Idul Fitri 2024 Kemungkinan Besar Sama
Meski mengawali Ramadhan berbeda, umat Islam Indonesia tahun ini kemungkinan ber-Idul Fitri bersama, Rabu (10/4/2024).
Meski menggunakan kriteria berbeda, sejumlah metode hisab menunjukkan Idul Fitri 1 Syawal 1445/2024 akan jatuh pada Rabu (10/4/2024). Sebagian ormas Islam masih akan memvalidasi hasil penghitungan itu melalui rukyat atau pengamatan hilal pada Selasa (9/4/2024) petang, tetapi kemungkinan besar hasilnya tidak akan berbeda.
Kalender Hijriah 1445 H/2024 yang dikeluarkan Kementerian Agama (Kemenag), Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Persatuan Islam (Persis) menunjukkan Idul Fitri 1 Syawal 1445 H jatuh pada Rabu (10/4/2024). Kalender ini sama-sama disusun berdasarkan hasil hisab atau penghitungan walau kriteria awal bulan Hijriah yang digunakan berbeda.
Awal bulan (month) dalam kalender Muhammadiyah memakai kriteria wujudul hilal atau terbentuknya hilal. Dalam kriteria ini, awal bulan Hijriah terjadi jika konjungsi atau kesegarisan Matahari, Bumi, dan Bulan (moon), terjadi sebelum maghrib dan Bulan sudah di atas ufuk saat Matahari terbenam. Tidak ada syarat Bulan harus bisa dilihat.
Sementara kalender yang dikeluarkan Kemenag, NU, dan Persis menggunakan kriteria imkanur rukyat atau kemungkinan terlihatnya hilal. Saat ini, kriteria imkanur rukyat yang digunakan adalah standar baru Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), yaitu jarak sudut atau elongasi Bulan-Matahari minimal 6,4 derajat dan tinggi Bulan minimal 3 derajat.
Baca juga: Bagaimana Cara Menentukan Kalender Islam di Indonesia?
Meski kalender hijriah Kementerian Agama dan NU sama-sama menyebut 1 Syawal 1445 jatuh pada Rabu, mereka masih harus terlebih dulu melakukan rukyat atau pengamatan hilal pada Selasa petang.
”Dari pengalaman merukyat yang selama ini dilakukan, potensi keberhasilan mengamati hilal pada Selasa akan sangat besar,” kata dosen sains keplanetan Institut Teknologi Sumatera (Itera) Lampung, Moedji Raharto, Senin (8/4/2024). Karena itu, dengan metode rukyat, kemungkinan besar Idul Fitri tetap jatuh pada Rabu.
Rukyat harus dilakukan untuk tiga bulan yang terkait ibadah wajib, yaitu Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah karena diyakini hukumnya fardhu kifayah atau kewajiban kolektif. Persoalan hukum ini membuat rukyat tidak bisa ditinggalkan meski hisab yang dilakukan sudah sangat maju. Hisab menjadi alat untuk mendukung rukyat.
Adapun Persis, meskipun menggunakan standar baru MABIMS, mereka tidak melakukan rukyat alias cukup memakai data hisab. Artinya, apa pun metode yang digunakan dalam penentuan awal bulan Hijriah, baik itu hisab atau rukyat, akan memberikan hasil yang sama sepanjang kriteria awal bulan yang digunakan sama.
Meski menggunakan kriteria berbeda, sejumlah metode hisab menunjukkan Idul Fitri 1 Syawal 1445/2024 akan jatuh pada Rabu (10/4/2024).
Posisi Bulan
Kesamaan dalam mengakhiri bulan Ramadhan tahun ini yang juga menandai datangnya hari raya Idul Fitri menjadi kabar gembira mengingat umat Islam Indonesia mengawali Ramadhan 1445 secara berbeda. Perdebatan di masyarakat yang selalu muncul saat terjadi perbedaan awal bulan Hijriah, terutama saat Ramadhan atau Idul Fitri, kali ini tidak terjadi.
Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut ijtimak atau konjungsi yang menjadi penanda fase bulan baru untuk bulan Syawal 1445 terjadi pada Senin (8/4/2024) pukul 18.21 waktu universal atau Selasa (9/4/2024) pukul 01.21 WIB. Saat konjungsi ini terjadi, gerhana matahari total sedang berlangsung dan bisa diamati di Amerika utara.
Baca juga: Utamakan Kepentingan Umat dalam Penentuan Kalender Islam
Konjungsi selalu terjadi saat bulan berada dalam fase bulan mati. Konjungsi awal Syawal kali ini terjadi pada 29 Ramadhan versi pemerintah dan sebagian ormas Islam yang memulai Ramadhan pada 12 Maret 2024 atau 30 Ramadhan untuk yang mengawali Ramadhan pada 11 Maret 2024.
Karena awal hari dalam kalender hijriah dimulai setelah Matahari terbenam atau maghrib, posisi Bulan pada saat maghrib setelah konjungsi itu akan menentukan masuk atau tidaknya ke awal bulan Hijriah yang baru.
Pada Selasa petang, tinggi hilal di seluruh wilayah Indonesia 4,88 derajat-7,63 derajat dan elongasi atau jarak sudut Bulan-Matahari antara 8,39 derajat dan 10,22 derajat. Sementara umur Bulan yang dihitung sejak terjadinya konjungsi adalah 14,30 jam-17,43 jam.
Di Jakarta pada Selasa petang, Matahari terbenam pukul 17.54 WIB dan Bulan terbenam pukul 18.23 WIB. Tinggi Bulan di Jakarta mencapai 6,15 derajat, elongasi 9,71 derajat dengan posisi Bulan berada disebelah utara bagian atas Matahari. Bulan berada di atas ufuk, sebelum terbenam mengikuti Matahari, selama 29 menit 21 detik.
Berdasarkan data hisab itu, posisi Bulan pada Selasa petang di Jakarta sudah memenuhi kriteria wujudul hilal. Konjungsi terjadi 16 jam 34 menit sebelum maghrib dan saat Matahari tenggelam Bulan sudah berada di atas ufuk. Dengan kriteria ini dipastikan Idul Fitri 1 Syawal 1445 akan jatuh pada Rabu (10/4/2024).
Selain itu, pada Selasa adalah Ramadhan ke-30 dalam kalender dengan kriteria wujudul. Artinya, sudah bisa dipastikan bahwa besoknya atau Rabu adalah Idul Fitri. Panjang bulan dalam kalender hijriah hanya ada 29 hari atau 30 hari, tidak bisa lebih pendek atau lebih panjang dari itu.
Sementara dengan kriteria imkanur rukyat menggunakan standar baru MABIMS, tinggi Bulan di Jakarta sudah lebih 3 derajat dan elongasinya pun lebih dari 6,4 derajat. Karena itu, secara hisab imkanur rukyat pun disimpulkan bahwa Idul Fitri 1 Syawal 1445 juga akan jatuh pada Rabu (10/4/2024). Dengan kriteria ini, panjang Ramadhan 1445 hanya 29 hari.
Baca juga: Kalender Islam dan Kalender Jawa, Produk Budaya yang Kian Terpinggirkan
Namun, karena sebagian ormas yang memedomani kriteria imkanur rukyat harus melakukan rukyat, kepastian 1 Syawalnya akan ditentukan setelah pengamatan hilal di berbagai wilayah Indonesia pada Selasa petang yang kemudian akan disahkan dalam sidang isbat yang akan diselenggarakan Kemenag di hari yang sama.
Rukyat hilal itu merupakan metode pembuktian di lapangan atas hisab yang telah dilakukan. Elongasi Bulan pada Selasa petang sudah jauh di atas standar MABIMS baru sehingga hilal akan cukup tebal untuk diamati. Namun, ketebalan Bulan saat itu baru 0,61 persen dari fraksi Bulan yang ”bersinar” memantulkan cahaya Matahari saat terjadi Bulan purnama.
”Hilal (pada Selasa petang) diharapkan sudah cukup tebal untuk bisa diamati walau tentu tetap sulit karena masih sangat tipis,” kata Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional Thomas Djamaluddin.
Demikian pula tinggi hilal sudah jauh di atas standar baru MABIMS. Semakin tinggi posisi hilal berarti kompetisi antara cahaya hilal dan cahaya senja semakin berkurang. Makin tinggi hilal membuat langit di latar belakang hilal akan semakin gelap sehingga potensi terlihatnya hilal menjadi lebih besar.
Meski hilal Syawal kali ini secara teoretis lebih mudah diamati, tantangan merukyat tetap ada. Cuaca, baik mendung ataupun hujan, bisa menjadi penghambat utama yang membuat hilal tidak teramati. Jika hilal benar-benar tidak teramati, ada kemungkinan Ramadhan bagi yang menggunakan metode rukyat akan digenapkan 30 hari sehingga Idul Fitrinya bisa jadi jatuh pada Kamis (11/4/2024).
Untuk mengatasi tantangan ini, Kemenag telah menyiapkan pengamatan hilal di banyak lokasi di seluruh Indonesia. Pengamatan dilakukan dengan melibatkan perukyat Kemenag dan sejumlah perguruan tinggi, baik umum maupun perguruan tinggi di bawah koordinasi Kemenag.
Meski hilal Syawal kali ini secara teoretis lebih mudah diamati, tantangan merukyat tetap ada.
”Untuk sidang isbat awal Syawal, Kemenag menurunkan tim ke 120 lokasi di seluruh Indonesia,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kamaruddin Amin seperti dikutip dari situs Kemenag, 2 April 2024.
Selain itu, BMKG, Observatorium Bosscha, Observatorium Astronomi Itera Lampung, Himpunan Astronomi Amatir Jakarta, dan sejumlah pesantren serta ormas Islam akan mengamati hilal. Dengan demikian, potensi terlihatnya hilal menjadi semakin besar.
Karena posisi hilal awal Syawal sudah berada di atas standar baru MABIMS yang menjadi syarat minimal agar hilal bisa diamati, kalaupun ada laporan pengamatan hilal syar’i biasanya akan tetap diterima.
Untuk sidang isbat awal Syawal, Kemenag menurunkan tim ke 120 lokasi di seluruh Indonesia.
Hilal syar’i adalah hilal yang dilaporkan pengamat hilal, tetapi tidak disertai bukti foto atau video (hilal astronomi). Metode yang bertumpu pada kredibilitas dan kompetensi pengamat ini sudah dilakukan sejak awal peradaban Islam.
Selain itu, kesaksian pengamat hilal itu akan divalidasi secara berlapis. Cek pertama akan dilakukan hakim agama setempat, terutama terkait waktu, posisi, bahkan bentuk hilal. Selanjutnya, astronom, pemuka agama, dan Kemenag yang terlibat dalam sidang isbat juga akan mengecek ulang kesaksian pengamatan hilal tersebut sehingga akurasi laporan pengamatan hilal senantiasa terjaga.
Kesatuan kalender
Idul Fitri 1445 yang jatuh pada Rabu itu kemungkinan besar juga sama dengan sebagian besar negara Muslim lain, termasuk Arab Saudi. Negara yang memiliki dua kota suci umat Islam itu memulai Ramadhan tahun ini pada 11 Maret 2024. Sementara konjungsi awal Syawal baru terjadi Senin (8/4/2024) pukul 21.21 waktu setempat yang bertepatan dengan 30 Ramadhan di negara tersebut.
Artinya, pada Senin petang atau 29 Ramadhan di negara tersebut, konjungsi belum terjadi sehingga hilal dipastikan belum bisa diamati. Arab Saudi menggunakan metode rukyat dalam menentukan awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah yang dilakukan setiap tanggal 29 pada bulan sebelumnya.
Dengan demikian, Ramadhan kali ini di Arab Saudi akan digenapkan menjadi 30 hari dan Idul Fitri jatuh pada Rabu.
Kesamaan hari jatuhnya Idul Fitri di Indonesia dan di sebagian besar negara Muslim ini dinilai Moedji menjadi momentum yang baik untuk menggaungkan kembali unifikasi atau kesatuan kalender hijriah. ”Ini adalah kesempatan yang baik untuk mencari solusi bersama unifikasi kalender hijriah global,” ujarnya.
Upaya penyatuan kalender hijriah ini juga dilakukan di Tanah Air. Salah satunya dengan pengembangan standar baru MABIMS. Kriteria imkanur rukyat dengan standar baru MABIMS ini disusun berdasarkan data keberhasilan pengamatan hilal sebelumnya di Indonesia ataupun di berbagai belahan dunia.
Dalam berbagai kesempatan, Djamaluddin mengutarakan, standar baru MABIMS itu bisa menyatukan umat Islam Indonesia dalam penentuan awal bulan Hijriah, baik yang menggunakan metode hisab maupun rukyat. Bagaimana pun, rukyat yang baik harus didukung oleh data hisab yang akurat. Sebaliknya, data hisab yang baik harus berdasar pada hasil rukyat bermutu.
Idul Fitri 1445 yang jatuh pada Rabu itu kemungkinan besar juga sama dengan sebagian besar negara Muslim lain, termasuk Arab Saudi.
Meski upaya penyatuan kalender hijriah di Indonesia masih menghadapi tantangan berat, kemajuan yang dicapai dalam tiga dekade terakhir tetap patut diapresiasi. Sebagian besar ormas Islam di Indonesia sudah menggunakan kriteria ini, baik mereka yang menggunakan rukyat maupun hisab. Apalagi, empat negara ASEAN juga telah mengadopsinya.
Walau kebersamaan dalam merayakan Idul Fitri tahun ini masih bersifat parsial, diselamatkan oleh posisi Bulan dan belum ada kesatuan kriteria awal bulan Hijriah, semua ormas Islam sejatinya memiliki tekad yang sama untuk senantiasa mengawali dan mengakhiri awal bulan Hijriah serta melaksanakan ibadah secara bersama-sama.
Tekad itu seharusnya bisa menembus sekat-sekat sosial-politik yang menjadi sumber utama perbedaan selama ini. Meski perbedaan itu rahmat, kebersamaan dalam menjalani ibadah tentu akan terasa lebih nikmat.