Varian Omicron diketahui sangat menular. Namun, subvarian BA.2 memiliki kemampuan lebih menular 33 persen dibandingkan varian Omicron dan saat ini sudah beredar di 57 negara, termasuk Indonesia.
Oleh
AHMAD ARIF
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Subvarian BA.2 yang memiliki kemampuan lebih menular 33 persen dibandingkan dengan varian Omicron awal saat ini sudah terdeteksi di 57 negara. Dengan sudah ditemukannya juga varian ini di Indonesia, risiko terjadinya lonjakan kasus Covid-19 bisa lebih tinggi lagi.
Laporan epidemiologi mingguan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Rabu (2/2/2022) menyebutkan, subvarian Omicron yang sangat menular, BA.2, kini telah terdeteksi di 57 negara. Subvarian ini juga telah menyumbang lebih dari setengah kasus Omicron yang dianalisis urutan genomnya.
Ahli epidemiologi dan Kepala Teknis WHO Maria Van Kerkhove mengatakan, dalam konferensi pers, data awal menunjukkan BA.2 memiliki sedikit peningkatan dalam tingkat pertumbuhan dibandingkan dengan BA.1, versi pertama dari varian Omicron. ”Tidak ada indikasi bahwa ada perubahan tingkat keparahan pada sub-varian BA.2,” katanya.
Omicron yang sangat mudah menular umumnya diketahui menyebabkan penyakit yang tidak terlalu parah dibandingkan dengan varian sebelumnya seperti Delta. Namun, data di sejumlah negara juga menunjukkan kenaikan kasus juga diikuti total korban jiwa. Bahkan, sejumlah negara seperti Australia mengalami rekor tertinggi jumlah kematian karena Covid-19.
Laporan epidemiologi ini juga menunjukkan Omicron menyumbang lebih dari 93 persen dari semua spesimen virus SARS-CoV-2 yang ditemukan dalam sebulan terakhir. Varian ini memiliki beberapa sub-garis keturunan, yaitu BA.1, BA.1.1, BA.2 dan BA.3.
Versi pertama yang diidentifikasi sebagai BA.1 dan BA.1.1 masih mencakup lebih dari 96 persen dari semua kasus Omicron yang dikumpulkan GISAID. Namun, lembaga tersebut mencontohkan, di beberapa bagian Eropa dan Asia, BA.2 sudah mulai menyebar lebih cepat dari BA.1.
Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan, dengan ditemukannya subvarian BA.2, Indonesia harus mewaspadai lonjakan kasus Covid-19 lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Hal ini berarti perlu ada perubahan strategi dalam pengendalian agar lonjakan kasus tidak sampai menyebabkan kolapsnya layanan kesehatan. ”Harus ada respons lebih cepat agar tidak terlambat dalam mengantisipasi lonjakan kasus,” katanya.
Sebelumnya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, subvarian Omicron BA.2 sudah terdeteksi di Indonesia. Hingga Jumat (28/1/2022), sedikitnya sudah 55 subvarian ini yang terdeteksi dari pemeriksaan genomik.
Lebih menular
Penelitian terbaru oleh tim ilmuwan yang berafiliasi dengan Universitas Kopenhagen dan Kementerian Kesehatan Denmark memastikan subvarian BA.2 jauh lebih menular daripada BA.1 dan lebih mampu menginfeksi orang yang telah divaksinasi.
Penelitian dilakukan dengan menganalisis infeksi Covid-19 di lebih dari 8.500 rumah tangga di Denmark antara Desember 2021 dan Januari 2022. Hasil penelitian ini bisa diakses di medrxiv.org dan belum ditinjau sejawat. Namun, para peneliti telah memublikasikan temuan mereka karena sifat pandemi yang mendesak.
Studi ini menemukan bahwa orang yang terinfeksi dengan subvarian BA.2, sekitar 33 persen lebih mungkin untuk menginfeksi orang lain, dibandingkan dengan mereka yang terinfeksi BA.1. Subvarian BA.2 dengan cepat menjadi jenis yang dominan di Denmark, menggantikan BA.1 pada minggu kedua Januari 2022.
Disebutkan, BA.2 lebih menular daripada strain BA.1 asli di antara orang yang divaksinasi dan tidak divaksinasi. Akan tetapi, peningkatan relatif dalam kerentanan terhadap infeksi secara signifikan lebih besar pada individu yang divaksinasi daripada individu yang tidak divaksinasi. Itu menunjukkan subvarian ini lebih baik dalam menghindari perlindungan vaksin daripada BA.1, yang sudah secara signifikan lebih menular daripada varian Covid-19 lainnya.
Tingkat penularan di antara orang yang tidak divaksinasi lebih tinggi dengan BA.2 dibandingkan dengan BA.1 menunjukkan orang yang tidak divaksinasi membawa viral load yang lebih tinggi dengan BA.2. Meskipun orang yang divaksinasi lengkap lebih mungkin untuk menangkap BA.2 daripada jenis sebelumnya, mereka cenderung menyebarkannya ke orang lain.
Sementara orang yang menerima vaksin penguat atau booster lebih kecil kemungkinannya untuk menularkan virus daripada orang yang divaksinasi lengkap. ”Ini menunjukkan bahwa setelah infeksi terobosan, vaksinasi melindungi terhadap penularan lebih lanjut, dan lebih untuk BA.2 daripada BA.1,” tulis para peneliti.
Studi ini juga mencatat bahwa kerentanan yang lebih tinggi terhadap infeksi dan penularan BA.2 yang lebih besar kemungkinan akan mengakibatkan penyebaran virus yang lebih luas di antara anak-anak yang tidak divaksinasi di sekolah dan tempat penitipan anak.
Para peneliti juga menjelaskan, infeksi Covid BA.2 umumnya lebih ringan daripada infeksi varian Delta dan vaksin membantu melindungi terhadap penyakit parah dan rawat inap.
Evaluasi level PPKM
Presiden Joko Widodo menginstruksikan segera dievaluasi level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Jajaran kepala daerah dibantu TNI dan Polri diminta menegakkan protokol kesehatan dan mempercepat vaksinasi.
”Saya mengingatkan masyarakat tenang menghadapi varian baru Covid-19. Tetap disiplin, jaga protokol kesehatan, dan kurangi aktivitas yang tak perlu. Bagi yang belum divaksinasi, segera divaksinasi,” kata Presiden secara daring dari Medan, Sumatera Utara, kemarin.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat penambahan 27.197 kasus, Kamis. Jumlah kasus harian itu naik lebih dari 100 kali dibandingkan dengan 3 Januari dengan 265 kasus. Jumlah kasus Omicron di Indonesia lebih dari 3.000 orang.
Presiden mengutarakan, lonjakan kasus sudah diprediksi dan diantisipasi pemerintah dengan jauh lebih baik ketimbang tahun lalu, dari segi rumah sakit, obat dan oksigen, fasilitas isolasi, serta tenaga kesehatan. ”Tingkat penularan Omicron tinggi, tetapi tingkat kematian lebih rendah dibandingkan dengan varian Delta,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengusulkan kenaikan level PPKM. ”Kami mengusulkan level di DKI Jakarta dipertimbangkan karena ini tak bisa sepihak,” kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria. (CAS/TAM/HLN/ERK/DAN)