Melestarikan Hutan dengan Kombinasi Kearifan Lokal dan Ilmu Pengetahuan
Kombinasi kearifan lokal dan ilmu pengetahuan modern diperlukan untuk melestarikan hutan dan menghadapi perubahan iklim.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hutan berpotensi menjadi benteng melawan perubahan iklim. Berbagai strategi perlu dilakukan untuk melestarikan hutan, salah satunya dengan mengombinasikan kearifan lokal dan ilmu pengetahuan modern.
Penelitian terbaru yang melibatkan 40 ahli di Amerika Serikat menguraikan pendekatan pengelolaan hutan yang menyatukan pengetahuan masyarakat adat dan ilmu pengetahuan barat. Strategi ini ditujukan untuk melestarikan dan memulihkan hutan yang lebih tangguh. Sebab, kerusakan hutan yang turut diperburuk oleh perubahan iklim telah membebani hutan.
Ahli kehutanan di Oregon State University, Cristina Eisenberg, mengatakan, hutan berada dalam bahaya besar akibat perubahan iklim. ”Dengan menyatukan pengetahuan masyarakat adat dan ilmu pengetahuan Barat, kita dapat mengembangkan jalan ke depan yang membuat hutan kita lebih tahan terhadap ancaman yang dihadapi,” ujarnya dilansir dari Sciencedaily.com, Kamis (10/4/2024).
Banyak kearifan lokal yang bisa diadaptasi dalam strategi pengelolaan hutan. Pembakaran tradisional, misalnya, mendorong pertumbuhan vegetasi muda untuk tumbuh subur. Praktik ini dilakukan secara terkendali dan diawasi oleh masyarakat adat.
Ahli ekologi di University of Washington, Susan Prichard, menyebutkan, praktik-praktik tradisional tersebut seiring berjalannya waktu menghasilkan mosaik hutan yang terdiri dari beragam petak pohon dengan usia, kepadatan, dan komposisi yang berbeda-beda. ”Mosaik hutan tersebut tidak terlalu rentan terhadap kebakaran hutan besar dan parah,” katanya.
Menurut Prichard, perubahan iklim memberikan tekanan pada hutan meskipun hutan tersebut dapat berperan memperlambat laju perubahan iklim. Ia berharap laporan tersebut menjadi landasan langkah-langkah praktis dalam meningkatkan ketahanan hutan dan membantu pepohonan tumbuh subur.
Upaya ini semakin genting mengingat dampak perubahan iklim yang semakin nyata.
Terdapat 154 hutan nasional di AS yang mencakup hampir 300.000 mil persegi hutan, semak belukar, lahan basah, dan padang rumput. Lahan-lahan ini mendukung keanekaragaman tumbuhan dan hewan, siklus air dan nutrisi, serta bermanfaat bagi komunitas adat yang bergantung pada hutan dan mempunyai makna budaya dan spiritual di dalamnya.
Laporan penelitian ini berasal dari arahan untuk melindungi hutan tua yang dijabarkan dalam Executive Order 14072 yang ditandatangani Presiden AS Joe Biden pada 2022. Jenis hutan ini sering sekali didominasi pepohonan tua dengan bibit dan anakan yang lebih sedikit. Beberapa praktik pengelolaan selama satu abad terakhir telah membuat banyak dari hutan tersebut rentan terhadap kekeringan, kebakaran, serangga, dan pemicu stres lainnya.
Executive Order itu mencakup panduan untuk memperkuat hubungan dengan tetua adat atau suku. Selain itu, juga menekankan pentingnya pengetahuan masyarakat adat yang telah teruji selama ribuan tahun dalam membentuk struktur hutan dan komposisi spesies. Para ilmuwan barat semakin menyadari praktik pengelolaan masyarakat adat membangun dan memelihara hutan yang lebih tangguh dan beragam secara ekologis dibandingkan saat ini.
Pendekatan baru mengelola hutan dengan menggabungkan kearifan lokal dan ilmu pengetahuan modern diharapkan menghadirkan kebijakan lebih konkret dalam melestarikan hutan. Upaya ini semakin genting mengingat dampak perubahan iklim yang semakin nyata.
Wakil Kepala Dinas Kehutanan AS Chris French mengatakan, laporan penelitian itu merupakan langkah besar dalam meningkatkan pemahaman pengelolaan hutan. ”Kami sangat tertarik untuk memahami bagaimana pengetahuan masyarakat adat dapat digunakan bersama dengan ilmu pengetahuan barat untuk meningkatkan pengelolaan semua kondisi hutan, termasuk hutan tua,” ucapnya.