Pembasahan Kembali Gambut Tidak Menurunkan Produksi Sawit
Selama ini perkebunan sawit kerap mengeringkan gambut yang berisiko memicu kebakaran lahan. Studi baru menemukan bahwa sawit di Indonesia dapat dibudidayakan secara lebih berkelanjutan dengan membasahi lahan gambut.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama ini perkebunan sawit kerap mengeringkan gambut guna mendukung produksi, tetapi di sisi lain berisiko memicu kebakaran lahan. Studi baru menemukan bahwa sawit di Indonesia dapat dibudidayakan secara lebih berkelanjutan dengan membasahi kembali lahan gambut.
Penelitian yang diterbitkan di Journal of Applied Ecology pada Senin (14/3/2022) ini berupaya melihat restorasi lahan gambut tropis di Indonesia dan menyelidiki apakah pengelolaan ketinggian air di lahan gambut yang dikeringkan memengaruhi kelangsungan hidup kelapa sawit yang ditanam petani. Selain itu, peneliti juga melihat dampaknya bagi keanekaragaman spesies burung.
Eleanor Warren-Thomas, ekolog dari School of Natural Sciences, Bangor University, Inggris, yang memimpin penelitian mengatakan, Indonesia diperkirakan memiliki 47 persen lahan gambut tropis dunia, terutama di Pulau Kalimantan dan Sumatera.
Hutan menutupi 76 persen lahan gambut Sumatera pada tahun 1990, tetapi pada tahun 2015 sebanyak 66 persen lahan gambut telah berubah menjadi lahan pertanian rakyat dan perkebunan industri, terutama kelapa sawit. Belakangan, Indonesia telah berupaya mengurangi laju deforestasi dan merestorasi gambut untuk menghindari kebakaran.
”Namun, salah satu tantangan besar adalah trade-off antara mata pencarian petani kecil dan memastikan keanekaragaman hayati di daerah ini,” kata Eleanor dalam keterangan tertulis.
Beberapa peneliti dari Indonesia yang terlibat dalam kajian di antaranya Fahmuddin Agus dari IPB University, Panji Gusti Akbar dari Birdpacker-Malang, serta Bambang Heriyadi dan beberapa koleganya dari Universitas Jambi.
Kajian dilakukan dengan memeriksa hasil buah kelapa sawit dan keanekaragaman burung di 41 perkebunan rakyat di Jambi, yang bervariasi dalam intensitas drainase. Mereka juga membandingkan keanekaragaman burung di perkebunan dengan kawasan sekitar hutan rawa gambut lindung.
Eleanor mengatakan, lahan gambut umumnya dikeringkan menggunakan kanal agar cocok untuk pertanian, termasuk kelapa sawit. Meski demikian, hal ini dapat berdampak pada habitat dan menyebabkan gambut mengeluarkan karbon. Lahan kering juga dapat menjadi rentan terhadap kebakaran, yang menyebabkan meningkatkan emisi karbon, kabut asap beracun, dan ancaman bagi kehidupan manusia dan satwa liar.
Temuan ini berbeda dengan kekhawatiran beberapa perkebunan. Mempertahankan ketinggian air (40 cm atau kurang) masih memungkinkan budidaya kelapa sawit. (Eleanor Warren-Thomas)
Sementara itu, memulihkan lahan gambut yang dikeringkan melibatkan proses pembasahan, di mana kanal-kanal yang mengalirkan air diblokir atau diisi, yang memperkecil kemungkinan lahan gambut terbakar.
Dalam penelitian ini, para peneliti menemukan, menahan lebih banyak air di perkebunan kelapa sawit untuk mengurangi risiko kebakaran tidak berpengaruh signifikan pada hasil panen. ”Temuan ini berbeda dengan kekhawatiran beberapa perkebunan. Mempertahankan ketinggian air (40 cm atau kurang) masih memungkinkan budidaya kelapa sawit,” sebut Eleanor.
Seorang petani yang bekerja sama dalam proyek tersebut, Udin, mengatakan, ”Bahkan, jika pertaniannya tergenang selama beberapa hari, hasilnya tidak berkurang.”
Studi ini menyimpulkan, pembasahan ulang seharusnya memiliki efek positif bersih bagi petani kecil dengan mengurangi risiko kebakaran yang dapat merusak properti, perkebunan, dan kesehatan manusia, tanpa memiliki efek yang dapat dideteksi pada hasil produksi kelapa sawit.
Dalam kajian ini, peneliti mencatat ada 90 spesies burung di kawasan hutan rawa gambut yang berdekatan dengan perkebunan, tetapi hanya 48 spesies yang ditemukan di kelapa sawit. Spesies yang hidup di hutan juga berbeda, termasuk 35 spesies prioritas konservasi, dan cenderung spesies bertubuh lebih besar yang memainkan peran ekologis yang berbeda. Ini berarti perlindungan hutan sangat penting untuk melestarikan keanekaragaman hayati.
”Jadi, kami tidak menemukan bukti bahwa pembasahan kembali meningkatkan keanekaragaman hayati di perkebunan. Namun, upaya pengurangan kebakaran di lahan pertanian di lahan gambut yang dibudidayakan, termasuk pembasahan kembali, akan sangat penting untuk mengurangi risiko kebakaran yang meluas ke hutan terdekat, yang berisi kumpulan spesies burung yang unik dan beragam,” tulis Eleanor dalam papernya.
Menurut para peneliti, perlindungan hutan lahan gambut yang tersisa dari kebakaran dan penebangan menjadi kunci untuk konservasi keanekaragaman hayati serta untuk menyediakan sumber penyebar benih dan materi genetik bagi upaya restorasi hutan dan lanskap di masa depan.
Di sisi lain, restorasi tutupan lahan yang lebih ramah keanekaragaman hayati akan meningkatkan permeabilitas lanskap dan membantu melestarikan spesies dan jasa ekosistem yang mereka berikan.