logo Kompas.id
Ilmu Pengetahuan & TeknologiImplementasi Bangunan Tahan...
Iklan

Implementasi Bangunan Tahan Gempa di Nias Masih Rendah

Oleh
· 3 menit baca

GUNUNGSITOLI, KOMPAS — Implementasi bangunan tahan gempa di daerah tektonik aktif, seperti di Pulau Nias, Sumatera Utara, masih sangat rendah. Pada saat bersamaan, bangunan tradisional yang tahan gempa semakin ditinggalkan. Jika gempa besar kembali terjadi, dikhawatirkan akan kembali memicu jatuhnya banyak korban. Gempa 12 tahun lalu di Nias menewaskan lebih dari 1.000 orang. "Masalahnya pada perspektif masyarakat yang belum sadar pada pentingnya bangunan tahan gempa. Ingatan kita cenderung pendek," kata Yunieli Zebua, Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Nias di Gunungsitoli, Kamis (30/3). Menurut Yunieli, tiga tahun terakhir pihaknya sudah menyosialisasikan bangunan tembok tahan gempa dan melatih tukang bangunan di Nias. Ini dilakukan atas dukungan Japan International Cooperation Agency dan World Seismic Safety Initiative. "Kami sudah latih sekitar 150 tukang agar bisa membangun tahan gempa. Memang ada yang sudah mengikuti, tapi masih sangat kurang," katanya. Yunieli mengatakan, mekanisme izin mendirikan bangunan (IMB) belum bisa dipakai untuk mengontrol kualitas bangunan. "Untuk bangunan-bangunan publik atau bangunan pemerintah yang ada gambar desainnya masih bisa dikontrol, tetapi bangunan rakyat susah. Saya khawatir bakal banyak yang roboh lagi kalau ada gempa," ujarnya. Mayoritas rumah di Indonesia, termasuk di Nias, berupa bangunan rakyat yang dibangun tanpa arsitek, hanya mengandalkan tukang. Padahal, penelitian ahli konstruksi bangunan rakyat tahan gempa Teddy Boen, 81 persen dari 30,2 juta rumah di perkotaan di Indonesia berada di zona gempa kuat. Di perdesaan, sekitar 85 persen dari 30,8 juta rumah di zona gempa kuat. Buruknya kualitas bangunan di Indonesia bisa dilihat dari tingginya kerusakan dari beberapa kali gempa. Contohnya gempa berkekuatan M 6,5 di Pidie Jaya, Aceh, Desember 2016, yang merusak ratusan bangunan dan menewaskan 104 orang. Padahal gempa berkekuatan M 7,8 di Selandia Baru pada November 2016 hanya merusak sedikit bangunan dan menewaskan dua orang. Kepala Museum Pusaka Nias Nataalui Duha mengatakan, rumah-rumah tradisional Nias sebenarnya terbukti tahan gempa. Dalam gempa 2005, rumah-rumah tradisional dari kayu yang rata-rata sudah berumur ratusan tahun ini kebanyakan masih berdiri dan hanya mengalami kerusakan kecil. Eko Ary Yanto Zebua, Camat Gunungsitoli Barat yang juga pemilik rumah tradisional Nias, mengatakan, saat gempa 2005 rumah keluarganya yang dibangun pada 1937 itu hanya mengalami kerusakan kecil. Padahal, banyak rumah tembok di sekitar rumahnya yang ambruk. "Sejak itu, masyarakat percaya bahwa rumah tradisional ini lebih kuat menghadapi gempa," kata Eko. Sekalipun demikian, ujarnya, untuk membangun rumah tradisional Nias butuh biaya mahal, apalagi mencari bahan baku kayu yang baik semakin sulit. Biaya perawatannya juga tinggi. (AIK)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000