Kasus DBD Masih Naik, Hati-hati Penularan Saat Mudik Lebaran
Ancaman demam berdarah terjadi di mana saja dan kapan saja, termasuk ketika mudik Lebaran. Untuk itu, tetaplah waspada.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus demam berdarah dengue di Indonesia dilaporkan masih mengalami peningkatan. Karena itu, masyarakat harus tetap waspada. Lakukan berbagai pencegahan, termasuk saat mudikLebaran 2024.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi, yang dihubungi di Jakarta, Kamis (4/4/2024), menuturkan, kenaikan kasus demam berdarah dengue masih belum mencapai puncaknya. Kenaikan itu diperkirakan terjadi hingga April 2024.
Karena itulah, ancaman penularan demam berdarah masih terjadi di masyarakat. Di musim mudik Lebaran ini, masyarakat diimbau untuk tidak lengah dan tetap memperkuat upaya pencegahan dan deteksi dini demam dengue.
Sebelum berangkat mudik ke kampung halaman, Imran mengimbau agar masyarakat tidak lupa mengosongkan ataupun menutup bak air yang ada di rumah. Bak air yang terisi bisa menjadi sarang perindukan nyamuk.
Selain itu, upaya pencegahan juga perlu dilakukan saat tiba di tempat tujuan mudik. Hindari gigitan nyamuk saat mudik dengan menggunakan repellent atau lotion antinyamuk. Gunakan juga baju lengan panjang agar terhindar dari gigitan nyamuk.
”Bila ada gejala awal, seperti demam tinggi dan badan nyeri-nyeri, diharapkan untuk segera ke fasilitas kesehatan untuk diperiksa dan didiagnosis penyakit apa,” katanya. Deteksi dini demam berdarah sangat penting untuk mencegah terjadinya syok dan perburukan akibat demam dengue.
Hindari gigitan nyamuk saat mudik dengan menggunakan repellent atau lotion antinyamuk. Gunakan juga baju lengan panjang agar terhindar dari gigitan nyamuk.
Data Kementerian Kesehatan hingga pekan ke-13 tahun 2024 melaporkan kasus demam dengue di Indonesia telah mencapai 53.131 orang dengan kasus kematian 404 orang. Dari sistem pemantauan penyakit, Kota Bandung tercatat dengan jumlah kasus dengue terbanyak dengan 1.741 kasus.
Wilayah lain yang juga dilaporkan dengan kasus tinggi adalah Kota Kendari (1.195 kasus), Kabupaten Bandung Barat (1.143 kasus), Kota Bogor (939 kasus), dan Kabupaten Subang (909 kasus).
Sementara itu, sebaran kasus kematian akibat demam dengue paling banyak dilaporkan di Jepara (17 kematian), Subang (15 kematian), Kabupaten Bandung (14 kematian), Kendal (13 kematian), dan Bogor (12 kematian).
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, meskipun kasus dengue mengalami peningkatan, tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit (BOR) masih berada pada ambang batas aman. ”Untuk kondisi sekarang, BOR masih aman. Masih ada bed (tempat tidur) yang kosong, juga ruang ICU masih tersedia,” tuturnya.
Ia mengajak masyarakat untuk semakin memperkuat upaya pencegahan, terutama dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Penularan demam dengue dapat ditekan dengan mengendalikan sumber vektor penularan, yakni nyamuk Aedes aegypti.
Hal utama yang bisa dilakukan dengan melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M (menguras, mengubur, dan menutup) plus secara berkala dan menyeluruh, terutama saat musim hujan seperti saat ini. Pemberantasan sarang nyamuk dilakukan dengan menguras bak penyimpanan air, menutup bak penyimpanan air, dan mengubur atau mendaur ulang barang-barang yang berpotensi untuk menampung air.
”Mulai sekarang, cek kebersihan di rumah dan lingkungan sekitar, jangan sampai ada barang-barang yang berpotensi menimbulkan genangan air. Kalau dibiarkan nanti bisa jadi tempat berkembang biak nyamuk dengue,” ujar Maxi.
Nyamuk ”Wolbachia”
Maxi mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir akan pengembangan nyamuk Wolbachia yang kini sedang diuji coba di beberapa wilayah di Indonesia. Penyebaran nyamuk ber-Wolbachia tidak ada kaitannya dengan tingkat keganasan nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk ber-Wolbachia justru dapat membantu menurunkan angka penularan. Wolbachia dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat menurunkan replikasi virus dengue sehingga kemampuan nyamuk untuk menularkan demam berdarah menjadi berkurang.
Maxi menuturkan, penyebaran nyamuk ber-Wolbachia akan dijalankan di lima kota, yakni Semarang, Kupang, Bontang, Bandung, dan Jakarta Barat. Kelima tempat ini dipilih dengan mempertimbangkan kesiapan pemangku kepentingan dan masyarakat setempat.
”Sampai saat ini pelaksanaan tersebut belum menyeluruh di semua wilayah,” kata Maxi.
Di Kota Semarang, penyebaran nyamuk ber-Wolbachia dilakukan di 4 kecamatan, Kota Bontang di 3 kecamatan, dan Kota Kupang di 1 kecamatan. Di Bandung, penyebaran nyamuk ber-Wolbachia baru dilakukan di satu kelurahan, sedangkan di Jakarta Barat belum dilaksanakan.
Berdasarkan hasil evaluasi selama ini, konsentrasi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia di wilayah yang sudah dilakukan penyebaran masih belum optimal. Jumlah nyamuk ber-Wolbachia di alam masih sekitar 20 persen. Jumlah itu masih di bawah persentase yang ideal dicapai sebesar 60 persen di alam.
”Setelah populasinya mencapai 60 persen, pelepasan ember nyamuk ber-Wolbachia akan ditarik kembali dan hasil penurunan kasus dengue baru akan mulai terlihat setelah 2 tahun, 4 tahun, 10 tahun, dan seterusnya,” tutur Maxi.
Sebelumnya, penyebaran nyamuk ber-Wolbachia telah terbukti efektif menurunkan kasus demam berdarah di Kota Yogyakarta. Sejak pertama kali disebar pada tahun 2017, nyamuk ber-Wolbachia telah terbukti mampu menurunkan 77 persen angka kejadian dengue dan 86 persen kejadian masuk rumah sakit.