logo Kompas.id
Ilmu Pengetahuan & TeknologiSistem Buka-Tutup untuk...
Iklan

Sistem Buka-Tutup untuk Terumbu Karang

Oleh
· 2 menit baca

KALABAHI, KOMPAS — Rusaknya terumbu karang akibat metode pengambilan hasil sumber daya bahari yang tidak ramah lingkungan menjadikan masyarakat suku Baranusa di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, menerapkan tradisi pelestarian alam mereka. Sistem hading mulung yang hilang selama 30 tahun terakhir digunakan kembali untuk melarang eksploitasi pada wilayah tertentu."Hading mulung berarti buka-tutup. Kerja sistemnya adalah ada perairan di Pulau Lapang seluas 146,22 hektar yang ditutup selama satu tahun sejak Oktober 2016," ujar Raja Baranusa XVI Mangkup Radjo Baso, di Kalabahi, Alor, Senin (20/3) malam.Suku Baranusa menempati lima dari tujuh desa di Kecamatan Pantar Barat. Mereka tinggal di Pulau Pantar, Pulau Kura, Pulau Lapang, dan Pulau Batang. Mayoritas warga adalah nelayan.Kepala Seksi Pengelolaan Ruang Laut Dinas Perikanan Provinsi NTT Isaak Angwarmase mengatakan, sebelum hading mulung diterapkan, tidak ada aturan tentang cara menangkap ikan di wilayah tersebut. "Nelayan dari sejumlah wilayah menggunakan pukat dan bom demi menangkap ikan sebanyak-banyaknya," katanya.Akibatnya, terumbu karang rusak parah. Selain ikan, fauna laut khas Alor seperti udang lobster (Homarus gammarus), kerang kima (Pinctada maxima), dan siput lola (Tectus niloticus) makin berkurang jumlahnya. "Sumber makanan warga juga berkurang," kata Mangkup.Melihat hal tersebut, Mangkup selaku tetua adat bekerja sama dengan Pemerintah Kecamatan Pantar Barat dan WWF Indonesia mencari jalan keluar bagi masalah ini. Ia kembali menggali tradisi suku Baranusa yang sudah terlupakan sejak tahun 1980-an. Dalam hal ini, kata Camat Pantar Barat Mashuri Uba, pemerintah juga melakukan pembagian wilayah. Wilayah pertama yang dikelola pemerintah bersifat tertutup dan tak boleh dilewati kapal, apalagi dieksploitasi. Wilayah kedua disebut sebagai wilayah pemanfaatan, dikelola oleh warga Baranusa. Hading mulung diterapkan di wilayah ini, warga yang melanggar dikenai sanksi sosial. Adapun wilayah ketiga adalah wilayah penyangga, digunakan untuk pertanian rumput laut dan pemancingan. Hading mulung diterapkan dari Oktober 2016 hingga Oktober 2017. Wilayah akan dibuka untuk dipanen pada November 2017. Selama wilayah ditutup, pegiat dari WWF Indonesia melakukan penyuluhan kepada warga tentang cara menangkap ikan dan mengelola wisata bahari yang ramah lingkungan. (DNE)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000