Program pendidikan dokter spesialis yang sesuai UU Pendidikan Kedokteran dan UU Kesehatan perlu segera diwujudkan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Pascaterungkapnya kasus gejala depresi yang dialami sejumlah mahasiswa program pendidikan dokter spesialis atau PPDS, evaluasi dalam penyelenggaraan PPDS secara serius dilakukan Kementerian Kesehatan serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Kemendikbudristek Tjijik Sri Tjahjandarie seusai pemantauan ujian tulis berbasis komputer (UTBK) gelombang pertama di kampus Universitas Indonesia, Depok, Selasa (30/4/2024), mengatakan, penyelenggaraan PPDS mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran yang saat ini sedang disiapkan rancangan peraturan pemerintahnya (RPP).
”Sudah harmonisasi, tetapi masih menunggu pengesahan menjadi PP sebagai acuan penyelenggaraan pendidikan spesialis,” ujar Tjijik.
Menurut Tjijik, berdasarkan RPP, penerimaan mahasiswa PPDS digelar satu pintu lewat seleksi nasional, bersama-sama oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kemendikbusristek. Selama ini penerimaan dilakukan masing-masing perguruan tinggi.
”Kami menyiapkan perangkat untuk implementasi RPP agar nanti sistem seleksi nasional bisa dijalankan dengan baik,” kata Tjijik.
Meskipun PPDS ada yang berbasis universitas dan berbasis rumah sakit, secara prinsip harus dilaksanakan bersama-sama. Universitas tetap menggandeng mitra rumah sakit pendidikan. Sebaliknya, ketika berbasis rumah sakit pendidikan, tetap bermitra dengan universitas.
”Secara prinsip untuk standar dan mutu, keduanya sama, tidak boleh berbeda,” ujarnya.
Tjijik menambahkan, untuk memenuhi dokter spesialis dengan ikatan dinas, peserta PPDS yang mendapatkan tugas dan ikatan dinas akan diberi beasiswa. Selama ini, untuk tugas belajar PPDS, sudah ada beasiswa dari Kemenkes dengan dukungan beasiswa LPDP.
Dari paparan Ditjen Diktiristek Kemendikbudristek soal Isu Strategis Pendidikan Tenaga Medis Pasca-UU Pendidikan Kedokteran dan UU No 17/2023 tentang Kesehatan disebutkan, penyelenggaraan PPDS dilaksanakan di 22 universitas. Untuk status akreditasi program pendidikan (prodi) dokter spesialis berdasarkan Pangkalan Data Dikti dan Lembaga Akreditasi Mandiri PT Kesehatan tahun 2023, dari 353 prodi terdata sebanyak 230 prodi terakreditasi A, yang terakreditasi B (54), C (1), unggul (11), baik (3), dan belum terakreditasi (54).
Jumlah mahasiswa kedokteran spesialis saat ini mencapai 15.403 orang. Berdasar data ini, pemenuhan kekurangan sekitar 32.000 dokter spesialis Kemenkes dapat dipenuhi dalam tiga tahun dengan dukungan kebijakan akselerasi.
Mengacu pada evaluasi penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis (hal yang belum terselesaikan dari implementasi UU Pendidikan Kedokteran), ada sejumlah masalah dalam permintaan (demand) dan ketersediaan (supply). Dari sisi permintaan, perlu diselesaikan proyeksi kebutuhan dan perencanaan distribusi per jenis spesialis di tiap wilayah, program pendayagunaan dokter spesialis, standar pola insentif residen, penetapan rumah sakit pendidikan (baru 214 dari total 420 rumah sakit yang didayagunakan fakultas kedokteran), standar kerja residen di rumah sakit pendidikan, standardisasi pedoman pendidikan klinis rumah sakit, serta beasiswa dan bantuan fellowship.
Adapun dari sisi ketersediaan, perlu diperhatikan masalah tentang sistem seleksi nasional untuk penerimaan mahasiswa (saat ini oleh fakultas kedokteran dan kolegium), standar uji kompetensi nasional (saat ini fakultas kedokteran dan kolegium), unit cost pendidikan dokter spesialis, standar penyetaraan angka kredit dosen, sistem karier dan reward dosen NIDK, serta percepatan pembukaan prodi di fakultas kedokteran akreditasi A/Unggul (penyelenggara 21 fakultas kedokteran dari 34 fakultas kedokteran akreditasi A). Produksi lulusan 4.000 orang per tahun atau 100-300 orang per jenis lulusan.
Berbasis rumah sakit
Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes menyelenggarakan Pertemuan Koordinasi Prosedur Rekrutmen dan Sistem Seleksi PPDS Berbasis Rumah Sakit Pendidikan sebagai Penyelenggara Utama (RSP-PU) pada 21-23 April 2024 di Bali. Pertemuan ini bertujuan untuk menyepakati prosedur rekrutmen dan seleksi pendidikan kedokteran spesialis berbasis RSP-PU. Pertemuan melibatkan lintas kementerian dan lintas sektor, antara lain dari unsur Kemenkes, Kemendikburistek, dekan fakultas kedokteran, ketua kolegium, direktur RSP-PPU, serta para pakar.
Pertemuan tersebut sekaligus menyusun soal multiple choice questions berupa clinical problem-solving test (CBT), finalisasi laporan hasil tes psikologi minnesota multiphasic personality inventory (MMPI), dan integrasi sistem informasi RS penyelenggaraan tes MMPI, serta menyusun blueprint wawancara dengan multiple mini interview (MMI) yang terdiri dari instrumen wawancara dan panduan probing wawancara.
Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Arianti Anaya mengatakan, Kemenkes melakukan berbagai upaya untuk memenuhi ketersediaan dokter di seluruh wilayah Indonesia melalui program penugasan khusus tenaga kesehatan di daerah yang membutuhkan pemberian beasiswa. Namun, masalah kekurangan dokter, khususnya dokter spesialis, masih menjadi tantangan bersama.
Guna memenuhi kekurangan dokter spesialis tersebut, dibutuhkan waktu kurang lebih 10 tahun. Kekurangan dokter spesialis dasar (Sp anak, obgyn, penyakit dalam, bedah, anestesi, radiologi, dan patologi klinik) sejumlah 826 orang untuk mengisi kekosongan di RSUD. Pada 2024, dibutuhkan sebanyak 2.828 dokter spesialis untuk layanan prioritas KJSU-KIA dan 1.269 dokter spesialis untuk layanan dasar utama yang akan dipenuhi melalui perekrutan CPNS.
Kemenkes menginisiasi PPDS berbasis RSP-PU. RSP-PU adalah rumah sakit pendidikan dengan kualifikasi yang memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan program pendidikan dokter spesialis. Program ini akan berjalan berdampingan dengan program pendidikan dokter spesialis yang selama ini telah berjalan di universitas.
”Program PPDS RSP-PU ini ditargetkan dapat membantu untuk akselerasi,” kata Arianti.
Proses perekrutan nantinya dilakukan secara terpusat, obyektif, transparan, terintegrasi, dan akuntabel. Beberapa tahapan yang harus dilewati calon peserta didik dalam proses perekrutan dan seleksi ini adalah seleksi administratif, tes tertulis, wawancara, serta pengumuman hasil.
Ada poin afirmasi yang diberikan kepada calon peserta PNS ataupun non-PNS yang berasal dari DTPK atau daerah kondisi tertentu yang ditetapkan oleh menteri dan akan ditempatkan kembali di daerah tersebut. Lulusan PPDS berbasis RSP-PU ini nantinya akan mendapatkan sertifikat profesi dari RS penyelenggara utama serta sertifikat kompetensi dari kolegium.
Melalui koordinasi ini, diharapkan proses seleksi dan perekrutan dapat berjalan dengan optimal dan menghasilkan calon peserta didik PPDS-RSP-PU yang berkualitas. ”Pertemuan dan koordinasi ini untuk mendapatkan rumusan dan kesepakatan yang bermanfaat bagi kemajuan pendidikan kedokteran spesialis di Indonesia, khususnya dalam hal perekrutan dan sistem seleksi PPDS di RSP-PU,” tutur Arianti.