Pembahasan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Bencana Dihentikan
DPR akhirnya menghentikan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Keputusan ini dinilai menghambat upaya penanggulangan bencana di Indonesia.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — DPR akhirnya menghentikan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Keputusan ini dinilai menghambat upaya penanggulangan bencana di Indonesia.
Penghentian pembahasan revisi Undang-Undang Penanggulangan Bencana ini diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR Ke-24 Masa Sidang V Tahun Sidang 2021-2022, yang bisa diikuti secara daring, Selasa (31/5/2022).
Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto memaparkan alasan dihentikannya pembahasan revisi undang-undang terutama karena pihaknya ingin Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) disebutkan secara eksplisit dalam undang-undang tersebut. ”Sementara dalam DIM (daftar inventarisasi masalah) yang diajukan pemerintah, Bab Kelembagaan hanya diisi dengan kata badan dengan alasan untuk memberikan fleksibilitas kepada Presiden,” ujar Yandri.
Akibat perbedaan sikap mengenai kelembagaan ini, rapat panitia kerja sebelumnya dihentikan beberapa kali. Yandri mengatakan, upaya lobi dengan Menteri Sosial juga sudah dilakukan, tetapi tidak mencapai titik temu.
Kami menyesalkan keputusan ini dan menyayangkan mandeknya pembahasan RUU PB (penanggulangan bencana) di saat kondisi dan situasi Indonesia yang terus mengalami peningkatan jumlah bencana. (Avianto Amri)
Karena tidak ada titik temu, Yandri menambahkan, Komisi VIII kemudian menyelenggarakan rapat kerja dengan pemerintah dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang menyepakati penghentian revisi UU Penanggulangan Bencana pada 13 April 2022. ”Komisi VIII DPR dan DPD serta Pemerintah Republik Indonesia sepakat menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana pada tingkat I karena tidak ada kesepakatan mengenai nomenklatur kelembagaan BNPB,” katanya.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang memimpin sidang kemudian mengajukan pertanyaan kepada peserta sidang apakah laporan Komisi VIII DPR terhadap pemberhentian pembahasan RUU Penanggulangan Bencana dapat disetujui. Hal ini disambut persetujuan dari peserta sidang.
Disesalkan
Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) menyesalkan penghentian pembahasan revisi UU Penanggulangan Bencana, yang diputuskan di pengujung Rapat Paripurna DPR. Padahal, pada Kebijakan Global untuk Pengurangan Risiko Bencana (Global Platform for Disaster Risk Reduction/GPDRR) 2022 di Bali, pekan lalu, Indonesia telah berkomitmen membangun ketangguhan bencana dan siap menjadi contoh bagi dunia.
”Kami menyesalkan keputusan ini dan menyayangkan mandeknya pembahasan RUU PB (penanggulangan bencana) di saat kondisi dan situasi Indonesia yang terus mengalami peningkatan jumlah bencana. Ini mengingat penanganan bencana kini semakin kompleks, terutama di tengah pandemi, ancaman perubahan iklim, dan kerusakan lingkungan yang semakin tinggi,” kata Avianto Amri, Ketua Umum MPBI.
Menurut Avianto, revisi UU PB merupakan hal krusial dan mendesak untuk dilakukan sebagai salah satu pengejawantahan upaya perlindungan negara terhadap rakyatnya. Pasalnya, berbagai perangkat kebijakan saat ini perlu disesuaikan, mulai dari landasan wewenang kepala daerah dalam penanganan bencana, hingga penentuan status dan jangka waktu bencana.
Selain itu, tambah Amri, yang juga tak kalah penting adalah penguatan sistem peringatan dini, peran TNI dan kepolisian, prasyarat untuk kegiatan pembangunan yang berisiko tinggi dan dapat menimbulkan bencana, peran serta masyarakat, serta penganggaran untuk penanggulangan bencana.
Berdasarkan data BNPB, Indonesia mengalami 3.000-3.500 kejadian bencana per tahun. Angka ini terus meningkat setiap tahunnya. Di lain pihak, sebagai negara yang rawan mengalami bencana, Indonesia telah mendapatkan apresiasi tinggi di tingkat global sebagai tuan rumah GPDRR 2022, KTT kebencanaan pertama yang dilakukan di wilayah Asia, 23-28 Mei.
”Maka, MPBI mendesak para pihak memikirkan dan mengalokasikan seluruh segala daya, upaya, dan waktu untuk memastikan isu-isu yang sudah diidentifikasi dalam proses diskusi RUU Penanggulangan Bencana bisa segera diselesaikan dengan penyusunan instrumen-instrumen kebijakan dan peraturan lainnya,” katanya.