Jumlah Perokok Perempuan Kelas Ekonomi Menengah ke Atas di Inggris Meningkat
Merokok mengganggu kesuburan perempuan dan berpotensi menyebabkan komplikasi pada masa kehamilan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah perokok perempuan di Inggris pada kelompok ekonomi kelas menengah ke atas meningkat dalam 10 tahun terakhir. Hal itu patut menjadi peringatan karena merokok pada perempuan dapat berdampak buruk pada kesehatan, kesuburan, serta kehamilan.
Proporsi perokok perempuan kelas menengah ke atas di Inggris pada usia 18-45 tahun meningkat dari 12 persen pada 2013 menjadi 15 persen pada 2023. Hal itu ditunjukkan dari penelitian yang dilakukan University College London yang terbit di jurnal BMC Medicine pada 18 April 2024.
Namun, proporsi perokok perempuan pada kelompok menengah ke bawah ditemukan mengalami penurunan dari 29 persen menjadi 22 persen. Sementara pada kelompok laki-laki, tingkat konsumsi merokok dari semua latar belakang cenderung stabil.
Dikutip dari BBC, penulis utama penelitian tersebut, Sarah Jackson, menuturkan, peningkatan jumlah perokok pada perempuan yang meningkat pada latar belakang sosial ekonomi menengah ke atas patut menjadi keprihatinan bersama. Meski demikian, penelitian lebih lanjut masih harus dilakukan untuk mengetahui penyebab peningkatan itu.
“Mengurangi kebiasaan merokok sangat penting bagi perempuan dalam kelompok usia ini karena merokok mengganggu kesuburan serta meningkatkan kemungkinan komplikasi pada masa kehamilan, keguguran, dan berdampak pada kesehatan bayi yang buruk,” tutur Sarah.
Dalam penelitian itu disebutkan pula bahwa sebagian besar perokok menggunakan rokok linting. Pada perokok perempuan usia 18-45 tahun, proporsi perokok lintingan tangan meningkat dari 41 persen menjadi 61 persen.
Mengurangi kebiasaan merokok sangat penting bagi perempuan dalam kelompok usia ini karena merokok mengganggu kesuburan serta meningkatkan kemungkinan komplikasi selama kehamilan, keguguran, dan berdampak pada kesehatan bayi yang buruk.
Rekan peneliti senior di kelompok penelitian tembakau dan alkohol di University College London, Sharon Cox, mengatakan, meski penyebab peningkatan kebiasaan merokok pada perempuan di kelompok menengah atas masih belum diketahui secara pasti, tekanan finansial yang kurang berpengaruh pada kelompok tersebut bisa menjadi penyebabnya. “Beberapa orang mungkin juga telah beralih ke rokok lintingan yang lebih murah,” katanya.
Rokok elektrik
Penelitian itu juga menemukan bahwa penggunaan rokok elektrik atau vape meningkat lebih dari tiga kali lipat selama satu dekade terakhir. Penggunaan rokok elektrik pada usia 18-45 tahun meningkat 5 persen, dari 15 persen pada 2013 menjadi 20 persen pada 2023. Peningkatan paling signifikan terjadi setelah tahun 2021.
Pada penelitian yang dilakukan The National Health Service (NHS) disebutkan, jumlah perempuan usia 15 tahun yang menggunakan rokok elektrik meningkat dua kali lipat sejak tahun 2018. Pada 2021, sebanyak 21 persen anak perempuan usia 15 tahun mengaku telah menggunakan rokok elektrik. Peningkatan penggunaan rokok elektrik lebih tinggi terjadi pada perempuan.
Dalam artikel yang ditulis The Guardian pada 5 September 2023, peningkatan penggunaan rokok elektrik dipicu oleh kemudahan akses pada rokok elektrik di masyarakat. Selain itu, penggunaan rasa pada rokok elektrik juga menjadi salah satu faktor yang dapat menarik perhatian kelompok usia muda.
Peningkatan penggunaan rokok elektrik pun dilaporkan di Indonesia. Hasil survei Global Adult Tobacco Survey pada 2021 menunjukkan, prevalensi perokok elektrik di Indonesia mencapai 3 persen. Jumlah itu meningkat signifikan dari tahun 2011 yang tercatat 0,3 persen.
Peningkatan jumlah pengguna rokok elektrik di masyarakat, terutama di kalangan usia muda, telah menjadi perhatian berbagai negara. Di Perancis, larangan penggunaan rokok elektrik akan segera diterapkan. Selain itu, Australia juga telah melarang penggunaan rokok elektrik sekali pakai. Jerman telah melarang pula penggunaan rokok tembakau yang dipanaskan dengan rasa.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan, rokok elektrik meningkatkan risiko penyakit jantung dan paru serta memengaruhi perkembangan otak dan kondisi janin. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam siaran pers, pertengahan Desember 2023, mendesak tiap negara memperketat aturan penggunaan rokok elektrik.
Pengendalian rokok elektrik amat penting untuk melindungi warga yang bukan perokok dari dampak buruk kesehatan. Rokok elektrik tidak efektif menghentikan penggunaan produk tembakau. Rokok elektrik justru terbukti memberikan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Jeratan rokok elektrik pada anak dan remaja juga semakin kuat.
Oleh sebab itu, WHO mendorong setiap negara memiliki aturan kuat untuk mengurangi daya tarik produk rokok elektrik. Hal itu dapat dilakukan dengan melarang adanya tambahan rasa pada produk rokok elektrik, membatasi konsentrasi dan kualitas nikotin, serta mengenakan pajak terhadap nikotin.