Selamat Saat Menjalani Isolasi Mandiri dari Omicron
Isolasi mandiri yang dijalankan dengan benar, selain mengurangi risiko keparahan juga penting untuk mencegah penularan virus ke orang lain.
Dibandingkan saat gelombang Delta, kebanyakan pasien Omicron disarankan menjalani isolasi mandiri dan pengobatan jarak jauh karena kecenderungan gejalanya lebih ringan. Namun, tetap ada banyak hal yang perlu diperhatikan selama menjalani isolasi mandiri ataupun pengobatan jarak jauh untuk menghindari risiko keparahan maupun memperluas penularan.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.01/MENKES/18/2022 tentang Pencegahan dan Pengendalian Kasus Covid-19 Varian Omicron (B.1.1.529), yang di antaranya memuat ketentuan mengenai isolasi bagi pasien Covid-19. Disebutkan, pasien kasus probable dan konfirmasi varian Omicron, baik yang bergejala (simptomatik) maupun tidak bergejala (asimptomatik) harus melakukan isolasi.
Namun, tempat isolasi bisa berbeda, sesuai kondisi pasien. Dalam surat edaran ini disebutkan, mereka yang bergejala berat-kritis harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, mereka yang bergejala sedang atau ringan disertai komorbid yang tidak terkontrol juga dapat dirawat di rumah sakit.
Sementara kasus konfirmasi Covid-19 tanpa gejala dan gejala ringan dapat melakukan isolasi mandiri jika memenuhi sejumlah syarat klinis dan syarat rumah. Beberapa syarat klinis itu adalah berusia di bawah 45 tahun, tidak memiliki komorbid, dapat mengakses telemedisin atau layanan kesehatan lainnya, dan berkomitmen tetap diisolasi sebelum diizinkan keluar.
Syarat rumah dan peralatan pendukung lainnya di antaranya dapat tinggal di kamar terpisah dan lebih baik lagi jika lantai terpisah. Selain itu, ada kamar mandi di dalam rumah terpisah dengan penghuni rumah lainnya dan dapat mengakses pulse oksimeter.
”Jika pasien tidak memenuhi syarat klinis dan syarat rumah, pasien harus melakukan isolasi di fasilitas isolasi terpusat. Selama isolasi, pasien harus dalam pengawasan puskesmas atau satgas setempat,” sebut Budi Sadikin dalam surat edaran ini.
Baca Juga: Penyebaran Omicron Meluas di Tengah Pembatasan
Lindungi diri dan keluarga
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam mengingatkan, isolasi mandiri juga berisiko sehingga harus dijalani dengan benar. Sebagaimana terjadi saat puncak gelombang Delta, banyak korban jiwa adalah mereka yang menjalani isolasi mandiri. ”Pada dasarnya panduan untuk isolasi mandiri dari Omicron ini tetap sama dengan varian lain. Walaupun memang gejala Omicron sedikit berbeda, umumnya sakit tenggorokan dan seperti pilek,” katanya.
Pendataan yang dilakukan LaporCovid-19 menunjukkan, lebih dari 3.000 orang yang meninggal saat menjalani isolasi mandiri selama bulan Juli hingga Agustus 2021. Jumlah korban yang tidak tercatat dipastikan lebih besar lagi.
”Ada dua hal yang harus diperhatikan saat menjalani isolasi mandiri, yaitu hindari risiko penularan ke orang lain dan jaga kondisi agar tidak semakin memburuk,” kata Ari.
Untuk mengurangi risiko penularan ke orang lain, mereka yang menjalani isolasi mandiri harus berada di kamar tidur dan kamar mandi yang terpisah dan kalau keluar, harus selalu memakai masker. Pasien sebaiknya disuplai makanan oleh anggota keluarganya, tanpa harus bertemu langsung.
”Droplet kita bisa menulari ke orang lain. Saat batuk, bersin, dan berbicara bisa menularkan ke orang lain. Kamar mandi salah satu tempat paling berisiko ada droplet ini karena itu harus terpisah dari anggota keluarga lain,” katanya.
Ari juga menyarankan, kamar yang dipakai memiliki sirkulasi udara yang baik, selain juga bisa memasukkan cahaya matahari. ”Bagi pasien, tambahan cahaya ini menambah vitamin D yang dibutuhkan selama pemulihan. Selain itu, cahaya matahari ini juga baik untuk membersihkan ruangan,” katanya.
Menurut Ari, selama menjalani isolasi mandiri, pasien juga harus terus memantau kondisinya, terutama tingkat saturasi oksigen dalam darah dengan menggunakan oximeter. ”Dari diskusi dengan sejawat dan pengalaman pribadi, minggu kedua adalah saat yang kritis,” katanya.
Pada minggu kedua ini, jika terjadi peradangan, bisa berlanjut dengan menurunnya saturasi oksigen dan harus antisipasi kebutuhan oksigen. Pasien juga harus menjaga agar tidak terpapar infeksi lain yang bisa memperparah. ”Selain itu, harus antisipasi risiko kekentalan darah yang bisa memicu kematian mendadak,” katanya.
Surat Edaran Menteri Kesehatan menyebutkan, isolasi mandiri bagi yang tidak bergejala bisa dijalani sedikitnya 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi. Sementara bagi yang bergejala ringan, selain 10 hari juga perlu ditambah sekurang-kurangnya tiga hari lagi setelah bebas gejala demam dan gangguan pernapasan.
Panduan ini sedikit berbeda dengan pedoman terbaru dari Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat yang menyebutkan, orang dengan Covid-19 harus diisolasi selama lima hari. Jika mereka tidak menunjukkan gejala atau gejalanya mereda (tanpa demam selama 24 jam), harus diikuti dengan lima hari memakai masker saat berada di sekitar orang lain untuk meminimalkan risiko menulari orang yang mereka temui.
Perubahan tersebut dilatarbelakangi oleh data terbaru bahwa mayoritas penularan SARS-CoV-2, termasuk varian Omicron, terjadi pada awal perjalanan penyakit. Hal ini umumnya dalam 1-2 hari sebelum timbulnya gejala dan 2-3 hari setelahnya.
Pengobatan jarak jauh
Sementara itu, mereka yang terkonfirmasi Covid-19 dan memiliki gejala sehingga harus mengikuti pengobatan jarak harus harus lebih berhati-hati lagi. Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Tjandra Yoga Aditama mengingatkan, konsultasi dengan dokter telemedisin tidak hanya di hari pertama saja, tetapi setiap hari selama masa isoman untuk memonitor perkembangan pasien.
Setidaknya ada tiga hal yang harus dipantau, yaitu perkembangan keluhan pasien dari hari ke hari. Selain itu, harus dipantau, apakah mungkin ada keluhan dan atau efek samping waktu mengonsumsi obat yang diberikan. Hal ini penting untuk kemungkinan menyesuaikan dosis dan atau memberi obat tambahan kalau diperlukan dalam hari-hari menjalani isolasi mandiri.
”Kalau sekiranya memang tidak bisa diberikan pelayanan telemedisin gratis tiap hari, akan sangat baik kalau pasien dapat konsultasi harian melalui telepon ke dokter atau tenaga kesehatan di puskesmas terdekat atau ke dokter keluarga. Bagaimanapun konsul dan pengawasan harian memang penting,” katanya.
Tjandra juga menyarankan, pada konsultasi pertama dengan dokter, sebaiknya melibatkan keluarga yang akan menjaga pasien. ”Kalau teleponnya dengan WA call bisa dengan mudah menambah partisipan anggota keluarga. Kepada keluarga, dokter yang memberi konsul perlu menjelaskan apa yang harus mereka lakukan dalam merawat pasien di rumah ini, yang sering kali bukan masalah mudah,” katanya.
Jika pelayanan telemedisin ini sebelum bisa melibatkan keluarga yang merawat di rumah, menurut Tjandra, anggota keluarga sebaiknya mencoba berkomunikasi dengan dokter lain yang dikenal. ”Saya, misalnya, sering kali dihubungi teman-teman untuk bertanya kalau ada anggota keluarganya yang isoman,” katanya.
Tjandra menambahkan, selain pemberian obat, hal lain yang harus dipikirkan selama menjalani pengobatan jarak jauh adalah ketersediaan alat kesehatan untuk memantau keadaan kesehatan. ”Minimal tiga alat, yaitu termometer (mengikut suhu), tensimeter (mengukur tekanan darah) dan oximetri (mengukur kadar oksigen dalam darah),” katanya.
Menurut Tjandra, karena tidak semua orang memiliki oximetri, padahal ini sangat penting untuk pertimbangan pasiennya harus masuk rumah sakit, dia mengusulkan puskesmas atau Satgas Covid-19 di daerah bisa mempertimbangkan untuk menyediakan dan meminjamkan ke warga sekitarnya.
Selain berbagai langkah bersifat medis ini, banyak saran bagi menjalani isolasi mandiri agar tetap berupaya tenang dan berpikir positif. Ini tidak berarti meremehkan Omicron sebagai virus yang tidak berbahaya karena data menunjukkan, korban jiwa juga cenderung mulai meningkat lagi.
Baca Juga: Kasus Omicron Diprediksi Bisa Melonjak hingga Tiga Kali Puncak Varian Delta
Harus diingat, Anda bisa saja tidak bergejala atau bergejala ringan saat terinfeksi, tetapi bisa jadi ada orang-orang terdekat yang lebih berisiko. Jadi, sekali lagi, menjalani isolasi mandiri yang benar, selain menjaga diri adalah untuk menjaga orang-orang di sekitar kita.