Media sosial terbukti berpengaruh besar terhadap penerimaan masyarakat pada vaksinasi. Riset terbaru menunjukkan sentimen terhadap vaksin Covid-19 di media sosial bisa memengaruhi tingkat vaksinasi.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sentimen terhadap vaksin Covid-19 di media sosial, baik positif maupun negatif, bisa memengaruhi tingkat vaksinasi berikutnya. Hasil penelitian ini menawarkan wawasan baru tentang besarnya pengaruh media sosial terhadap tindakan kesehatan masyarakat.
Studi yang dilakukan para peneliti di Courant Institute of Mathematical Sciences Universitas New York dan NYU Grossman School of Medicine dipublikasikan di jurnal Clinical Infectious Diseases, Sabtu (14/5/2022).
Studi ini menggunakan kerangka kerja analisis data besar waktu nyata (real time) dengan menggunakan analisis sentimen dan algoritma pemrosesan bahasa alami (natural language processing/NLP). Sistem mengambil cuitan secara waktu nyata dan mengidentifikasi yang terkait dengan vaksin lalu mengklasifikasikannya berdasarkan tema tertentu dan menyediakan analisis sentimen, mengatalogkan cuitan sebagai positif, negatif, atau netral.
”Kita perlu memahami keraguan vaksin dan dampak media sosial dalam menciptakan dan menyebarkannya,” kata Megan Coffee, salah satu penulis paper ini, yang juga asisten profesor klinis di Divisi Penyakit Menular dan Imunologi, Departemen Kedokteran di NYU Grossman School of Medicine, dalam keterangan tertulis.
Kita membutuhkan alat seperti ini untuk melacak dan memahami dampak media sosial pada keraguan terhadap vaksin untuk epidemi ini dan untuk epidemi di masa depan. (Anasse Bari)
Megan berharap hal ini menjadi langkah pertama untuk menciptakan barometer untuk melacak sentimen dan tema yang terkait dengan keraguan vaksin.
”Karena epidemi Covid-19 telah menempatkan lebih banyak dari kita di depan komputer dan keraguan terhadap vaksin telah membentuk epidemi baru. Kita membutuhkan alat seperti ini untuk melacak dan memahami dampak media sosial pada keraguan terhadap vaksin untuk epidemi ini dan untuk epidemi di masa depan,” kata Anasse Bari, penulis utama paper ini, yang juga profesor asosiasi klinis dalam ilmu komputer di NYU’s Courant Institute of Mathematical Sciences.
Vaksinasi dapat membantu mengakhiri lonjakan berkelanjutan dan varian baru pandemi Covid-19. Namun, keragu-raguan terhadap vaksin merusak dampak vaksinasi secara individu dan kolektif. Hal ini diperparah dengan peran media sosial, yang semakin memperkuat informasi dan kesalahan informasi mengenai vaksinasi, menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana, khususnya platform ini memengaruhi tingkat vaksinasi.
Untuk mengatasi hal ini, penulis makalah mengembangkan aplikasi analitik data besar berdasarkan Natural Language Processing (NLP), Analisis Sentimen (SA), dan Amazon Web Services (AWS). Alat ini memungkinkan para peneliti melacak beberapa topik terkait vaksin saat muncul dalam lusinan frasa.
Topik yang diamati termasuk konspirasi, ketakutan, kebebasan kesehatan, alternatif alami, efek samping, keamanan, kepercayaan/ketidakpercayaan, perusahaan vaksin, sumber mapan, dan keraguan. Topik-topik ini dan frasa terkait memungkinkan mereka melampirkan ”skor sentimen” pada vaksinasi—positif, negatif, atau netral.
Mereka juga menggunakan kumpulan data yang umum digunakan, kumpulan data Institute of Electrical and Electronic Engineers (IEEE), Dataport, yang menandai skor sentimen tweet yang berkaitan dengan virus korona berdasarkan lokasi geografis AS. Kumpulan data yang dianalisis mencakup lebih dari 23.000 tweet terkait vaksin dari 20 Maret 2021 hingga 20 Juli 2021. Para peneliti juga memeriksa data vaksinasi Covid-19 di setiap negara bagian AS.
Secara keseluruhan, data menunjukkan bahwa setelah vaksin tersedia untuk semua orang dewasa—sekitar pertengahan April 2021—peningkatan sentimen positif di wilayah tertentu di AS diikuti oleh peningkatan tingkat vaksinasi seminggu kemudian. Sebaliknya, di daerah-daerah di mana ada penurunan sentimen, penurunan tingkat vaksinasi terjadi seminggu kemudian.
Secara khusus, kerangka analisis data besar menunjukkan bahwa dalam beberapa bulan pertama pandemi, dan sebelum peluncuran vaksin dimulai pada akhir 2020, sentimen positif dan negatif terhadap vaksin serupa, dengan sentimen positif yang sedikit lebih tinggi. Sebaliknya, setelah peluncuran vaksin dimulai, tweet sentimen negatif melebihi tweet positif.
”Karena tingkat vaksinasi ditemukan untuk melacak secara regional dengan sentimen di Twitter tentang vaksin, alat analitik yang lebih canggih berpotensi memprediksi perubahan dalam penyerapan vaksin atau memandu pengembangan kampanye media sosial yang ditargetkan dan strategi vaksinasi,” kata Bari.
Metode ini memungkinkan kita memulai mengidentifikasi pola keraguan vaksin dari waktu ke waktu dan tempat. ”Tapi, itu hanya bisa memantau, dan tidak memengaruhi, keragu-raguan vaksin, yang terus berubah. Lebih banyak pekerjaan diperlukan untuk membangun kepercayaan pada vaksin yang menyelamatkan jiwa dan membatalkan pengaruh negatif vaksin,” ujar Bari.