Konsumsi Alkohol Dikaitkan dengan Peningkatan Risiko Gagal Jantung
Alih-alih mengurangi risiko penyakit jantung, konsumsi alkohol justru meningkatkan risiko. Studi terbaru ini memberi peringatan bahwa risiko alkohol terhadap masalah jantung lebih tinggi daripada perkiraan sebelumnya.
Oleh
AHMAD ARIF
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat konsumsi alkohol yang saat ini dianggap aman oleh beberapa negara ternyata dikaitkan dengan peningkatan kasus gagal jantung. Temuan studi terbaru ini memberi peringatan bahwa risiko alkohol terhadap masalah jantung ternyata lebih tinggi daripada perkiraan sebelumnya.
Penelitian ini dipresentasikan pada kongres Heart Failure 2022, sebuah pertemuan ilmiah dari European Society of Cardiology (ESC). ”Studi ini menambah bukti bahwa diperlukan pendekatan yang lebih hati-hati terhadap konsumsi alkohol,” kata penulis studi, Bethany Wong, dari Rumah Sakit Universitas St Vincent, Dublin, Irlandia, seperti dilaporkan eurekalert.org, Senin (23/5/2022).
Untuk meminimalkan risiko kerusakan pada jantung, Wong menyarankan agar menghindari konsumsi alkohol. Kalaupun mengonsumsi, batas toleransi yang disarankannya kurang dari satu botol anggur atau kurang dari tiga setengah kaleng 500 mililiter bir berkadar alkohol 4,5 persen.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Uni Eropa adalah wilayah dengan peminum alkohol terberat di dunia. Meskipun diakui dengan baik bahwa penggunaan alkohol berat jangka panjang dapat menyebabkan jenis gagal jantung yang disebut kardiomiopati alkoholik, bukti dari populasi Asia menunjukkan bahwa jumlah yang lebih rendah juga dapat merugikan.
Hasil studi menunjukkan bahwa minum lebih dari 70 gram alkohol per minggu dikaitkan dengan memburuknya gagal jantung prajantung atau perkembangan gagal jantung simtomatik di Eropa.
”Karena ada perbedaan genetik dan lingkungan antara populasi Asia dan Eropa, penelitian ini menyelidiki apakah ada hubungan serupa antara alkohol dan perubahan jantung pada orang Eropa yang berisiko gagal jantung atau dengan prajantung gagal. Penanganan utama untuk kelompok ini adalah pengelolaan faktor risiko, seperti alkohol. Jadi, pengetahuan tentang tingkat yang aman sangat penting,” katanya.
Kajian ini merupakan analisis sekunder dari uji coba STOP-HF yang melibatkan 744 orang dewasa berusia di atas 40 tahun, baik yang berisiko mengalami gagal jantung karena faktor risiko (misalnya tekanan darah tinggi, diabetes, dan obesitas) maupun dengan pragagal jantung.
Penelitian ini menggunakan definisi Irlandia dari satu unit minuman standar, yaitu 10 gram alkohol. Peserta dikategorikan menurut asupan alkohol mingguan mereka: 1) tidak ada; 2) rendah (kurang dari tujuh unit; hingga satu botol 750 ml anggur 12,5 persen atau tiga setengah kaleng 500 ml bir 4,5 persen); 3) sedang (7-14 unit; hingga dua botol anggur 12,5 persen atau tujuh kaleng bir 4,5 persen 500 ml); 4) tinggi (di atas 14 unit; lebih dari dua botol anggur 12,5 persen atau tujuh kaleng bir 4,5 persen 500 ml).
Para peneliti menganalisis hubungan antara penggunaan alkohol dan kesehatan jantung selama rata-rata 5,4 tahun. Hasilnya dilaporkan secara terpisah untuk kelompok berisiko dan pragagal jantung.
Pada kelompok berisiko, kesehatan jantung yang memburuk didefinisikan sebagai perkembangan menuju pragagal jantung atau gagal jantung simtomatik. Untuk kelompok pragagal jantung, memburuknya kesehatan jantung didefinisikan sebagai penurunan fungsi meremas atau relaksasi jantung atau perkembangan gagal jantung simtomatik.
Sebanyak 201 pasien (27 persen) melaporkan tidak ada penggunaan alkohol, sementara 356 (48 persen) adalah pengguna rendah dan 187 (25 persen) memiliki asupan sedang atau tinggi. Dibandingkan dengan kelompok asupan rendah, mereka dengan penggunaan sedang atau tinggi lebih muda, lebih cenderung laki-laki, dan memiliki indeks massa tubuh yang lebih tinggi.
Pada kelompok pragagal jantung, dibandingkan dengan tidak menggunakan alkohol, asupan sedang atau tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko 4,5 kali lipat memburuknya kesehatan jantung. Hubungan juga diamati ketika tingkat sedang dan tinggi dianalisis secara terpisah.
Pada kelompok berisiko, tidak ada hubungan antara penggunaan alkohol sedang atau tinggi dan perkembangan ke pragagal jantung atau gagal jantung simtomatik. Tidak ada asosiasi protektif yang ditemukan untuk asupan alkohol yang rendah.
Wong mengatakan, hasil studi menunjukkan bahwa minum lebih dari 70 gram alkohol per minggu dikaitkan dengan memburuknya gagal jantung prajantung atau perkembangan gagal jantung simtomatik di Eropa. ”Kami tidak mengamati manfaat dari penggunaan alkohol rendah. Hasil kami menunjukkan bahwa negara-negara harus menganjurkan batas yang lebih rendah dari asupan alkohol yang aman pada pasien pragagal jantung,” katanya.
Di Irlandia, misalnya, mereka yang berisiko gagal jantung atau dengan pragagal jantung disarankan untuk membatasi asupan alkohol mingguan hingga 11 unit untuk wanita dan 17 unit untuk pria. Batas untuk pria ini lebih dari dua kali lipat jumlah yang ditemukan aman.
”Diperlukan lebih banyak penelitian pada populasi Kaukasia untuk menyelaraskan hasil dan mengurangi pesan campuran yang diterima oleh dokter, pasien, dan publik saat ini,” katanya.
Kaitannya dengan jantung
Temuan studi Wong ini menguatkan penelitian dari para peneliti Intermountain Healthcare yang dipresentasikan minggu ini di American College of Cardiology Scientific Sessions, Washington DC, pada awal April 2022. Studi ini menemukan bahwa konsumsi alkohol tidak memberikan manfaat pada kesehatan jantung pada pasien kardiologi yang sudah dirawat dengan statin, obat yang paling umum digunakan untuk menurunkan kolesterol.
Sebelumnya, beberapa penelitian observasional telah menghubungkan minum alkohol, seperti anggur merah, dengan pengurangan risiko penyakit jantung koroner. Namun, studi Intermountain terbaru gagal menunjukkan manfaat tambahan bagi pasien yang memakai statin untuk mengontrol kolesterol mereka.
”Merekomendasikan alkohol untuk kesehatan jantung adalah topik yang kontroversial, meskipun studi observasional sebelumnya telah menyarankan [beberapa] manfaat,” kata Jeffrey L Anderson, ahli jantung di Intermountain Healthcare dan peneliti utama studi tersebut. ”Namun, laporan yang lebih baru mempertanyakan hal ini.”
Dalam studi Intermountain, para peneliti memeriksa bagaimana alkohol memengaruhi kelompok pasien jantung tertentu, termasuk mereka yang tidak memiliki penyakit jantung sebelumnya (kelompok pencegahan primer) dan mereka yang diketahui memiliki penyakit jantung (kelompok pencegahan sekunder), serta mereka yang menggunakan dan tidak mengonsumsi statin dalam dua kelompok ini.
”Meskipun kami melihat beberapa manfaat pelindung jantung bagi pasien kami yang tidak menggunakan statin dalam kelompok pencegahan primer, kami juga menemukan bahwa itu tidak membantu pasien yang menggunakan statin, baik dalam kelompok pencegahan primer maupun sekunder," kata Anderson.