Libatkan Petani dalam Mencari Solusi Masalah Pertanian
Riset aksi holosentrik diusulkan menjadi solusi dalam memecahkan kebuntuan sektoralisme pada program pembangunan pertanian yang selama ini masih menggunakan pendekatan teknosentrik.
Oleh
AHMAD ARIF
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Riset aksi holosentrik yang menekankan pelibatan periset dengan petani, selain pemerintah, direkomendasikan untuk memecahkan masalah pertanian di Indonesia. IPB University diharapkan bisa menjadi institusi pendidikan yang mendorong riset aksi holosentrik ini sebagai solusi dalam memecahkan kebuntuan sektoralisme pada program pembangunan pertanian yang selama ini masih menggunakan pendekatan teknosentrik.
Hal tersebut disampaikan Profesor Hermanu Triwidodo dalam orasi ilmiah berjudul ”Riset Aksi Holosentrik untuk Mengatasi Ledakan Hama” pada penetapan guru besar IPB University, Sabtu (21/05/2022). Hermanu merupakan ahli ekologi serangga yang mengajar di Departemen Proteksi Tanaman IPB University sekaligus Kepala Tani Center IPB.
”Riset aksi holosentrik ini bisa menjadi inovasi pendekatan dalam mengatasi kasus-kasus ledakan hama yang terjadi di berbagai tempat di Indonesia. Riset aksi holosentrik bisa menjadi prototipe riset untuk mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan di Indonesia,” kata Hermanu.
Sebagai peneliti yang bergelut secara langsung di lapangan bersama petani selama lebih dari tiga dekade, Hermanu melihat pendekatan teknosentrik masih menjadi pendekatan utama dalam melihat permasalahan pertanian. Padahal, teknosentrik merupakan pendekatan yang menjadi dasar dari Revolusi Hijau yang selama ini memicu banyak masalah.
Menurut Hermanu, pendekatan teknosentrik menempatkan petanisebagai pengguna teknologi yang diproduksi oleh pusat kepakaran.Dalam hal ini, permasalahan di lapangan didokumentasikan, dibawa, dan diteliti hingga mendapatkan kesimpulan dan teknologi yang siap untuk diterapkan oleh petani.
”Pada pendekatan ini, penggunaan pestisida dan bahan-bahan kimiawi sintetik menjadi satu hal penting,” katanya.
Hermanu menjelaskan, pendekatan teknosentrik ini secara nyata memiliki kelemahan dan kerap gagal. Contohnya, terjadinya ledakan hama wereng coklat dan penggerek batang putih yang terkait dengan penggunaan bahan kimia sintetik dan pestisida.
Riset aksi holosentrik ini bisa menjadi inovasi pendekatan dalam mengatasi kasus-kasus ledakan hama yang terjadi di berbagai tempat di Indonesia.
Sebaliknya, dalam riset aksi holosentrik, menurut Hermanu,peneliti tidak lagi mengambil jarak dengan petani, tetapi bersama petani melakukan kajian. Dengan pendekatan ini, semua pihak bisa bekontribusi untuk menyelesaikan masalah secara konstruktif. Peneliti, misalnya, terlibat secara kolaboratif untuk menghasilkan solusi secara langsung tanpa menunggu publikasi ilmiah.
”Riset aksi holosentrik dalam pengelolaan hama memungkinkan peneliti dan petani menciptakan inovasi baru dari proses belajar bersama. Hal ini berbeda dengan pendekatan teknosentrik yang menempatkan petani sebagai pengguna dari teknologi yang dirancang oleh sumber pakar. Di sini, kontribusi peneliti dalam pendekatan holosentrik adalah keterlibatan secara kolaboratif untuk menghasilkan solusi secara langsung tanpa menunggu publikasi ilmiah,” ujarnya.
Laboratorium lapang
Hermanu juga menjelaskan, salah satu implementasi dan instrumen dari pendekatan riset aksi holosentrik ini adalah laboratorium lapang. Laboratorium lapang ini menjadi media tumbuh dan berkembang terhadap proses pembelajaran manusia dengan rasionalitas komunikatif. ”Pada laboratorium lapang ini terlihat bahwa komunikasi menjadi lebih efektif. Antara peneliti dan petani tidak ada lagi jarak sebagaimana pada model teknosentrik,” ujarnya.
Dalam penelitian yang dikembangkannya, Hermanu melihat hamparan sawah tidak hanya dipandang secara fisik, tetapi juga soft side of land. Ia melihat adanya potensi tersembunyi dari pengalaman dan kearifan petani, keanekaragaman biologi dengan berbagai tingkatan dan fungsinya.
”Selama saya melakukan penelitian ini, interaksi unsur-unsur sistem lingkungan dan sistem sosial dengan nyata memengaruhi dan menentukan hasil panen, bahkan interaksi berbagai pemangku kepentingan juga menentukan. Hal ini ditunjukkan dalam pendayagunaan musuh alami, lampu perangkap hama, pengumpulan kelompok telur yang melibatkan aparat desa hingga anak-anak sekolah yang menekan serangan penggerek padi,” ujarnya.
Laboratorium lapangan yang didirikan Hermanu dan rekan-rekannya di Desa Panyingkiran, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, bisa menjadi salah satu contoh penerapan pendekatan holosentrik. Selain itu, Safari Gotong Royong yang pernah dilakukan pada 2007 dengan menjangkau 24 kabupaten di Pulau Jawa menjadi wujud nyata pengembangan melalui pendekatan riset aksi holosentrik ini.
”Kegiatan Safari Gotong Royong ini menjadi bentuk lain dari laboratorium lapangan. Semangat yang dibangun dalam safari gotong royong adalah mengajak bersama-sama mengembangkan pertanian rasional, memadukan pengalaman petani dengan pengetahuan peneliti, dan mendapatkan dukungan dari pemerintah dalam penerapannya,” kata Hermanu.
Hermanu juga menyarankan agar IPB University bisa menjadi pionir untuk mengolaborasikan riset aksi holosentrik ini dengan sistem insentif yang setara dengan dua dharma perguruan tinggi lainnya, yakni pendidikan dan penelitian. Selama ini, katanya, IPB sudah merintis berbagai program dan kegiatan, seperti Dosen Mengabdi, Dosen Pulang Kampung, IPB Quick Respons. Sayangnya, sistem insentif yang kaitannya dengan BKD dan SIJ serta syarat kenaikan pangkat masih belum tertata dengan baik.
”Terkadang juga prasyarat penerima hibah dana kegiatan tersebutkurang pas dan kontra produktif. Misalnya, jangan sampai persyaratan untuk mendapatkan dana dosen pulang kampung adalah harus menghasilkan publikasi bertaraf internasional.Di sinilah IPB University bisa menginisiasi untuk menjadi lebih baik dan utamanya bagaimana ilmu pengetahuan itu bisa benar-benar kembali dan memberikan solusi buat pertanian menjadikan petani Indonesia merdeka,” kata Hermanu.
Hermanu dan timnya dari Departemen Proteksi Tanaman dan Tani Center IPB University secara rutin mendampingi langsung petani. Seperti didokumentasikan Kompas (Senin, 14/4/2014), para peneliti IPB ini menggelar klinik tanaman di Pekalongan, Jawa Tengah. Mereka membawa mobil ”Klinik Tanaman” berisi laboratorium mini yang digunakan bersama petani mencari penyelesaian masalah di lapangan terkait budidaya tanaman. Banyak petani yang membawa serta contoh tanaman padi, cabai, terung, pisang, dan berbagai tanaman lain yang penyakitan untuk dicarikan solusinya.
Yang terbaru, Hermanu dan para pengajar IPB University juga terjun ke Sumba untuk mencari cara mengatasi merebaknya hama belalang kembara (Locusta migratoria manilensis Meyen) yang menyerang lahan pertanian di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (Kompas, 6/4/2022).