Paus Pembunuh Dulu Memangsa Ikan, Bukan Mamalia Laut
Paus pembunuh ternyata pada awalnya memangsa ikan, bukan mamalia laut seperti saat ini. Ini didasarkan pada temuan fosil purba di Yunani.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
Hanya dua spesies keluarga Cetacean (lumba-lumba, pesut, dan paus) yang memangsa mamalia laut, yaitu orca atau paus pembunuh sesungguhnya dan paus pembunuh palsu (false killer whale). Paus pembunuh palsu ini memiliki kerangka mirip orca tetapi tubuhnya berwarna abu-abu, bukan hitam-putih seperti orca.
Kedua predator ini meski disebut paus tetapi sesungguhnya merupakan keluarga lumba-lumba laut. Orca yang populer lewat film lawas Free Willy merupakan jenis yang dikenal agresif berburu dan memangsa paus biru, mamalia laut terbesar saat ini. Namun, tidak jelas kapan perilaku pemangsaan ini dimulai karena catatan fosil kedua spesies tersebut sangat terbatas.
Kini lewat hasil studi yang dipublikasikan Senin (7/3/2022) pada artikel berjudul The Origins of the Killer Whale Ecomorph dalam jurnal ilmiah Current Biology, peneliti mengungkapkan bahwa paus pembunuh pada awalnya memangsa ikan, bukan mamalia.
Dengan Rododelphis, kami sekarang mulai mengisi celah ini dan lebih memahami evolusi berulang dari adaptasi makan pada lumba-lumba laut.
Penulis laporan Jonathan Geisler (associate professor dan Ketua Departemen Anatomi di New York Institute of Technology College of Osteopathic Medicine) dan Giovanni Bianucci (paleontolog di University of Pisa, Italia) memaparkan temuannya itu dalam siaran pers New York Institute of Technology, Senin.
Hasil studi ini dimulai pada tahun 2020. Ketika itu, sisa-sisa fosil lumba-lumba purba yang tidak diketahui sains ditemukan di Pulau Rhodes, Yunani. Temuan ini memberikan bukti fosil pertama yang jelas tentang asal-usul paus pembunuh palsu.
Geisler, Bianucci, dan beberapa rekan lainnya dari Universitas Pisa menamai spesies tersebut Rododelphis stamatiadisi. Penamaan berdasarkan pulau tempat fosil ditemukan dan ahli paleontologi yang membuat penemuan tersebut (Polychronis Stamatiadis). Berdasarkan lapisan bumi yang mengandung Rododelphis, diperkirakan lumba-lumba hidup 1,5 juta tahun yang lalu, pada zaman Pleistosen.
Untuk lebih memahami R stamatiadisi, para peneliti membandingkan anatominya dengan paus pembunuh palsu dan orca saat ini, serta Orcinus citoniensis, satu-satunya kerabat fosil orca yang diketahui. Berdasarkan lebar tengkoraknya, Rododelphis kira-kira berukuran sama dengan paus pembunuh palsu modern, berukuran panjang 13 kaki (sekitar 4 meter) dan berat sekitar 1.200 pon (544 kilogram). Anehnya, di sebelah fosil ada sisa makanan terakhirnya yaitu tulang ikan.
Goresan kasar
Sama seperti orca modern, O citoniensis memiliki otot rahang yang sangat kuat dan gigi yang saling bertautan. Namun, gigi ini lebih kecil dari orca masa kini, dan jumlahnya lebih banyak.
Menariknya, gigi O citoniensis dan R stamatiadisi tidak memiliki goresan kasar dan retakan yang biasanya disebabkan oleh memakan mangsa berkaki, seperti mamalia. Sebaliknya, gigi mereka memiliki goresan halus dan sedikit retakan, menguatkan argumen bahwa kedua spesies memakan ikan.
Temuan penelitian ini juga bertentangan dengan teori populer bahwa paus besar, termasuk paus biru, berevolusi menjadi tubuh raksasa untuk menghindari pemangsaan.
Sementara paus raksasa pertama muncul 3,6 juta tahun yang lalu, temuan Geisler dan Bianucci menunjukkan bahwa lumba-lumba purba mulai memangsa mamalia laut lainnya, termasuk paus, jauh setelah ini. Para peneliti percaya bahwa perilaku ini dimulai pada orca dalam tiga juta tahun terakhir, dan paus pembunuh palsu mengadaptasi perilaku ini dalam 1,5 juta tahun terakhir.
”Diversifikasi keluarga lumba-lumba laut terjadi dalam lima juta tahun terakhir, tetapi bukti fosil dari zaman Pleistosen sangat langka. Dengan Rododelphis, kami sekarang mulai mengisi celah ini dan lebih memahami evolusi berulang dari adaptasi makan pada lumba-lumba laut. Dengan kata lain, bagaimana orca dan paus pembunuh palsu secara terpisah mengembangkan anatomi tengkorak yang serupa dan perilaku memakan hewan lain. mamalia laut," kata Geisler, yang ahli dalam evolusi mamalia laut, dalam siaran pers New York Institute of Technology.
Sementara temuan memberikan data fosil pertama untuk menentukan kapan adaptasi makan ini dimulai, para peneliti masih membutuhkan lebih banyak fosil dan penelitian tambahan untuk menguak banyak informasi lainnya. Mengingat hal ini, para peneliti menyerukan penyelidikan di daerah-daerah seperti Yunani dan Italia, beberapa dari sedikit daerah di mana sedimen laut Pleistosen terpapar secara luas.