunani, dan Siprus, program pencegahan yang dilakukan sejak 1972 menekan jumlah kasus talasemia mayor hampir ke angka nol persen. "Pemerintah Malaysia dan Thailand mewajibkan warganya periksa dan menanggung biayanya. Di Iran dan Yunani, ada kebijakan membolehkan aborsi bagi kehamilan di bawah 17 minggu jika janin kena talasemia mayor," ucapnya.Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Lily Sriwahyuni Sulistyowati mengatakan, talasemia menyedot biaya Jaminan Kesehatan Nasional. Pada 2014 biaya terapi talasemia dibayar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Rp 215 miliar dengan 60.929 kasus, pada 2015 naik jadi Rp 415,7 miliar dengan kasus 108.451, tahun 2016 naik jadi Rp 476,6 miliar dan 122.474 kasus.Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menyebut, prevalensi talasemia 1,5 persen. Aceh jadi provinsi dengan prevalensi tertinggi, yakni 13,4 persen, DKI Jakarta (12,3 persen), dan Sumatera Selatan (5,4 persen). (ADH)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000