Regulasi terkait jemaah haji selama puncak ibadah haji diperketat. Hal ini untuk mencegah masuknya jemaah haji ilegal.
Oleh
EVY RACHMAWATI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Arab Saudi memperketat regulasi aturan mengenai jemaah haji dengan menerapkan perangkat teknologi kartu pintar. Hal ini bertujuan mencegah jemaah haji ilegal atau tak memiliki visa haji.
Ketua Dewan Direksi Mashariq (Motawif Pilgrims for South-East Asian Countries Co) Muhammad Amin Indragiri menyampaikan hal itu dalam acara Bimbingan Teknis Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Selasa (26/3/2024) malam.
Menurut Amin, Pemerintah Arab Saudi lebih ketat memantau penyelenggaraan ibadah haji. Salah satunya dengan memberlakukan sistem teknologi kartu pintar (smart card).
Seluruh anggota jemaah haji akan diperiksa pihak aparat keamanan saat memasuki Arafah pada puncak haji. ”Ini untuk mencegah masuknya jemaah haji secara ilegal atau tidak mempunyai visa haji,” ujarnya.
Kebijakan ini diberlakukan untuk memastikan kelancaran ibadah haji dan kenyamanan jemaah. Sebab, saat puncak haji, kepadatan jemaah haji meningkat dan bisa tidak terkendali.
Ini untuk mencegah masuknya jemaah haji secara ilegal atau tidak mempunyai visa haji.
Pada tahun lalu terjadi keterlambatan layanan bus di Muzdalifah, Arab Saudi. Hal ini mengakibatkan sejumlah anggota jemaah telantar hingga terlambat makan dan kelelahan.
Layanan haji
Terkait dengan layanan haji, masyariq atau perusahaan penyedia berusaha meningkatkan mutu layanan. Bagi jemaah lanjut usia atau lansia, tiap masyariq bekerja sama dengan Kementerian Haji Arab Saudi.
Masyariq juga berkoordinasi dengan penyedia bus ramah lansia. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan spesifik lansia, termasuk menyiasati keterbatasan fisik lansia.
Selain itu, fasilitas mandi, cuci, kakus ditambah. Hal ini penting mengingat, berdasarkan data Kementerian Agama, kuota jemaah Indonesia tahun ini terbesar sepanjang sejarah, yakni 241.000 orang, dan 213.320 orang di antaranya ialah jemaah haji reguler.
Adapun terkait penyediaan makanan bagi jemaah, tahun ini masyariq bekerja sama dengan perusahaan dari Indonesia untuk menyajikan masakan siap saji. ”Ini untuk meningkatkan layanan jemaah haji dengan menghindari keterlambatan kedatangan makanan bagi jemaah,” ujarnya.
Pihak Arab Saudi juga akan membuka klinik-klinik layanan kesehatan di sekitar Muzdalifah. Tenaga kesehatan pun disiapkan. ”Pelindung panas juga ditambah,” ucapnya.
Direktur Bina Haji Kementerian Agama Arsyad Hidayat menjelaskan, pada fase puncak haji mulai 5 Dzulhijjah, semua anggota jemaah berkumpul di Mekkah. Pada saat itu bus Sholawat yang melayani jemaah haji Indonesia di Mekkah tidak beroperasi.
”Ini menjadi tantangan. Apalagi, lalu lintas saat itu amat padat. Karena itu, kami mengimbau jemaah beribadah di dekat hotel tempat menginap,” tuturnya.
Adapun layanan katering, yang tahun sebelumnya tidak tersedia pada puncak haji di Mekkah, tahun ini layanan tetap akan diberikan berupa makanan siap saji oleh pihak hotel. Sebab, fase puncak haji padat pengunjung sehingga berpotensi besar terjadi keterlambatan distribusi makanan.
”Jadi, selama tinggal di Mekkah, jemaah tetap mendapat makanan dengan memperhatikan komposisi gizinya,” ujarnya. Hal ini untuk menjaga kebugaran dan kesehatan jemaah menuju puncak prosesi ibadah haji.