Peran Perempuan dalam Agenda Aksi Iklim Ditingkatkan
Dokumen Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim memungkinkan perempuan dilibatkan dalam agenda aksi iklim.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perempuan termasuk kelompok masyarakat paling rentan terdampak perubahan iklim, terutama mereka yang berada di daerah rawan bencana. Karena itu, pemerintah berupaya melibatkan perempuan sekaligus meningkatkan peran dan kapasitas mereka dalam agenda aksi iklim di Indonesia.
Peningkatan peran dan kapasitas perempuan dalam agenda aksi iklim ini dituangkan dalam dokumen Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim (RAN-GPI) yang diluncurkan di Jakarta, Kamis (28/3/2024).
Dokumen ini disusun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyampaikan, dokumen RAN-GPI merupakan salah satu jawaban penting dalam upaya memperkuat kerja-kerja mitigasi dan adaptasi pengendalian perubahan iklim.
Kerja-kerja ini dituangkan melalui strategi dan kegiatan RAN-GPI yang diuraikan secara sistematis. ”Dengan disusunnya RAN-GPI, ada panduan mendorong peran dan kapasitas kemampuan perempuan dalam konteks agenda aksi iklim di Indonesia,” ujar Siti dalam keterangan tertulis, Jumat (29/3/2024).
Siti mempersilakan tim pelaksana RAN-GPI dari kementerian dan lembaga terkait berkonsultasi soal pengendalian perubahan iklim dan target dokumen kontribusi nasional penurunan emisi (NDC) Indonesia. Konsultasi bisa dilakukan dengan Rumah Kolaborasi Konsultasi Iklim dan Karbon (RK2IK) di KLHK.
Siti menekankan, peran penting perempuan harus didorong dalam agenda-agenda pengendalian perubahan iklim. Sebab, perempuan merupakan salah satu elemen masyarakat paling terdampak terkait dengan bencana akibat perubahan iklim.
Melalui keterlibatan perempuan ini, ke depan kondisi lingkungan Indonesia diharapkan semakin baik dan berbagai dampak perubahan iklim bisa dicegah.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga juga mengapresiasi KLHK yang menjadi mitra utama dalam mencapai keberhasilan penyusunan dokumen RAN-GPI.
”Ini merupakan momen bersejarah untuk mencapai kesetaraan jender dan perlindungan anak dalam kaitan pengendalian perubahan iklim,” katanya.
Menurut Bintang, dokumen RAN-GPI adalah bentuk kerja bersama dalam mendukung kontribusi perempuan dan anak untuk mencegah perubahan iklim. Hal ini penting mengingat jumlah perempuan dan anak mencapai dua pertiga dari total penduduk Indonesia.
Bintang menyebut aksi pencegahan perubahan iklim menjadi tantangan bagi perempuan dan anak. Sebab, banyak budaya dan cara pandang masyarakat yang masih meminggirkan peran perempuan dalam pembangunan bangsa.
Dengan disusunnya RAN-GPI, ada panduan mendorong peran dan kapasitas kemampuan perempuan dalam konteks agenda aksi iklim di Indonesia.
”Perempuan jangan hanya dijadikan obyek dari pengendalian perubahan iklim, tetapi harus mulai menjadi subyek,” ujarnya.
Mengancam perempuan
Sejauh ini banyak riset menunjukkan dampak perubahan iklim bagi perempuan. Riset Plan International dan kaum muda dari tiga negara di Asia Pasifik, yakni Indonesia, Nepal, dan Australia, awal tahun ini juga mengungkap dampak besar krisis iklim terhadap akses pendidikan anak perempuan dan perempuan muda.
Dalam riset tersebut, para penulis berkonsultasi dengan lebih dari 500 anak muda berusia 10-24 tahun yang mayoritas anak perempuan di Indonesia, Nepal, dan Australia. Dari jumlah tersebut, 154 orang berasal dari Indonesia.
Sepertiga kaum muda yang menjadi responden mengatakan, sekolah mereka telah ditutup, rusak, atau hancur karena bencana yang disebabkan perubahan iklim tahun lalu. Hampir separuhnya mengaku merasa tidak aman dalam perjalanan ke dan dari sekolah karena bencana terkait iklim.
Dari riset itu, kaum muda merekomendasikan agar pemerintah membangun wadah seperti dewan nasional untuk kaum muda perempuan. Dewan ini fokus pada isu perubahan iklim agar jadi wadah amplifikasi beragam suara, terutama dari perempuan muda yang punya pengalaman terkait dampak perubahan iklim.