Deteksi Dini dan Cegah Hepatitis Misterius pada Anak
Sejak penyakit ini pertama dilaporkan di Inggris akhir bulan lalu, kini sudah ada 429 kasus hepatitis di 22 negara. Diperlukan penguatan surveilans dan pencegahan dini untuk mencegah meluasnya kasus.

Siswa-siswi SD di Kendari, Sultra, bermain di kelas tanpa protokol kesehatan yang ketat, Selasa (10/5/2022). Kasus hepatitis akut yang menyerang anak-anak bermunculan di banyak tempat di Jawa. Meski begitu, pihak sekolah di Kendari belum mendapatkan pemahaman menyeluruh terkait kasus ini dan melaksanakan pembelajaran normal.
Sejak kasus pertama hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya dilaporkan di Inggris akhir bulan lalu, kini sudah ada 429 kasus hepatitis misterius di 22 negara. Sekalipun sumber penyebab penyakit mematikan ini masih menjadi misteri, pencegahan dan deteksi dini harus dilakukan guna mencegah meluasnya kasus ini.
Di tengah kemunculan kasus hepatitis misterius ini, kematian anak yang tiba-tiba menjadi perhatian publik. Minggu (15/5/2022), Syaifulloh, seorang guru di Jombang, Jawa Timur, menulis di akun Twitter-nya tentang kematian mendadak putra kerabatnya yang masih berumur delapan tahun.
Pesan ini menjadi viral dan banyak yang berspekulasi. Ada yang mengaitkan dengan hepatitis misterius ada ada pula yang menyalahkan vaksinasi. Beberapa orang juga memberikan testimoni serupa mengenai kematian mendadak anak-anak.
Saat dihubungi pada Kamis (19/5), Syaifulloh memerinci kematian anak usia delapan tahun ini. ”Sebelum meninggal, anak ini sehat. Awalnya hanya mual dan muntah-muntah, lalu dibawa ke RS (rumah sakit) dan diberi obat dan sempat membaik,” katanya.
Baca Juga: Kemungkinan Hepatitis Akut Mewabah Dinilai Kecil
Selang dua hari kemudian, badannya lemas dan tidak mau makan. Sabtu (14/5/2022) sore dibawa kembali ke rumah sakit dan malam harinya, sekitar pukul 23.15 WIB, meninggal.
”Dari pemeriksaan, katanya tidak ditemukan penyakit serius. Hasil swab negatif, organ tubuh dalam keadaan baik,” ujar Syaifulloh.
Banyak penyebab kematian tiba-tiba, termasuk pada anak-anak. Tanpa diagnosis yang tepat, termasuk pemeriksaan laboratorium, sangat sulit menyimpulkan kaitannya dengan hepatitis misterius.
”Di Jawa Timur, dalam beberapa minggu terakhir ada empat kasus yang dicurigai sebagai hepatitis misterius. Namun, belakangan diketahui anak-anak ini terkena penyakit lain, ada yang kena demam berdarah dan hepatitis A,” kata Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jawa Timur Sjamsul Arif.

Gejala hepatitis akut berat yang belum diketahui penyebabnya
Menurut Sjamsul, dalam menentukan kasus hepatitis misterius ini, kita harus melakukan diagnosis exclusion. ”Ini memang mahal dan tidak mudah,” ucapnya.
Dia mencontohkan, anak usia tujuh tahun di Tulungagung, Jawa Timur, yang semula dilaporkan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tulungagung diduga terpapar hepatitis misterius. Setelah diperiksa berlapis, dipastikan anak itu menderita penyakit lain.
Awalnya, pada 2 Mei pasien anak ini mengalami demam dan kemudian mereda. Dua hari kemudian, kembali muncul gejala sakit dan akhirnya dibawa ke rumah sakit swasta. Karena kondisinya memburuk kemudian dirawat intensif di RSUD dr Iskak Tulungagung sebelum meninggal pada 6 Mei.
Sjamsul mengatakan, anak tersebut menunjukkan gejala hepatitis dengan hasil pemeriksaan serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) dan serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) sangat tinggi, yang menandai adanya infeksi di liver. Saat diperiksa virus hepatitis A, B, dan C ternyata negatif.
Baca Juga: Indonesia Tingkatkan Kewaspadaan terhadap Hepatitis Misterius pada Anak
”Untuk pemeriksaan hepatitis A, B, C bisa dilakukan di Tulungagung, sedangkan hepatitis D dan E harus dikirim ke ITD (The Institute of Tropical Diseases) Universitas Airlangga. Hasilnya semua negatif, maka kasus di Tulungagung awalnya dianggap probable hepatitis misterius,” kata Sjamsul.
Meski demikian, melalui pemeriksaan kultur darah yang hasilnya keluar seminggu kemudian ternyata ditemukan sepsis bakteri E coli. ”Sehingga diagnosis sebelumnya mengenai dugaan hepatitis misterius gugur,” katanya.

Direktur Utama RSUP H Adam Malik Zainal Safri (tengah) dan Ketua Tim Penanganan Pasien Hepatitis Akut Unknown RSUP H Adam Malik Ade Rachmat Yudiyanto (kiri) menjelaskan tentang dua kasus dugaan hepatitis akut pada anak yang tidak diketahui penyebabnya, di Medan, Selasa (10/5/2022).
Deteksi dini
Ketua Komite Ahli Hepatitis dan Infeksi Saluran Penceranaan Kementerian Kesehatan David Handojo Muljono mengatakan, surveilans dan deteksi dini hepatitis misterius ini menjadi tantangan berat. Selain tidak semua laboratorium di daerah bisa melakukan pemeriksaan hepatitis E, tenaga kesehatan, khususnya di layanan primer, harus lebih siap.
Untuk mendukung surveilans ini, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan telah mengeluarkan tata laksana hepatitis akut pada anak yang belum diketahui penyebabnya di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. ”Kami juga sudah menyampaikan tata laksana ini ke dokter-dokter di daerah, khususnya dokter anak,” ujarnya.
Baca Juga: Laboratorium Pemeriksaan Hepatitis Akut Anak Masih Berjalan
Menurut David, peradangan hati akut atau hepatitis kronis dapat disebabkan berbagai penyebab, baik non-infeksi maupun infeksi. Penyebab hepatitis non-infeksi pada anak-anak termasuk kondisi imunologi. Misalnya, penyakit autoimun, penyakit metabolik, paparan racun, atau obat-obatan.
Untuk penyebab infeksi, selain oleh virushepatitisA,B,C,D,E, juga terdapat virus-virus lain. Antaralain, virus epstein-barr (EBV), cytomegalovirus (CMV), virus herpes (HHV-1, HHV-2, HHV-6, HHV-7), dan human immunodeficiency virus (HIV). Agen infeksi lain yang dapat menyebabkan hepatitis termasuk Brucella sp, Coxiella burnetii, dan Leptospira.
Berbagai faktor risiko ini harus diperiksa sebelum menyimpulkan pasien terkena hepatitis misterius, yang menurut laporan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah dilaporkan 429 kasus di 22 negara. Di Indonesia, per tanggal 17 Mei 2022, Kementerian Kesehatan melaporkan ada 14 kasus, terdiri dari 1 kasus probable dan 13 kasus masih ditunda (pending) klasifikasinya.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengatakan, ada 1 kasus probable pemeriksaan hepatitis A, B, C, dan E nonreaktif dan patogen lainnya pun negatif. Adapun 13 kasus pending classification itu ada 1 kasus di Sumatera Utara, 1 kasus di Sumatera Barat, 7 kasus di DKI Jakarta, 1 kasus di Jambi, dan 3 kasus di Jawa Timur.
Surveilans dan deteksi dini hepatitis misterius ini menjadi tantangan berat. Selain tidak semua laboratorium di daerah bisa melakukan pemeriksaan hepatitis E, tenaga kesehatan, khususnya di layanan primer, harus lebih siap.
Kaitan dengan Covid-19
David mengatakan, sampai saat ini, penyebab hepatitis akut pada anak-anak ini masih menjadi misteri, walaupun sudah ada beberapa hipotesis. ”Yang jelas, dugaan hepatitis ini terkait dengan vaksinasi Covid-19 tidak berdasar. Mayoritas kasus terjadi pada anak-anak yang belum divaksin dan jenis adenovirus yang digunakan untuk vaksin Covid-19 berbeda tipenya dengan yang ditemukan. Bagi suatu virus DNA, perubahan (mutasi) tidak terjadi dalam waktu yang singkat,” paparnya.
Menurut David, salah satu tertuduh utama adalah infeksi adenovirus 41F, yang ditemukan pada sebagian besar pasien anak di Eropa dan Amerika Serikat. Meski demikian, mengapa adenovirus, yang biasanya hanya menyebabkan penyakit ringan, bisa memicu hepatitis akut masih belum jelas.
Hipotesis lain adalah terjadinya gangguan imun pada hati yang membawa pada dugaan keterlibatan SARS-CoV-2. ”Seperti diketahui, saat terjadi Covid-19, imunitas bisa terkuras sehingga gampang sakit, sehingga ketika terinfeksi oleh adenovirus menjadi lebih rentan,” kata David.
Di sisi lain, Covid-19 juga bisa memicu reaksi imunitas yang berlebihan, sebagaimana terjadi dengan badai sitokin yang bisa merusak jaringan hati. ”Sekalipun peran paparan langsung Covid-19 kemungkinan amat kecil, karena sebagian besar kasus tidak menunjukkan hasil SARS-CoV-2 positif, dampak tidak langsungnya perlu diperhitungkan,” tuturnya.

Pelajar minum di kantong plastik di Jalan Basuki Rachmat, Jakarta Timur, Selasa (17/5/2022). Siaran publik Kemenkes menyebut, upaya pencegahan hepatitis akut pada anak bisa dilakukan, antara lain, dengan rajin mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, memastikan makanan dan minuman bersih dan matang, tidak bergantian alat makan dengan orang lain. Juga menghindari kontak dengan orang sakit, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan, mengenakan masker jika bepergian, mengurangi mobilitas, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.
Laporan penyelidikan di Inggris juga mendeteksi SARS-CoV-2 dalam 24 dari 132 kasus dan penyelidik menemukan beberapa contoh koinfeksi antara adenovirus dan virus korona.
Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, termasuk yang mencurigai kaitan Covid-19 dengan hepatitis pada anak ini. Alasannya, kasus hepatitis pada kelompok anak juga meningkat di India ketika mereka mengalami lonjakan kasus Delta tahun lalu. Selain itu, temuan di Israel, 98 persen kasus hepatitis pada anak saat ini ternyata dalam satu tahun terakhir pernah terinfeksi Covid-19.
Studi terbaru di AS yang diterbitkan dalam Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition edisi Mei 2022 juga menemukan kasus anak perempuan tiga tahun yang sebelumnya sehat kemudian mengalami gagal hati akut beberapa minggu setelah pulih dari Covid-19 ringan. ”Pasien ini memiliki temuan biopsi hati dan tes darah yang konsisten dengan jenis hepatitis autoimun yang mungkin dipicu oleh infeksi Covid-19,” tulis Anna Peters, ahli gastroenterologi anak di Pusat Medis Rumah Sakit Anak Cincinnati, penulis utama studi.
Meskipun belum bisa dibuktikan Covid-19 secara langsung menyebabkan penyakit hati dalam kasus ini, Peters dan tim berpendapat, ada kemungkinan virus SARS-CoV-2 telah memicu ”respons imun abnormal” yang kemudian menyerang hati.
Baca Juga: Ancaman Hepatitis Misterius yang Menyerang Anak-anak
Faktor penyebab hepatitis akut masih menjadi misteri. Namun, para ahli telah menyarankan bahwa pencegahan bisa dilakukan. ”Mitigasinya merupakan kombinasi mencegah penularan hepatitis dan Covid-19. Artinya, protokol kesehatan yang bisa dilakukan untuk mencegah Covid-19 dan vaksinasi harus dilakukan untuk mencegah infeksi pada anak, ditambah dengan pencegahan untuk hepatitis dari fecal dan oral, seperti menghindari paparan dari makanan yang kotor,” kata Dicky.
Sementara itu, untuk membantu deteksi dini, menurut Sjamsul, masyarakat juga harus lebih waspada. Jika ada anak-anak yang mengalami muntah, diare, dan gejala kuning, harus segera ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut dan bisa ditangani lebih dini.