Dua siklon tropis, yaitu Megi dan Malakas, muncul di sekitar wilayah Filipina, Senin (11/4/2022). Kedua siklon tropis ini turut meningkatkan intensitas hujan, angin kencang, dan gelombang tinggi di Indonesia.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dua siklon tropis, yaitu Megi dan Malakas, muncul di sekitar wilayah Filipina pada Senin (11/4/2022). Kedua siklon tropis ini turut meningkatkan intensitas hujan, angin kencang, dan gelombang tinggi di sejumlah wilayah Indonesia.
Koordinator Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Miming Saepudin mengatakan, siklon Megi telah mendarat di daratan Leyte utara, Filipina, sekitar 850 kilometer (km) sebelah utara Tahuna, Sulawesi Utara. Hingga 24 jam ke depan, siklon ini diperkirakan masih akan berada di lokasi yang sama dengan kecepatan angin maksimum 35 knots atau 65 km per jam dan tekanan 1.000 hPa.
”Siklon ini berpotensi meningkatkan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di Kalimantan Utara,” katanya.
Gelombang laut dengan ketinggian 2,5-4 meter berpeluang terjadi di perairan utara Kepulauan Talaud. Gelombang dengan ketinggian 1,25–2.5 meter berpeluang terjadi di perairan Kalimantan Utara, Selat Makassar bagian utara, Laut Sulawesi, perairan Bitung-Kepulauan Sitaro-Kepulauan Sangihe, perairan selatan Kepulauan Talaud, dan perairan selatan Sulawesi Utara.
Penyimpangan fenomena hidrometerologi saat ini semakin kerap terjadi seiring pemanasan global.
Sementara itu, siklon Malakas berada di Laut Filipina, sekitar 1.440 km sebelah utara Manokwari, Papua Barat. Siklon ini bergerak menjauhi wilayah Indonesia dengan kecepatan 10 knots atau 18 km per jam. Sedangkan kecepatan angin maksimum di pusaran siklon mencapai 50 knots atau 90 km per jam dengan tekanan 990 hPa.
Menurut Miming, intensitas siklon tropis Malakas diperkirakan menguat seiring pergerakannya ke arah barat barat laut. Dalam 24 jam ke depan, kecepatan angin maksimum akan menjadi 75 knots atau 135 km per jam dan tekanan 965 hPa.
Keberadaan siklon Malakas ini akan meningkatkan potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di wilayah Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua. Sedangkan potensi angin kencang bisa terjadi di Sulawesi Utara dan Maluku Utara.
Selain itu, tinggi gelombang 1,25-2,5 meter bisa terjadi di Selat Makassar bagian tengah dan utara, Laut Sulawesi, perairan Bitung-Kepulauan Sitaro, Laut Maluku, perairan Kepulauan Halmahera bagian utara, Laut Halmahera, perairan selatan Kepulauan Sangihe, dan perairan utara Papua Barat hingga Papua. Untuk gelombang dengan 2,5-4 meter yang dipicu siklon ini bisa terjadi di perairan Kepulauan Talaud dan Samudra Pasifik utara Kepulauan Halmahera hingga Papua.
Laut memanas
Peneliti iklim BMKG, Siswanto, mengatakan, mengacu pada tren sebelumnya, peluang kemunculan siklon tropis pada bulan April seharusnya lebih tinggi di belahan bumi selatan, yaitu 11 persen dibandingkan dengan 2 persen untuk belahan bumi utara. Meski demikian, penyimpangan fenomena hidrometerologi saat ini semakin kerap terjadi seiring pemanasan global.
Siswanto mengatakan, siklon tropis dapat terbentuk jika dipenuhi beberapa syarat. Yang utama adalah adanya suhu permukaan laut sekitar 27 cerajat celsius atau lebih hangat dari sekitarnya. Syarat lainnya, yaitu adanya beda arah dan kecepatan angin atau disebut ”geser angin” pada ketinggian yang berbeda di bagian atmosfer bawah (low level vertical wind shear) disertai dengan potensi pusaran udara yang cukup besar dalam cakupan yang luas.
Menurut Siswanto, hasil penelitian beberapa dekade terakhir menunjukkan bahwa di beberapa wilayah samudra telah menghangat 0,25–0,5 derajat celsius. Situasi ini cenderung meningkatkan frekuensi siklon tropis.
”Dari laporan WMO (Organisasi Meteorologi Dunia), dari data siklon seluruh permukaan bumi, sekitar 85 badai tropis terbentuk setiap tahun di atas lautan tropis yang hangat di dunia. Di antaranya,setengahnya atau lebih menjadi siklon tropis, badai, atau topan. Dari 85 badai tropis, 72 persen terjadi di belahan bumi utara dan 28 persen di belahan bumi selatan,” katanya.