Ancaman Hepatitis Misterius yang Menyerang Anak-anak
Hepatitis misterius yang belum diketahui asalnya ditemukan di 12 negara dan telah menelan korban jiwa. Perlu upaya sejak dini untuk memitigasi kemungkinan terjadinya wabah global.
Oleh
AHMAD ARIF
·5 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Petugas dari Dinas Kesehatan Kota Depok dan Puskesmas Cinere melakukan pengecekan dan investigasi lapangan terkait laporan penyakit hepatitis A yang menyerang warga di RT 001 dan RT 002 RW 001, Cinere, Depok, Jawa Barat, Rabu (28/8/2019).
Hepatitis misterius yang belum diketahui asalnya telah ditemukan di 12 negara. Sebagian anak yang mengalami radang hati parah ini harus menjalani transplantasi hati dan satu orang meninggal. Perlu upaya sejak dini untuk memitigasi kemungkinan terjadinya wabah global.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan laporan pertamanya tentang wabah ini pada 15 April ketika kasus pertama diisolasi di Inggris. Pada saat laporan itu, ada 10 kasus pada anak-anak usia 11 bulan-5 tahun.
Pada Sabtu (23/4/2022), WHO melaporkan 169 kasus hepatitis pada anak di 12 negara, sebagian besar di Eropa. Kasus ini dialami anak berusia 1 bulan-16 tahun, di mana 17 anak (sekitar 10 persen) membutuhkan transplantasi hati dan satu anak meninggal.
Di Inggris Raya ditemukan 114 kasus, Spanyol 13 kasus, Israel 12 kasus, Amerika Serikat 9 kasus, Denmark 6 kasus, Irlandia 5 kasus, Belanda 4 kasus, Italia 4 kasus, Norwegia 2 kasus, Perancis 2 kasus, Rumania 1 kasus, dan Belgia 1 kasus.
Menurut laporan WHO ini, sindrom klinis di antara kasus yang teridentifikasi ini merupakan hepatitis akut atau peradangan hati dengan peningkatan enzim hati yang nyata. Banyak anak dilaporkan mengalami gejala gastrointestinal, termasuk sakit perut, diare dan muntah, selain menguningnya kulit dan bagian putih mata, sebelum mengalami hepatitis akut parah.
Adenovirus telah terdeteksi dalam 74 kasus. Dari jumlah kasus dengan informasi pengujian molekuler, 18 telah diidentifikasi sebagai adenovirus tipe 41 F. Virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19, diidentifikasi dalam 20 kasus yang diuji. Selanjutnya, 19 terdeteksi dengan koinfeksi SARS-CoV-2 dan adenovirus.
Sebagian besar anak-anak yang terinfeksi ini tidak mengalami demam. ”Ini adalah fenomena (hepatitis) yang parah. Padahal, anak-anak ini sangat sehat … hingga seminggu yang lalu,” kata Deirdre Kelly, ahli hepatologi pediatrik di Rumah Sakit Anak Birmingham di Inggris yang merawat pasien, seperti dilaporkan Science, pekan lalu.
Kelly, yang bekerja di salah satu dari tiga pusat penyakit hati pediatrik dan transplantasi Inggris, mengatakan bahwa sejak awal tahun ini, unitnya menemukan 40 kasus hepatitis pada kanak-kanak dengan penyebab yang tidak pasti. Selama periode Januari hingga April yang sama pada 2018, unitnya hanya melihat tujuh anak seperti itu.
Adenovirus hingga Covid-19
Hingga saat ini, WHO dan para ilmuwan masih belum bisa menyimpulkan penyebab wabah hepatitis ini, dan kenapa anak-anak yang banyak diserang. Hipotesis awal tentang apa yang mungkin membuat anak-anak sakit termasuk paparan racun dari makanan, minuman, atau mainan, tetapi kecurigaan sekarang berpusat pada virus.
Hepatitis sendiri merupakan peradangan hati yang disebabkan oleh berbagai virus menular dan agen tidak menular. Setidaknya ada lima jenis utama virus hepatitis yang telah diketahui, yaitu tipe A, B, C, D dan E. Meskipun semuanya menyebabkan penyakit hati, mereka berbeda dalam hal penting termasuk cara penularan, tingkat keparahan penyakit, distribusi geografis, dan metode pencegahan.
Menurut data WHO, virus hepatitis tipe B dan C menyebabkan penyakit kronis pada ratusan juta orang dan bersama-sama merupakan penyebab paling umum dari sirosis hati, kanker hati dan kematian. Diperkirakan 354 juta orang di seluruh dunia hidup dengan hepatitis B atau C, dan untuk sebagian besar, pengujian dan pengobatan tetap di luar jangkauan.
Kita harus serius, menyiapkan dan menata sistem, termasuk menyiapkan dokter anak dan penyakit dalam. (David Handojo Muljono)
Anak-anak yang sehat jarang mengalami serangan hepatitis akut. Apalagi, dalam wabah hepatitis kali ini, tidak ditemukan adanya virus hepatitis A, B, C, D, dan E. Selain itu, menurut laporan WHO, perjalanan internasional atau hubungan ke negara lain juga belum diidentifikasi sebagai faktor.
Inggris, yang pertama kali menemukan kasus hepatitis misterius pada anak ini merilis rincian baru dalam penyelidikan mereka pada Senin (25/4/2022). Laporan baru ini memberikan perhatian pada kemungkinan kelompok adenovirus sebagai pemicu hepatitis ini.
Menurut laporan UK Health Security Agency ini, sebanyak 40 dari 53 kasus yang diuji diketahui terinfeksi adenovirus, diikuti oleh SARS-CoV-2. Temuan ini konsisten dengan situasi di negara-negara lain, seperti dilaporkan WHO, bahwa adenovirus yang paling banyak ditemukan pada kasus hepatitis ini.
Namun, adenovirus merupakan kelompok virus yang sangat banyak jenisnya dan umumnya terkait dengan gejala seperti pilek, demam, sakit tenggorokan, dan mata merah. Kelompok virus ini umumnya ditularkan melalui tetesan pernapasan dan dari menyentuh orang yang terinfeksi atau virus di permukaan. Namun, kelompok virus ini sebelumnya belum pernah memicu hepatitis parah sebagaimana terjadi saat ini.
Laporan Kimberly Marsh dari Public Health Scotland dan tim di jurnal Eurosurveillance pada 14 April menyebutkan, beberapa anak yang mengalami hepatitis akut ini juga dinyatakan positif terinfeksi SARS-CoV-2 sesaat sebelum atau setelah masuk rumah sakit. Mereka tidak ada yang menerima vaksin Covid-19 Selain itu, sebanyak setengahnya memiliki adenovirus.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Para petugas dari Dinas Kesehatan Kota Depok dan Puskesmas Cinere melakukan pengecekan dan investigasi lapangan terkait laporan penyakit hepatitis A yang menyerang warga di RT 001 dan RT 002 RW 001, Cinere, Depok, Jawa Barat, Rabu (28/8/2019).
”Hipotesis terkemuka berpusat di sekitar adenovirus—baik varian baru dengan sindrom klinis berbeda atau varian yang beredar secara rutin yang lebih berdampak pada anak-anak yang lebih muda yang rentan secara imunologis,” tulis para peneliti Skotlandia ini.
Peneliti terus mempelajari kemungkinan lain. Misalnya, isolasi anak-anak kecil selama pandemi mungkin telah membuat mereka rentan secara imunologis karena tidak pernah terpapar dengan beragam virus, termasuk adenovirus, yang biasanya hadir pada masa balita.
Sementara itu, epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan, efek imunologis dari episode Covid-19 sebelumnya mungkin membuat anak-anak lebih rentan terhadap infeksi atau penyakitnya bisa menjadi komplikasi jangka panjang dari Covid-19 itu sendiri. Dampak Covid-19 jangka panjang ini juga tidak bisa dikesampingkan.
Dicky juga mengingatkan, temuan kasus hepatitis misterius ini rata-rata terjadi di negara maju yang deteksi penyakitnya bagus. Bisa jadi kasus serupa sebenarnya juga terjadi di negara-negara lain, tetapi belum terdeteksi karena masalah deteksi dini.
Peringatan dini
Ahli penyakit dalam yang juga Komite Ahli Hepatitis Kementerian Kesehatan, Prof David Handojo Muljono, mengatakan, seperti dilaporkan WHO, sumber penyakit ini masih misterius.
”Namun, kita harus mewaspadai sejak dini dengan mengaktifkan early warning and action system. Saat wabah flu burung, kita punya ini, sayangnya di awal Covid-19 kita terlambat melakukannya,” kata David.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA
David Handojo Muljono
Menurut David, perlu disiapkan panduan dalam penelusuran, pencegahan, dan deteksi dini, dan pengobatan dini, dan pengobatan lanjut hepatitis baru ini. ”Kita harus serius, menyiapkan dan menata sistem, termasuk menyiapkan dokter anak dan penyakit dalam, dalam melakukan diagnosa dan menanganinya, serta kesiapan dalam pemeriksaan di laboratorium. Puskesmas juga harus disiapkan,” katanya.
David juga mengingatkan agar masyarakat meningkatkan kewaspadaan dan pencegahan. ”Kebiasaan pola hidup sehat, termasuk cuci tangan, yang sudah diterapkan di Covid-19 harus diteruskan. Selain itu, vaksinasi untuk beberapa varian hepatitis yang sudah ada juga harus dilakukan,” katanya.