Aurora Tidak Hanya Terlihat di Bumi
Aurora atau kilauan cahaya indah mudah ditemukan di dekat Kutub Utara atau Kutub Selatan Bumi. Namun, keindahan fenomena langit itu juga ditemukan di sejumlah planet lain di Tata Surya.
Masyarakat di sekitar kutub Bumi berpeluang menyaksikan aurora, kilauan cahaya dengan warna dominan hijau yang menari-nari di langit. Jika badai Matahari yang menjadi sumber terjadinya aurora berlangsung dahsyat, maka aurora yang terlihat pun akan makin intens dan mampu menjangkau wilayah yang jauh dari kutub.
Sebutan aurora untuk kilauan cahaya indah ini berasal dari nama dewi fajar dalam mitologi Romawi, Aurora. Dalam mitologi Yunani, dia disebut sebagai Eos. Muncul dan bergeraknya sinar Eos ke langit dari sungai Okeanos atau Oceanus menjadi tanda bermulanya hari dan berakhirnya kegelapan malam.
Aurora berpeluang terlihat selama musim dingin, saat waktu malam menjadi sangat panjang dan sinar Matahari yang kuat tidak menghalangi kilauan cahaya aurora. Aurora yang terlihat di Kutub Utara disebut Aurora Borealis dan yang tampak di Kutub Selatan dinamakan Aurora Australis.
Karena itu, wisatawan yang ingin melihat aurora harus pergi ke wilayah yang paling dekat dengan kutub, minimal di daerah lingkar kutub atau wilayah yang memiliki garis lintang lebih besar dari 66,5 derajat lintang utara atau lebih dari 66,5 derajat lintang selatan. Selain itu, waktu pengamatan terbaik adalah di puncak musim dingin saat Matahari di wilayah tersebut tidak akan pernah terlihat.
Meski sangat besar, aurora Yupiter justru lebih sulit diamati dengan mata telanjang karena sebagian besar cahaya aurora Yupiter dipancarkan dalam panjang gelombang nonvisual.
Namun karena lingkar kutub selatan dikelilingi oleh laut, maka lokasi terbaik melihat aurora adalah di dekat Kutub Utara. Sejumlah wilayah yang menjadi langganan untuk wisata pengamatan aurora antara lain di kawasan Lapland Finlandia, Kiruna Swedia, atau Tromso di Norwegia. Kondisi ini juga membuat dokumentasi Aurora Borealis lebih banyak dibandingkan Aurora Australis.
Aurora terjadi karena partikel dari angin Matahari menumbuk selubung magnet atau medan magnet Bumi. Setelah tumbukan tersebut, partikel Matahari itu akan diarahkan oleh medan magnet Bumi untuk bergerak sesuai garis medan magnet Bumi menuju Kutub Utara magnet Bumi atau Kutub Selatan magnet Bumi.
Lokasi kutub magnet Bumi itu berbeda dengan kutub geografis Bumi walau saling berdekatan. Untuk Kutub Utara magnet Bumi pada 2020, sesuai data World Magnetic Model (WMM), ada di 86,50 derajat lintang utara dan 164,4 derajat bujur timur. Lokasi Kutub Utara magnet Bumi itu sejak tahun 1900 hingga sekarang terus bergeser dari wilayah Kanada ke Siberia, Rusia.
Selain dibawa ke kutub magnet Bumi, partikel Matahari berenergi tinggi itu akan terionisasi dan menyala jika bertumbukan dengan partikel-partikel yang ada di atmosfer Bumi. Menurut ilmuwan keplanetan di Badan Eksplorasi Antariksa Jepang (JAXA), James O’Donoghue, seperti dikutip Livescience, 31 Mei 2022, beda partikel atmosfer Bumi yang ditumbuk akan menghasilkan warna cahaya yang berbeda pula.
”Jika partikel yang ditumbuk adalah oksigen, maka akan menghasilkan aurora dengan warna merah dan hijau. Namun, jika yang ditumbuk adalah nitrogen, maka akan menghasilkan cahaya aurora berwarna biru atau ungu,” katanya.
Lontaran partikel Matahari yang menumbuk medan magnet Bumi itu akan meningkat jumlah dan intensitasnya saat terjadi ledakan atau badai Matahari yang lontaran partikelnya mengarah ke Bumi. Kondisi itu akan membuat aurora yang terjadi akan makin kuat dan bisa terlihat dalam wilayah yang agak jauh dari lingkar kutub Bumi dan bisa berdampak pada teknologi buatan manusia, seperti gardu listrik di wilayah lintang tinggi atau operasional satelit luar angkasa.
Tidak hanya di Bumi
Nyatanya, aurora tidak hanya terjadi di Bumi. Bahkan, aurora yang ada di planet-planet anggota Tata Surya lainnya juga tak kalah eksotik dengan aurora di Bumi. Pemicu dan karakteristiknya pun bisa berbeda dengan aurora yang ada di Bumi.
Baca juga: Kamis, 14 April 2022, Badai Geomagnetik Kecil Menghantam Bumi
”Auora yang ada di planet lain memiliki ’aturan’ yang berbeda dengan aurora yang terlihat di Bumi,” tambah astronom keplanetan di Universitas Leicester, Inggris, Tom Stallard.
Salah satu planet di Tata Surya yang memiliki aurora adalah planet tetangga Bumi, Mars. Namun karena medan magnet Mars tidak merata, maka auroranya sulit dilacak. Selain itu, medan magnet Mars juga jauh lebih lemah dibandingkan medan magnet Bumi.
NM Schneider dan Universitas Colorado di Boulder, Amerika Serikat, dan rekan dalam publikasi di pertemuan Persatuan Geofisika Amerika (American Geophysical Union), Desember 2017 menyebut ada tiga jenis aurora di Mars, yaitu aurora diskret, aurora menyebar (diffuse), dan aurora proton.
Aurora diskret atau aurora yang cahayanya terpecah-pecah biasanya terlokalisasi di dekat garis batas antara wilayah dengan medan magnet terbuka dan tertutup di atas permukaan Planet Mars. Ketinggian aurora ini sekitar 140 kilometer dari permukaan Mars. Aurora ini bisa ditemukan di hampir seluruh permukaan planet, termasuk di dekat khatulistiwa Mars. Sementara Space, 30 April 2022, menyebut aurora diskret kemungkinan terjadi di atas kerak Planet Mars yang mengandung banyak mineral magnetik.
Aurora jenis ini pernah ditemukan oleh wahana antariksa Mars Express milik Badan Antariksa Eropa (ESA) pada Agustus 2004. Sementara wahana pengorbit Mars milik Uni Emirat Arab, Al Amal, yang memutari Mars sejak Februari 2021, menemukan tak hanya aurora diskret yang terpecah dalam bagian-bagian kecil, tetapi juga aurora diskret sinusoidal yang cahayanya memanjang dan memiliki banyak lekuk.
Sementara aurora menyebar (diffuse) adalah aurora yang terlihat meluas di permukaan Mars, tidak hanya terkonsentrasi di sekitar kutubnya saja. Aurora ini dihasilkan akibat persentuhan antara partikel Matahari dan partikel-partikel tertentu di atmosfer Mars. Letak aurora ini ada pada ketinggian 70 kilometer dari muka Mars. Jenis aurora ini pernah ditemukan oleh wahana antariksa milik Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional AS (NASA) Maven pada 2014.
Sementara auora proton adalah jenis aurora yang paling umum terjadi di Mars dan paling banyak diamati oleh Maven. Terjadinya aurora ini erat kaitannya dengan aktivitas angin Matahari dan badai Matahari, mirip dengan pemicu aurora menyebar. Makin intens badai Matahari yang terjadi dan angin Matahari yang ditimbulkan mengarah ke Mars, maka intensitas aurora proton pun makin tinggi.
Baca juga: Saat Bintang-bintang Seukuran Matahari Memakan Planetnya
Selain Mars, Yupiter, Saturnus, dan Uranus juga memiliki aurora. Penelitian MN Chowdhury dari Sekolah Fisika dan Astronomi Universitas Leicester Inggris yang dipublikasikan dalam jurnal Geophysical Research Letters, 28 Desember 2021, menyebut aurora di Saturnus dihasilkan oleh pola cuaca yang terjadi di planet gas raksasa tersebut.
Sementara aurora di Uranus disebabkan oleh interaksi antara medan magnet dan aliran partikel bermuatan yang berasal dari angin Matahari, ionosfer planet, dan aktivitas vulkanik di satelit atau bulan Uranus. Kemudian, dikutip dari NASA, 10 April 2017, medan magnet Uranus memerangkap partikel bermuatan tersebut dan menyalurkannya ke bagian atas atmosfer. Di atmosfer bagian atas itu, partikel bermuatan akan berinteraksi dengan nitrogen hingga menimbulkan semburat cahaya aurora.
Namun, dari semua aurora di planet-planet anggota Tata Surya, aurora Yupiter adalah yang paling kuat. Ukuran planet yang besar membuat Yupiter menerima semburan radiasi elektromagnetik dari Matahari dengan intensitas 30 kali lebih kuat dibandingkan yang diterima Bumi. Meski sangat besar, aurora Yupiter justru lebih sulit diamati dengan mata telanjang karena sebagian besar cahaya aurora Yupiter dipancarkan dalam panjang gelombang nonvisual.
”Pancaran terbesar aurora di Yupiter dan Saturnus adalah dalam panjang gelombang inframerah. Sisanya baru dipancarkan dalam panjang gelombang cahaya tampak, sinar X dan panjang gelombang radio,” tambah O’Donoghue.
Sama seperti Saturnus dan Uranus, aurora di Yupiter juga tidak disebabkan sepenuhnya oleh angin Matahari. Aurora di Yupiter juga dari aktivitas vulkanik bulan-bulan Yupiter yang terperangkap medan magnet Yupiter.
Sementara untuk Merkurius, planet terdekat dengan Matahari ini tidak memiliki atmosfer yang memungkinkan partikel bermuatan Matahari berinteraksi dengan partikel planet. Namun, ada badai geomagnetik di Merkurius yang juga bisa menghasilkan aurora yang menurut Stallard mirip aurora dalam bentuk padat.
Bagaimanapun, keindahan aurora tidak hanya bisa dilihat dari Bumi, tetapi juga planet lain di Tata Surya. Karakter auroranya pun unik dan beragam. Karena itu, tidak menutup kemungkinan aurora dengan segala keindahan dan keunikannya itu juga bisa ditemukan di eksoplanet-eksoplanet yang ada di bintang atau galaksi lain.