Wadah Plastik Bisa Melepaskan Triliunan Nanoplastik
Wadah plastik bisa melepaskan partikel plastik berukuran nanometer dengan kepadatan lebih dari 10 triliun per liter saat terkena air panas selama sekitar 20 menit.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
ALIF ICHWAN
Pedagang gelas plastik dan tempat makanan styrofoam melayani pembeli. Bahan plastik dan styrofoam mengandung bahan berbahaya bagi manusia, juga lingkungan. Oleh sebab itu, Pemprov DKI Jakarta sedang menyiapkan peraturan gubernur (pergub) mengenai larangan penggunaan kantong plastik. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendukung pergub tersebut dan meminta larangan diperluas, tak hanya soal plastik.
JAKARTA, KOMPAS — Wadah plastik yang biasa dipakai sehari-hari terbukti bisa melepaskan partikel pencemar berukuran nano dalam jumlah besar, terutama jika terkena air panas. Untuk mengurangi risiko paparan, para peneliti merekomendasikan mengurangi penggunaan plastik sebagai wadah makanan.
Cemaran partikel plastik dari wadah yang terkena air panas ini dipublikasikan para peneliti dari National Institute of Standards and Technology (NIST), Amerika Serikat, di jurnal Environmental Science and Technology. Ahli kimia NIST Christopher Zangmeister menjadi penulis utama kajian ini.
”Partikel nanoplastik yang terlepas dari wadah yang terkena air panas mencapai triliun per liter. Kami tidak tahu apakah itu berdampak buruk bagi kesehatan manusia atau hewan,” kata Zangmeister, dalam rilis NIST, Rabu (20/4/2022).
Mikroplastik merupakan partikel yang lebih kecil dari 5 milimeter dan dapat dilihat dengan mata telanjang, sedangkan nanoplastik lebih kecil dari sepersejuta meter (satu mikrometer) dan sebagian besar bahkan tidak dapat dilihat dengan mikroskop standar.
Dalam studi ini, para peneliti NIST mengamati dua jenis produk plastik komersial, yaitu plastik nilon untuk makanan (food grade) berupa lembaran plastik bening yang ditempatkan di loyang untuk menciptakan permukaan antilengket yang mencegah hilangnya kelembapan kue.
ALIF ICHWAN
Pedagang gelas plastik dan tempat makanan styrofoam melayani pembeli. Bahan plastik dan styrrofoam mengandung bahan berbahaya bagi manusia, juga lingkungan.
Produk kedua adalah wadah minuman panas sekali pakai yang biasa dipakai untuk cangkir kopi. Gelas minuman yang mereka analisis ini dilapisi dengan polietilen densitas rendah (LDPE), film plastik fleksibel lembut yang sering digunakan sebagai pelapis.
Studi ini menunjukkan bahwa kedua produk yang umum digunakan ini bisa melepaskan partikel plastik berukuran nanometer dengan kepadatan lebih dari 10 triliun per liter saat terkena air panas selama sekitar 20 menit. Jumlah partikel yang dilepaskan akan meningkat seiring suhu air.
Partikel nanoplastik yang terlepas dari wadah yang terkena air panas mencapai triliun per liter. Kami tidak tahu apakah itu berdampak buruk bagi kesehatan manusia atau hewan.
Diameter partikel rata-rata adalah antara 30 dan 80 nanometer (nm) dengan sedikit partikel di atas 200 nm. Jumlah partikel yang dilepaskan ke dalam air panas dari nilon food grade bisa tujuh kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan gelas minuman sekali pakai.
Berdasarkan kepadatan jumlah partikel, partikel yang dilepaskan ke dalam air dari satu cangkir minuman panas 300 mililiter setara dengan satu partikel untuk setiap tujuh sel dalam tubuh manusia dalam kisaran ukuran yang tersedia untuk penyerapan seluler.
Dalam dekade terakhir para ilmuwan telah menemukan plastik di mana pun kita melihat di lingkungan. ”Studi kami berbeda karena nanopartikel ini sangat kecil sehingga mereka bisa masuk ke dalam sel, mungkin mengganggu fungsinya,” kata Zangmeister.
ANGGER PUTRANTO
Penjual Tuk Tuk Tea membuat segelas Teh Thailand dari gelas plastik di Banyuwangi, Selasa (6/8/2019). Usaha waralaba minuman Tuk Tuk Tea telah menyiapkan 1.000 botol minum atau tumbler untuk para penggemarnya sebagai usaha mengurangi sampah plastik.
Temuan ini menguatkan riset sebelumnya yang menemukan bahwa partikel plastik telah ditemukan di darah dan paru-paru manusia. Dalam riset yang ditulis para peneliti dari Vrije Universiteit Amsterdam di jurnal Environment International (Maret 2022), partikel plastik skala mikroskopis telah ditemukan di 17 dari 22 sampel atau 77 persen darah peserta penelitian.
Dalam sampel ini rata-rata ditemukan 1,6 mikrogram bahan plastik yang diukur untuk setiap mililiter darah, dengan konsentrasi tertinggi lebih dari 7 mikrogram. Setengah dari sampel mengandung PET, plastik yang biasa digunakan dalam botol minuman, sedangkan sepertiga mengandung polistirena, bahan yang digunakan untuk mengemas makanan dan produk lainnya. Seperempat sampel darah mengandung polietilen, yang biasanya dipakai untuk membuat kantong plastik.
Kurangi penggunaan plastik
Menyikapi temuan terbaru ini, Guru Besar Departemen Pengelolaan Sumber Daya Perairan IPB University Etty Riani, Kamis (21/4/2022), mengatakan, sebaiknya plastik memang tidak lagi digunakan untuk wadah makanan atau minuman, terutama yang suhunya tinggi. Hal ini karena plastik, sekalipun dari kategori food grade, ternyata bisa melepas partikel pencemar.
”Selain cemaran dari plastiknya sendiri, bahan plastik juga mengandung B3 (bahan berbahaya dan beracun), juga ke dalamnya dimasukkan berbagai bahan aditif berbahaya, termasuk di dalamnya logam berat,” kata Etty, yang banyak meneliti cemaran plastik dan bahan berbahaya ini.
Menurut Etty, ikatan bahan aditif yang masuk pada kategori bahan berbahaya dan beracun tersebut dalam plastik sangat longgar dan labil. ”Ketika wadah plastik dipakai, bahan aditif bisa lepas dengan mudah, apalagi jika makanannya panas dan asam. Semakin panas dan asam makanan atau minumannya, semakin cepat dan banyak partikel yang lepas dari wadah plastik,” katanya.
CEMARAN WADAH PLASTIK
Wadah plastik bisa melepaskan partikel plastik berukuran nanometer dengan kepadatan lebih dari 10 triliun per liter saat terkena air panas selama sekitar 20 menit. Jumlah partikel yang dilepaskan akan meningkat seiring suhu air. Sumber: Christopher Zangmeister dkk. (Environmental Science and Technology, 2022)
Peneliti limbah plastik dari Pusat Riset Oseanografi-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Reza Cordova menambahkan, sebagian peneliti sudah merekomendasikan penggantian plastik ke bahan stainless steel untuk wadah makanan atau minuman. ”Plastik sekali pakai atau plastik daur ulang selalu ada bahan kimia sebagai bahan aditifnya,” katanya.
Pada Desember 2021, para ilmuwan yang tergabung di International Pollutants Elimination Network (IPEN) melaporkan mengenai bahaya bahan kimia beracun yang ditambahkan ke produk plastik. Penggunaan aditif kimia beracun dalam plastik membuat sebagian besar plastik yang digunakan saat ini tidak layak didaur ulang.