Jakarta, Kompas Aksi menyemen kaki yang dilakukan masyarakat petani dari daerah Pegunungan Kendeng di depan Istana Merdeka di kawasan Monumen Nasional, Jakarta, sudah berhenti pada Selasa (21/3). Namun aksi terus berlanjut dengan aksi cor semen dan orasi di lapangan yang dilakukan para relawan pendukung. Mereka berasal dari berbagai kelompok masyarakat, mulai dari organisasi LSM, hingga mahasiswa.
Panji Laksono, mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (FMIPA) jurusan Biologi Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa IPB, Rabu (22/3), di kawasan Monas Jakarta mengatakan, "Kami dari BEM se-Jabodetabek-Banten sudah bersepakat untuk mendukung ini, karena ini menyangkut isu pertanian. Sengaja kami membela petani, membela rakyat dan turun sejak awal."
Mereka menyampaikan tiga tuntutan, yaitu mendesak Presiden Joko Widodo menutup pabrik semen di Rembang, Jawa Tengah, sesuai tuntutan petani dan menindaklanjuti keputusan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang tidak melaksanakan putusan Mahkamah Agung. Mahasiswa yang dikoordinir BEM IPB mencakup sejumlah universitas se-Jabodetabek-Banten. Mereka akan bergilir hadir dalam aksi mendukung petani Kendeng di kawasan Monas di seberang Istana Merdeka.
Ganjar menerbitkan izin baru kepada PT Semen Indonesia setelah izin lama yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung pada Oktober 2016.
Kelompok mahasiswa lainnya, yaitu dari Universitas Satya Negara Indonesia (USNI). Denny dari Fakultas Teknik USNI mengatakan, "Apa yang terjadi ini tidak wajar. Secara hukum mereka sudah menang, namun justru ada kebijakan lain yang mengkhianati hukum, malah keluar izin baru. Kami mau tunjukkan solidaritas. Sudah ada yang meninggal, lalu mau menunggu sampai berapa lagi korban jatuh?"
Sementara itu Tiasri Wiandani dari perwakilan buruh perempuan menegaskan, bahwa apa yang dialami petani Kendeng adalah isu rakyat termarjinalkan. Rakyat termarjinalkan itu adalah petani, buruh, masyarakat miskin kota, petani, dan nelayan.
"Negara tidak hadir untuk masyarakat termarjinalkan, karena lebih berpihak pada investor yang membawa investasi berkedok pembangunan yang tidak melibatkan masyarakat. Masyarakat hanya menjadi obyek pembangunan tidak menjadi subyek," ujarnya.
Beberapa persoalan yang dihadapi masyarakat termarjinalkan yaitu: upah murah buruh, penggusuran warga miskin kota, perampasan perahu, penghancuran alam dan sumber daya alam dengan menghancurkan lahan petani. "Alat produksi rakyat dirampas atau dihancurkan," katanya.
Isu Kendeng menurut dia adalah isu rakyat dan isu sumber daya alam. Sementara kemauan politik (political will) pemerintah dipertanyakan. "Korporasi amat mengancam rakyat karena ada persekutuan dengan eksekutif atau legislatif atau keduanya," tambahnya.
Setiap hari masyarakat sipil berkoordinasi untuk menentukan siapa yang akan menjadi sukarelawan untuk disemen kakinya.