Indonesia Angkat Tiga Isu Prioritas tentang Lingkungan pada G-20
Indonesia akan mengangkat tiga isu prioritas tentang lingkungan pada presidensi G-20. Negara-negara anggota G-20 diharapkan memperkuat komitmen mencapai target lingkungan bersama.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
KHAERUL ANWAR
Kawasan Hutan Rarung, Desa Pemepek, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, menjadi sentra budidaya tanaman bambu tabah. Penanaman bambu tabah itu merupakan kerja sama warga sekitar hutan di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB. Foto diambil 7 Februari 2019.
JAKARTA, KOMPAS – Indonesia mengangkat tiga isu prioritas mengenai lingkungan hidup dalam presidensi G-20. Ketiganya fokus ke pemulihan dan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan. Hal ini diharapkan memperkuat komitmen negara-negara anggota G-20 untuk mencapai target bersama, salah satunya emisi nol bersih pada 2050.
Isu pertama yang akan diangkat adalah mendukung pemulihan lingkungan berkelanjutan. Kedua, mendorong pengelolaan ekosistem di darat dan laut. Ketiga, mendorong mobilisasi sumber daya untuk melindungi lingkungan hidup dan mengendalikan perubahan iklim.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar pada Selasa (1/3/2022) mengatakan, negara-negara G-20 menguasai sekitar 80 persen ekonomi dunia. Namun, negara G-20 juga menghasilkan sekitar 80 persen emisi gas rumah kaca global. Negara anggota pun menghasilkan sampah plastik.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar pada Selasa (1/3/2022).
Kendati demikian, negara G-20 telah mengadopsi keputusan Konferensi Perubahan Iklim ke-26 atau COP 26 di Glasgow. Mereka sepakat mengurangi emisi gas rumah kaca dan menjaga kenaikan suhu bumi maksimal 1,5 derajat celsius pada tahun 2100.
”Kerja sama solid seluruh negara G-20, dengan dipimpin Indonesia, akan memastikan komitmen yang disepakati COP 26 di Glasgow. Setelah COP 26, Indonesia menyiapkan berbagai langkah menurunkan emisi gas rumah kaca dengan kementerian/lembaga terkait,” kata Siti pada pertemuan daring.
Ketiga isu prioritas itu akan disampaikan melalui forum Deputi Kementerian Lingkungan di Kelompok Kerja Iklim dan Keberlanjutan (Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group/EDM-CSWG). Forum ini akan diselenggarakan tiga kali sepanjang 2022. Forum akan diakhiri dengan pertemuan tingkat menteri.
Forum pertama akan berlangsung pada Maret 2022 di Yogyakarta secara hibrida, campuran luring dan daring. Sejumlah negara diundang, antara lain Kanada, Brasil, Argentina, Amerika Serikat, Turki, dan Afrika Selatan. Sejumlah organisasi juga akan berpartisipasi, seperti Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), ASEAN, serta Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP).
AYU PRATIWI
Aksi unjuk rasa mengenai perubahan iklim global di depan Balai Kota Jakarta, Jumat (20/9/2019). Kegiatan itu dihadiri berbagai kalangan, dari yang berusia sekolah hingga profesional.
Kesepakatan
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dhewanthi mengatakan, forum EDM-CSWG akan menghasilkan catatan kesepakatan antarnegara. Kesepakatan itu untuk berkolaborasi dan melakukan aksi nyata menjawab isu-isu yang dibahas selama presidensi G-20.
Meskipun tidak bersifat mengikat, kesepakatan itu akan dipantau dan dievaluasi setiap tahun. Capaian tiap negara akan dilaporkan di presidensi G-20 tahun berikutnya. Kesepakatan ini dinilai mencerminkan komitmen negara-negara G-20 untuk mengatasi isu lingkungan.
”Di Indonesia, kita tidak hanya berkomitmen ke narasi atau deklarasi. Namun, hal itu diinternalisasikan dan diarusutamakan ke berbagai kebijakan dan program,” ucap Laksmi.
os
Aktivis kelompok Extinction Rebellion berkumpul di Lapangan Parlemen, pusat kota London, Inggris, dalam aksi krisis iklim, Selasa (1/9/2020). Aksi itu mendesak Parlemen Inggris memperhatikan komitmen menjaga lingkungan tetap hijau, seperti penanaman pohon dan pembangunan infrastruktur bagi pesepeda dan pejalan kaki sebagai upaya mengurangi emisi karbon.
Sebelumnya, KTT G-20 di Roma, Italia, pada 2021 menghasilkan 61 paragraf deklarasi dari para pemimpin dunia. Dari jumlah itu, 9 paragraf berisi isu perubahan iklim, 4 paragraf tentang lingkungan, dan 2 paragraf tentang transisi energi.
Isu utama tentang perubahan iklim yang berkembang dalam deklarasi tersebut, antara lain, akselerasi pengurangan emisi, penetapan kerangka waktu menuju nol emisi, serta ketersediaan teknologi dan pendanaan. Untuk isu lingkungan, yang dibahas adalah pelestarian keanekaragaman hayati dan penanganan degradasi tanah (Kompas,14/1/2022).
os
Aktivis kelompok Extinction Rebellion menyuarakan komitmen menjaga lingkungan tetap hijau dalam menghadapi perubahan iklim dan menghindari kepunahan dalam aksi di Lapangan Parlemen, London, Inggris, Selasa (1/9/2020).
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Sigit Reliantoro menambahkan, isu biodiversitas dan degradasi lahan akan dibahas pada EDM-CSWG. Isu biodiversitas penting mengingat kondisi keanekaragaman hayati global memburu. Berdasarkan studi oleh Intergovernmental Science Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Service (IPBES), sekitar sejuta spesies tumbuhan terancam punah. Selain itu, 93 persen stok ikan di laut terganggu atau dieksploitasi berlebihan.
”Isu degradasi lahan menjadi penting karena ini dihadapi 33,2 miliar orang. Kerusakan lahan juga menghilangkan 6,3 triliun hingga 10,6 triliun (dollar AS) atau setara 10-17 persen PDB dunia,” ucapnya.