Jamur Bisa Jadi Sumber Pangan Kaya Nutrisi dan Ramah Lingkungan
Jamur bisa dijadikan sumber pangan kaya nutrisi dan proses pengelolaannya ramah terhadap lingkungan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bioteknologi telah berkontribusi dalam meningkatkan sifat, kualitas, dan kemudahan produksi pangan hingga mengubah industri makanan. Dengan bioteknologi, para peneliti pun terus mengeksplorasi berbagai bahan termasuk jamur untuk dijadikan sumber pangan kaya nutrisi dan proses pengelolaannya ramah terhadap lingkungan.
Jamur merupakan salah satu sumber pangan yang secara alami menghasilkan kandungan protein, lemak, antioksidan, dan molekul perasa yang lezat dan bergizi. Sumber pangan ini tengah dieksplorasi dengan memodifikasi gen oleh Vayu Hill-Maini, seorang koki yang beralih profesi menjadi bioengineer di Lawrence Berkeley National Laboratory.
”Kami mencoba untuk melihat apa yang dihasilkan oleh jamur dan menyempurnakannya. Menurut saya, ini adalah hal yang penting karena kita tidak perlu memasukkan gen dari spesies yang sangat berbeda,” ujar Hill-Maini yang juga peneliti pascadoktoral di University of California, Berkeley, dikutip dari situs resmi Berkeley Lab, Sabtu (23/3/2024).
Dalam makalah terbaru Hill-Maini dan rekan peneliti lainnya yang diterbitkan pada 14 Maret 2024 di Nature Communications, mereka mempelajari jamur multiseluler yang disebut Aspergillus oryzae atau jamur koji. Jamur ini telah digunakan di Asia Timur untuk memfermentasi pati menjadi sake, kecap, dan miso selama berabad-abad.
Tim peneliti kemudian melakukan sejumlah modifikasi gen yang sudah ada pada jamur tersebut dengan menggunakan teknologi pengeditan gen bernama CRISPR-Cas9. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan sistem pengeditan gen yang dapat membuat perubahan konsisten dan dapat direproduksi pada genom jamur koji.
Setelah itu, tim peneliti membuat modifikasi agar jamur bisa menjadi sumber pangan kaya nutrisi. Upaya ini salah satunya meningkatkan produksi ergothioneine, yakni antioksidan yang hanya ditemukan pada jamur dan diketahui memiliki manfaat kesehatan kardiovaskular.
Tak sebatas nutrisi, Hill-Maini juga berupaya untuk membuat tampilan jamur lebih menarik dengan menyesuaikan gen yang mengontrol tekstur jamur. Dalam hal ini, terdapat banyak aspek yang bisa dieksplorasi oleh peneliti untuk membuat tampilan atau tekstur jamur lebih menarik, seperti dengan memvariasikan morfologi sel yang mirip dengan serat.
”Jadi, kami mungkin bisa memprogram struktur banyak serat menjadi lebih panjang sehingga akan memberikan tekstur jamur lebih mirip seperti daging. Kemudian kita bisa meningkatkan komposisi lipid untuk rasa di mulut dan nutrisi lebih lanjut,” tuturnya.
Penelitian yang dilakukan Hill-Maini dan tim peneliti lainnya ini memang masih tahap awal dalam memanfaatkan genom jamur untuk menciptakan makanan baru. Akan tetapi, hasil penelitian ini telah menunjukkan potensi besar jamur untuk menjadi sumber protein nabati pengganti daging dan produk hewani lainnya.
Dalam studi terpisah, Hill-Maini juga telah memanfaatkan potensi kuliner jamur multiseluler lainnya, yakni Neurospora intermedia. Jamur ini secara tradisional telah digunakan di Indonesia untuk bahan baku oncom dengan cara memfermentasi produk sisa pembuatan makanan lain, seperti tahu atau tempe.
”Kami hanya menggunakan tiga bahan, yakni beras, air, dan jamur, untuk membuat bubur berwarna oranye yang indah dan mencolok. Ini menjadi sebuah hidangan baru yang memanfaatkan proses kimia dan jamur. Jadi, hal ini benar-benar menunjukkan bahwa ada peluang yang besar untuk menjembatani hasil laboratorium dan dapur,” katanya.
Jay Keasling, ilmuwan senior di Berkeley Lab dan profesor di UC Berkeley, juga menyoroti teknologi CRISPR-Cas9 yang digunakan dalam studi tersebut. Menurut Keasling, teknologi CRISPR-Cas9 menjadi dasar untuk mengedit gen jamur koji dan banyak kerabatnya dengan mudah.
”Organisme ini telah digunakan selama berabad-abad untuk menghasilkan makanan dan sangat efisien dalam mengubah karbon menjadi berbagai macam molekul kompleks. Ini termasuk banyak molekul yang hampir mustahil diproduksi menggunakan inang klasik seperti ragi pembuat bir atau E coli,” ucapnya.
Keberhasilan mengembangkan jamur koji pada akhirnya akan membuka potensi besar dalam aspek pembuatan makanan, bahan kimia, biofuel padat energi, hingga obat-obatan. ”Ini adalah jalan baru yang menarik untuk biomanufaktur,” kata Keasling.