Botol Plastik ”Reusable” Terbukti Melepaskan Ratusan Bahan Kimia
Ratusan zat kimia ditemukan dalam air yang disimpan dalam botol plastik yang dapat digunakan kembali. Beberapa zat ini berpotensi berbahaya bagi kesehatan manusia.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para peneliti di Universitas Kopenhagen telah menemukan beberapa ratus zat kimia yang berbeda dalam air yang disimpan dalam botol plastik reusable atau yang dapat digunakan kembali. Beberapa zat ini berpotensi berbahaya bagi kesehatan manusia.
Temuan ini dipublikasikan di Journal of Hazardous Materials volume 429 edisi Mei 2022. Edisi daring laporan penelitian yang ditulis Selina Tisler dan Jan H Christensen dari Analytical Chemistry Group, Universitas Kopenhagen, ini bisa diakses di sciencedirect.com pada Senin (14/2/2022).
Dua ahli kimia dari Universitas Kopenhagen ini mempelajari zat kimia mana yang dilepaskan ke dalam cairan oleh jenis botol plastik yang biasa dipakai. Hasilnya ditemukan banyak zat kimia yang dilepaskan. Pelepasan zat kimia ini kerap membuat rasa air jadi aneh setelah berada dalam botol plastik untuk sementara waktu.
”Kami terkejut dengan banyaknya zat kimia di dalam air setelah 24 jam di dalam botol. Ada ratusan zat di dalam air—termasuk zat yang belum pernah ditemukan dalam plastik serta zat yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan. Setelah dicuci, masih ada beberapa ribu (yang tersisa),” kata Christensen dalam keterangan yang dirilis Universitas Kopenhagen di www.ku.dk/english/.
Christensen dan Tisler mendeteksi lebih dari 400 zat berbeda dari botol plastik dan lebih dari 3.500 zat yang berasal dari sabun pencuci piring. Sebagian besar dari zat ini tidak diketahui dan sejauh ini belum diidentifikasi para peneliti. Sementara dari bahan kimia yang diidentifikasi, 70 persen toksisitasnya masih belum diketahui.
Di antara zat beracun di dalam air yang dikhawatirkan peneliti adalah photo-initiators, yang diketahui berpotensi membahayakan kesehatan pada organisme, seperti menjadi pengganggu endokrin dan karsinogen.
Kami terkejut dengan banyaknya zat kimia di dalam air setelah 24 jam di dalam botol. Ada ratusan zat di dalam air—termasuk zat yang belum pernah ditemukan dalam plastik serta zat yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan.
Selanjutnya, para peneliti menemukan berbagai pelembut plastik, antioksidan, dan zat pelepas yang digunakan dalam pembuatan plastik, serta diethyltoluamide (DEET), yang umumnya dikenal sebagai zat aktif dalam semprotan nyamuk.
Ditambah dari sabun
Dalam eksperimen mereka, para peneliti meniru cara banyak orang biasanya menggunakan botol minuman plastik. Orang sering minum air yang telah disimpan dalam botol selama beberapa jam. Para peneliti meninggalkan air keran biasa dalam botol minum baru dan bekas selama 24 jam, baik sebelum maupun sesudah dicuci dengan mesin, serta setelah botol berada di mesin pencuci piring dan dibilas dengan air keran.
Zat kimia yang paling banyak dilepaskan setelah mesin cuci adalah zat sabun dari permukaan. ”Sebagian besar bahan kimia yang berasal dari botol air itu sendiri tetap ada setelah mesin cuci dan pembilasan ekstra,” kata Tisler.
”Zat paling beracun yang kami identifikasi sebenarnya muncul setelah botol masuk ke mesin pencuci piring, mungkin karena mencuci membuat plastik menipis dan dengan demikian meningkatkan pelepasan (zat kimia),” tuturnya.
Dalam botol baru yang dapat digunakan kembali, hampir 500 zat berbeda tertinggal di dalam air setelah pembilasan tambahan. Lebih dari 100 zat ini berasal dari plastik itu sendiri.
Sekalipun konsentrasi zat kimia yang dilepaskan dari botol cukup banyak, para peneliti menekankan bahwa mereka belum menyimpulkan apakah air tersebut berbahaya bagi kesehatan. Mereka tengah meneliti kandungan toksikologinya lebih lanjut.
”Hanya karena zat-zat ini ada di dalam air, tidak berarti air itu beracun dan memengaruhi kita manusia. Namun, masalahnya, kita belum tahu. Pada prinsipnya, tidak terlalu bagus untuk minum residu sabun atau bahan kimia lainnya,” kata Tisler.
Menurut para peneliti, sebagian besar zat kimia yang dilepaskan ke air minum ini terjadi secara tidak sengaja selama proses produksi atau selama penggunaan, di mana zat mungkin telah diubah dari zat lain. Ini termasuk keberadaan DEET pengusir nyamuk, di mana para peneliti berhipotesis bahwa hal ini kemungkinan berasal dari pelembut plastik terdegradasi.
”Namun bahkan dari zat yang dikenal yang sengaja ditambahkan oleh produsen, hanya sebagian kecil dari toksisitas yang telah dipelajari. Jadi, sebagai konsumen, Anda tidak tahu apakah ada zat lain yang memiliki efek merugikan pada kesehatan Anda,” kata Tisler.
Studi juga menunjukkan betapa sedikitnya pengetahuan tentang bahan kimia yang dipancarkan dari produk yang bersentuhan dengan makanan dan minuman kita. Meskipun kadar toksikologi air dalam botol plastik ini belum bisa dipastikan, untuk mengurangi risiko, para peneliti mengaku telah beralih menggunakan gelas atau botol stainless steel dibandingkan botol plastik.