Salah Kaprah Penyakit Tangan, Kaki, dan Mulut sebagai Flu Singapura
Flu singapura merupakan penyakit tangan, kaki, dan mulut yang disebabkan kelompok enterovirus. Umumnya tergolong ringan.
Belakangan banyak anak dan bayi dilaporkan mengalami demam, diikuti ruam pada kulit dan luka seperti lepuhan di mukosa mulut, serta nyeri tenggorokan. Warga umumnya menyebut penyakit ini sebagai flu singapura, padahal ini merupakan penyakit tangan, kaki, dan mulut akibat kelompok enterovirus.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, setidaknya lebih dari 5.000 pasien terinfeksi flu singapura di Indonesia. Sebanyak 738 pasien dilaporkan di Banten.
Tjandra Yoga Aditama, ahli kesehatan masyarakat yang juga Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi, Jumat (30/3/2024), mengutarakan, penyakit yang kerap disebut flu singapura ini sebenarnya adalah hand, foot, and mouth disease (HFMD) atau penyakit tangan, kaki, dan mulut (PTKM).
Penyakit ini disebabkan infeksi kelompok enterovirus, termasuk coxsackievirus A16, EV 71 dan echovirus.
”Karena beberapa tahun yang lalu ada anak-anak yang datang dari Singapura kemudian mempunyai keluhan ini, maka secara salah kaprah disebut sebagai flu singapura,” ujarnya.
Seperti dilaporkan Kementerian Kesehatan Singapura di laman resminya, www.moh.gov.sg, epidemi PTKM awalnya terjadi di Sarawak, Malaysia, pada tahun 1997 dan Taiwan pada 1998. Singapura lalu mengalami wabah PTKM pada September 1998 sampai Oktober 2000, dengan sebanyak 3.790 kasus dilaporkan.
Penyebab dominan penyakit ini di Singapura saat itu adalah virus EV71, termasuk kelompok enterovirus. Ada empat kematian terkait EV71 yang dilaporkan pada 2000 dan tiga kematian pada tahun 2001.
Baca juga: Sejumlah Anak di Kepri Terserang Penyakit dengan Gejala Mirip Flu Singapura
Meluasnya wabah PTKM tersebut memicu Pemerintah Singapura mengeluarkan imbauan agar semua restoran siap saji, kolam renang, dan tempat bermain anak-anak ditutup sementara.
Selama periode 2005-2009, Singapura melaporkan antara 15.257 dan 29.686 kasus per tahun, termasuk satu kematian pada tahun 2008. Coxsackievirus A 16 menjadi virus yang dominan beredar pada tahun 2005, 2007, dan 2009 di Singapura, sedangkan EV 71 pada tahun 2006 dan 2008.
Karena beberapa tahun yang lalu ada anak-anak yang datang dari Singapura, kemudian mempunyai keluhan ini, maka secara salah kaprah disebut sebagai flu singapura.
Penelusuran data di arsip Kompas menunjukkan, pada Oktober 2000, sejumlah bayi di Jakarta menderita penyakit dengan gejala klinis yang sama dengan penyakit PTKM. Namun, saat itu belum muncul istilah flu singapura.
Baru pada tahun 2004, istilah flu aingapura digunakan di media massa. Pada tanggal 18 Mei 2004, Kompas menulis artikel berjudul ”’Flu Singapura’ Merebak di Jabodetabek”. Dilaporkan, warga yang tinggal di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi dihebohkan dengan munculnya penyakit ”flu singapura”.
Gejala yang muncul meliputi demam, banyak sariawan di rongga mulut, dan muncul bisul-bisul seperti cacar air di kaki, telapak tangan, serta telapak kaki.
Tergolong ringan
Menurut Tjandra, PTKM memiliki masa inkubasi 3-7 hari. Biasanya, satu atau dua hari setelah demam, timbul keluhan nyeri di mulut dimulai dari blister hingga kemudian menjadi mukus. Lesi dapat terjadi pada lidah, gusi, atau bagian dalam mulut lainnya.
”Penyakit ini bukan penyakit berat dan akan sembuh dalam 7-10 hari. Pengobatan hanya bersifat suportif," kata Tjandra.
Meski tergolong penyakit ringan, ada sejumlah kasus kematian akibat infeksi virus ini, termasuk yang dilaporkan pernah terjadi di Singapura.
”Pada kejadian amat jarang, PTKM akibat EV 71 juga bisa menyebabkan meningitis, bahkan encephalitis. Infeksi EV 71 bermula dari saluran cerna yang kemudian menimbulkan gangguan neurologik. Selain itu, PTKM akibat coxsackievirus A16 bisa menyebabkan meningitis," kata Tjandra.
Di Singapura, pasien dengan tanda dan gejala parah akibat penyakit ini harus dirujuk ke rumah sakit untuk penatalaksanaan lebih lanjut, misalnya hiperpireksia berkepanjangan, takikardia, takipnea, susah makan atau muntah hebat, dan lesu.
Beberapa tindakan simtomatik antara lain pemberian antipiretik, kompres hangat, infus IV untuk rehidrasi, selain rawat inap untuk pengobatan komplikasi. Antibiotik, terutama untuk melawan Staphylococcus, hanya bisa digunakan bila ada bukti infeksi bakteri sekunder.
Pencegahan penularan
Menurut Tjandra, PTKM juga tergolong mudah menular, terutama melalui kontak langsung, cairan hidung dan tenggorokan, saliva, serta cairan dari blister atau tinja pasien. Masa penularan paling tinggi pada minggu pertama terinfeksi.
Anak-anak di bawah usia 10 tahun memiliki risiko tertinggi, sekalipun infeksi juga bisa terjadi pada orang dewasa. Mayoritas infeksi terjadi pada usia prasekolah.
”Tidak ada pencegahan khusus untuk PTKM, tetapi risiko tertular dapat diturunkan dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), seperti cuci tangan pakai sabun (CTPS). Kalau keluhan cukup berarti, memang baiknya berkonsultasi ke petugas kesehatan terdekat,” kata Tjandra.
Anggota Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Erlina Burhan, dalam diskusi daring pada Rabu (27/3/2024) menyampaikan beberapa metode pencegahan PTKM.
Pertama, mengingat penyakit ini ada hubungannya dengan sanitasi, maka masyarakat disarankan menjalankan gaya hidup higienis. Kebersihan menjadi kunci utama untuk pencegahan.
Baca juga: Penularan Flu Singapura Intai Pemudik, Tetap Tenang dengan Pencegahan Berikut
”Cuci tangan pakai sabun atau air sanitizer, pastikan kebersihan makanan dan juga kalau berenang. Kalau menggunakan jamban harus yang sehat dan lengkap dengan septic tank-nya," tuturnya.
Menurut Erlina, virus penyebab PTKM kebanyakan ditemukan di permukaan air dan makanan yang tercemar. Selain kebersihan makanan, dia menyarankan untuk sementara menghindari makanan tidak matang, termasuk sayuran mentah.
Mengacu pada Kemenkes Singapura, tak ada vaksin yang tersedia untuk melawan enterovirus. Mereka menekankan kebersihan pribadi yang baik, seperti mencuci tangan dan mengisolasi kasus yang terinfeksi sebagai kunci mengendalikan wabah. Dilarang berbagi makanan dan barang yang terkontaminasi.
Pemerintah Singapura juga memberikan cuti medis hingga 10 hari atau dua kali masa inkubasi untuk pasien sejak timbulnya penyakit. Hal ini dimaksudkan untuk memutus penularan di pusat penitipan anak dan sekolah.
Orangtua harus juga diberi tahu bahwa anak-anak dengan PTKM harus menghindari kontak dengan anak-anak lain di rumah. Anak-anak diminta tidak mengunjungi tempat-tempat umum yang ramai selama infeksi akut dan tidak berenang sampai enam minggu.
Selain itu, disarankan untuk mendisinfeksi barang terkontaminasi oleh droplet, air liur, cairan vesikular, dan kotoran orang yang terinfeksi kasus.